Wanita Berbagai Usia

Gambaran tentang wanita berbeda tergantung usianya.Jika ada tempat di dunia yang bisa mewakini wanita dari berbagai usia maka inilah beberapa diantaranya:



Wanita usia 20 tahun ibarat Afrika yang separuhnya belum tergali dan tergarap.

Wawnita usia 30 ibarat India gemerlap dan misterius.

Wanita usia 40 ibarat Amerika berteknologi canggih.

Wanita usia 50 ibarat eropa,semua tampak kuno

Wanita usia 60 ibarat Siberia ,semua oran g tahu letaknya tapi tak satupun yang mau kesana.

Selengkapnya....

Lentera yang tak pernah padam

Oleh : Saeva*

Kang alif telah memulai menulis sejak tiga jam yang lalu. Tidak tahu mengapa jarinya tidak mau berhenti. Penanya pun terus terayun meliuk-liuk seperti pemain sepk bola yang sedang menggiring bola melewati musuh-musuhnya. Lembar demi lembar terpenuhi dengan goresan hitam.


"Selesai" tiba-tiba kata itu muncul dari mulutnya diikuti dengan gerakan menegakan bahu, yang dari tadi condong mendekatitulisnya, dan mengangkat pena menjauhi kertas. Ia meneliti tulisannya dari halaman satu. Saya sendiri tidak tahu apa yang ia tulis.tapi, dari kebiasaannya, jika ia menulis dengan cepat dan lama, berarti ia menulis cerita. Jika ia menulis sembari senyum-senyum berarti cerita lucu atau pengalaman menarik yang ia alami. Dan jika ia menulis dengan hati-hatisambil sesekali menatap keatas seperti gerakan orang sedang berfikir, berarti ia sengan menulis sesuatu yang ilmiah atau sedang mengerjakan tugas. Hanya saja kebiasaannya selalu meluncurkan kat "selesai" setelah memberi tanda titik terakhir pada tulisannya adalah sama. sepertinya kali ini ia menulis sesuatu yang beda dari hari-hari sebelumnya. Karena ekspresinya saat menulis tidak sama dengan kebiasaan yang saya sebutkan tadi.

Setelah selesai meneliti dan membetulkan beberapa kesalahan, menarik nafas panjangdan menghembuskannya dengan panjang pula.ia menggerakan kepalanya ke kiri dan e kanan untuk menghilangkan ketegangan di leher. Kemudian ia merebahkan diri di ranjang yang ada di belakangnya sambil menatap atap yangberwarna putih. Setelah lima menit, tiba-tiba hp-nya berdering..

" assalamaualikum.."sapanya untuk memulai pembicaraan. Kemudian ia tampak mendengarkan orang yang di seberang sana berbicara. Tak lama kemudian ia menjawab :
"ia.. semuanya sudah siap. Tinggal diketik… besok aku bawa ke kampus. Kamu tunggu aja di bawah pohon beringin ditaman sebelah utara kampus."
"ia, sama-sama"
"waalikumussalam"

Saya tidak tahu persis siapa yang baru saja meneleponnya. Tapi,dari pembicaraannya saya yakin kalau orang itu ada hubungannya dengan tulisan yang baru saja ia buat. Setelah semua tu, akhirnya kang alif pergi ke kamar mandi. Saya tidak tah apa yang ia lakukan. Biasanya, jika sebelum tidur ia akan ke kamar mandi untuk wudhu kemudian shalat sunah dan membaca surat almulk. Ternya kali ini pun sama, ia wudhu sholat dan membaca surta almulk. Setelah selesai ia siap untuk tidur sambil jemarinya memutar tasbih dan bibirnya komat-kamit membaca sholawat hingga ruhnya naik ke Arsy Robna.

Kejadian itu adalah seminggu yang lalu. Pada keesokan hariya, setelah pulang dari kampus, ia tampakberubah drastic. Ia tidak lagi kelihatan menulis. Ia jarang menyapa kami. Ia hanya sering menangis di sholat malamnya yang kii semakin bertambah panjang. Alquran terus ia baca setiap kali ada waktu luang. Dan saya baru sadar kalau ia tak lagi berangkat ke kampus sejak hari itu. Ada apa gerangan dengan kang alif? Hanya ia dan Allah swt yang tahu kalau ternyata yang ia tulis adalah surat lamaran pinangan sahabatnya terhadap seorang wanita yang baru ia ketahui pada hari itu ternyata wanita itu adalah dambaannya sejak dua tahun terakhir.memang sahabatnya tidak tahu bahwa alif menyukai perempuan hafidhoh itu. Dan tak seorangpun tahu, karena sifatnya yang arif, sopan dan supel membuat semua sahabatnya memahami secar lahiriah bahwa ia tidak menaruh hati pada siapapun teman sekampusnya. Posisinya sebagai imam musholla kampusmembuat para wanita segan untuk mencoba merayu atau sekedar PDKT. Sebagai sahabat yang baik, ia takan menggagalkan rencana tunangan sahabatnya hanya karena ambisi pribadinya. Dan ia memilih menenangkan diri dengan munajat pada Robbnya, memperpanjang sholat malam dan memperbanyak baca Alquran. Hingga seminggu inisaya tidak pernah tah, kang alif sedang mengobati luka yang bisa dikatakan tidak setiap orang bisa selamat darinya. Dan saya pun tak pernah tahu. Karena kang alif tidak ingin ada orang yang tahu bahwa sahabatna telah memangkas tunas harapannya. Biar ia sendiri yang menikmatinya. Biar Allah yang memberi balasannya. Biar sahabatnya bahagia.
Sebulan kemudian, kang alif datang memenuhi undangan sahabatnya untuk memberikan ucapanselamat berbahagia untuk mengukuhkan hatinya bahwa jodohnya adalahwanita lain yang lebih baik pilihan Robbnya. Senyumpun enggan meninggalkan bibirnya yang semakin menambah berseri wajahnya.
05/06/2009

*Mahasiswa Al-Ahgaff, Mustawa IV

Selengkapnya....

Tujuan Mendirikan Halaqoh Taklim

(bagian 5 : Tujuan Yang Pertama)
Oleh : Musa

Setelah pada halaqoh-halaqoh yang telah lalu kita membahas muqoddimah dari kitab "Maqoshid Halaqotta'lim wa wasailuha", kita akan mulai membahas dari tujuan yang pertama dan cara untuk mewujudkan tujuan ini.
Tujuan yang pertama dari mendirikan halaqoh ta'lim adalah
"Menanamkan keagungan agama Islam dalam hati setiap pelajar." Sebenarnya, keagungan agama Islam memang harus ada di hati setiap muslim. Karena orang muslim yang hatinya tidak tunduk sepenuhnya pada agama Islam, masih diragukan keislamannya. Meskipun ia mengerjakan lima rukun Islam. Tidak sedikit umat Islam yang mengerjakan kewajiban-kewajiban itu dengan terpaksa. Lebih-lebih kewajiban yang berkaitan dengan harta benda, zakat. Andaikan dalam hati mereka ada rasa hormat dan ketundukan yang total, niscaya kewajiban-kewajiban itu akan dikerjakan dengan penuh keikhlasan.
Jika setiap orang awam wajib mengagungkan agama Islam, maka kewajiban ini lebih ditekankan bagi kaum terpelajar. Karena kaum terpelajar dengan ilmunya telah mengetahui sisi-sisi keagungan agama Islam. Disamping itu, kaum terpelajar adalah sebagai percontohan bagi orang awam, sebagaimana para Nabi menjadi contoh bagi umatnya. Seperti yang telah diterangkan dalam hadits "kaum terpelajar (ulama) adalah pewaris para Nabi."

Makna mengagungkan agama Islam
Apakah makna sikap mengagungkan agama Islam sebagaimana yang diharapkan dari pendirian halaqoh ta'lim? Cara mengagungkan agama Islam adalah dengan memposisikannya sebagai agama yang sangat tinggi dan mulia, menerapkan segala ajaran-ajarannya secara totalitas, merasa bertanggungjawab atas keberadaannya dengan terus menebarkan kesyi'arannya, berkorban jiwa dan raga untuk kepentingan-kepentingannya, membelanya dari gangguan orang luar. Dengan kata lain mengagungkan agama Islam adalah mengibarkan panji-panjinya dengan bangga, baik di dalam dada, di keluarga maupun di lingkungan masyarakat.
Semua sikap diatas tidak akan terwujud dalam diri seseorang tanpa melalui pendidikan (tarbiah) dengan segala jenisnya. Baik pendidikan keluarga, lingkungan maupun pendidikan di instansi-instansi resmi. Karena orang yang tidak mengenal sesuatu tidak akan dapat mencintainya, apalagi mengagungkannya. Oleh sebab itu, kita perlu mengenalkan Islam kepada seluruh masyarakat melalui halaqoh ta'lim yang kita dirikan. Dengan harapan agar keagungan agama Islam tertanam di setiap dada insan muslim.

Metode Untuk Menanamkan Keagungan Agama Islam
Ada beberapa cara yang perlu ditempuh pendiri atau penyelenggara halaqoh ta'lim untuk merealisasikan tujuan yang pertama ini. Diantaranya adalah :
1. Sebaiknya para penyelenggara halaqoh ta'lim menampakkan sikap-sikap yang agung dalam ucapan, perbuatan dan tingkah lakunya, agar sikap ini disaksikan oleh para peserta halaqoh ta'lim. Sehingga mereka dapat meniru serta menerapkannya. Hal itu dapat terlihat pada saat dia mengucapkan Lafadh Jalalah (Allah), hatinya dipenuhi dengan rasa hormat dan cinta yang sangat dalam, disertai dengan pengucapan sifat-sifat keagungan Allah swt semisal : jalla jalaluhu, azza wajalla, subhanahu wata'ala dan jalla fii 'ula. Diantara sikap agung dalam ucapan penyelenggara ta'lim adalah ketika menyebutkan nama Nabi Muhammad saw atau Nabi-nabi yang lain disertai dengan kata sayyid (tuan), disertai rasa kecintaan dan mendoakan sholawat serta salam untuk mereka dan keluarga mereka. Begitu juga ketika menyebutkan nama seorang alim ulama, maka harus disertai dengan mendoakan ridho serta rahmat Allah swt untuk mereka.
2. Dengan memperbanyak mengingat akhirat serta segala sesuatu yang akan terjadi disana, semisal balasan setiap amal perbuatan.
Cara ini digunakan untuk memberi motivasi kepada para peserta halaqoh ta'lim dalam mengerjakan amal-amal kebaikan dan menjauhi gemerlap kehidupan dunia. Dengan mengingatkan mereka akan hal ihwal hari kiamat sebagai hari pembalasan, jiwa mereka akan merasa menyesal atas dosa-dosa, merasa sangat membutuhkan ampunan dan rahmat Allah swt serta merasa sudah saatnya kembali kepada Allah swt Penguasa hari pembalasan. Dengan demikian, ketika mereka kembali dari halaqoh ta'lim, hati mereka dipenuhi dengan rasa tanggungjawab yang tinggi akan perbuatan-perbuatan yang telah, sedang dan akan ia kerjakan. Semangatnya untuk mengerjakan kebaikan kembali berkobar setelah sempat terpadamkan oleh air dosa-dosa yang mengguyur dari berbagai arah.
3. Dengan mengulang-ulang kisah-kisah para Nabi dan orang-orang sholeh.
Dalam kisah para Nabi dan salafus sholih ada hikmah-hikmah dan pelajaran penting yang dapat kita petik. Karena kisah kehidupan mereka diliputi dengan teladan dan rahasia-rahasia Allah swt. Keberhasilan metode ini telah terbukti dengan keberhasilan Al-Quran dalam mengingatkan orang-orang kafir. Sehingga tidak sedikit dari mereka masuk Islam setelah mendengar kisah para Nabi saw.
4. Mengulang-ulang pembicaraan tentang agama Islam sebagai pemberian paling agung dari Allah swt terhadap umat manusia. Dengan agama inilah kebahagiaan abadi, ketinggian derajat serta keselamatan dari api neraka akan kita gapai. Dan kehidupan dunia tidak ada artinya jika dibandingkan dengan segala sesuatu yang ada di sisi Allah swt.
Dengan membicarakan pemberian Allah swt, kita telah bersyukur kepada Allah swt atas karunia-Nya. Karena membicarakan kenikmatan yang kita terima adalah salah satu dari jenis syukur dengan lisan. Dengan membicarakan nikmat pula kita semakin merasa berhutang dan sudah sepantasnya senantiasa mengerjakan apa yang telah menjadi kewajiban kita.
Dengan membicarakan tentang agama Islam yang membawa kita pada kebahagiaan abadi, ketinggian derajat serta keselamatan dari api neraka, diharapkan para peserta halaqoh lebih merasa yakin akan ajarannya dan lebih gigih dalam mempelajarinya.
5. Menyimak dengan seksama setiap pembacaan ayat Al-Quran. Tidak menyentuh Al-Quran kecuali dalam keadaan suci. Bahkan dianjurkan untuk menjaga kesucian selama halaqoh berlangsung dan dalam keadaan apapun.
Point ini mengajarkan kepada kita agar benar-benar mengagungkan Al-Quran dengan menyimak secara hikmat ketika ia dibaca, dan tidak menyentuhnya ketika kita dalam keadaan hadats. (bersambung Insya Allah swt).

Selengkapnya....

Kontekstualisasi Rahmatan Lil `Alamin

Dari Nabi Muhammad Untuk Ummat

Oleh: Umamelsamfanie*


Rahmah, atau bila ditranslit bebas berbahasa Indonesia keseharian, bermakna kasih sayang. Seperti kita ketahui bersama, bahwa nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq, "innama buitstu li utammima makarimal akhlaq", dalam al Quran ditegaskan pula "innaka la `ala khuluqin adzim", dan banyak lagi ayat lain yang mengisyaratkan hal itu.
Pada dasarnya, lafadz "rahmah" adalah titik sentral sukses penyebaran agama islam di muka bumi ini, hal itu berpangkal pada firman Allah subhanahu wa ta`ala "inna arsalnaka rahmatan lil alamin" yang melahirkan dua pokok pengertian; Pertama, tentang proses penyempurnaan karakter atau akhlaq mulia. Kedua, posisi dan fungsi nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang berperan sebagai promotor nilai kasih sayang tersebut. Dari dua titik inilah, islam dengan segala target utamanya disosialisakan sejak empat belas abad lalu sampai kini, artinya, islam bukan sekedar ingin mewujudkan perdamaian semata tanpa mengindahkan nilai belas kasih sayang ketika menyebarkannya. Prinsip yang dianut adalah menyebar perdamaian dengan kedamaian yang penuh cinta, kasih sayang dalam mewujudkan cita-cita mulia itu. Kemudian hal penting yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah, apa yang dimaksud dengan rahmah atau belas kasih sayang dalam perspektif agama islam?

Rahmah dalam perspektif Islam
Terlepas dari kooptasi pengertian bahasa yang hanya melingkupi bagian terkecil dari sekian tujuan utama lafadz rahmah, secara umum, rahmah atau apapun arti padanannya, yang pasti ia bukan kalimat cinta kasih sayang yang kebablas dan tanpa aturan jelas, pun juga tidak hanya terbatas pada pemahaman temporal. Rahmah dalam konteks agama, adalah nilai kasih sayang yang tetap mengindahkan aturan syariat yang berlaku sesuai petunjuk agama, ambil contoh misalnya; Ketika ada seorang dengan semena-mena datang menghampiri pembaca, kemudian mencaci maki, lalu merampas harta benda yang jelas-jelas bukan hak miliknya, memukul, mengancam, melempari muka dengan batu, memberi hadiah bogem mentah, meludahi atau menampar wajah, dan bentuk penganiayaan serta kekerasan tak berprikemanusian lainnya, lantas dengan alasan hak asasi atau demi nilai belas kasih sayang sebagaimana pengertian umum firman Allah subhanahu wa ta`ala "inna arsalnaka rahmatan lil `alamin", lalu pembaca diam pasrah tak melawan dan menerima begitu saja tindakan amoral tersebut dengan dalih dzahir ayat tersebut. Tentu kita harus bertanya kembali apa sesungguhnya makna ayat itu?, bagaimanakah semestinya kita mengimplementasikan dalam kenyataan? inilah yang banyak disalah tafsirkan, ada sebagian kita menyalahkan kekerasan yang dilakukan seseorang dengan dalih ayat "rahmah" ini secara serampangan dan apa adanya, ada yang memaknai tujuan ayat tersebut dengan banyak versi sesuai tujuan masing-masing kelompok, sehingga dengan dalih makna ayat sesuai versi makna yang diyakini itu pulalah, seseorang bertindak beda, walaupun kenyataannya banyak tindakan yang tidak seperti difahami mayoritas kita, sebagaimana realitas yang kini banyak terjadi, sekadar contoh saja: bila kita ditanya sepintas kilas, kalau ada orang dipotong tangannya atas dasar teks agama, dimanakah menurut penulis nilai belas kasihan agama padanya, dimana letak nilai kerahmatan islam untuk seru alam semesta?, sekilas kontradiktif bukan?!.

Tapi, coba kita pahami alasan berikut ini: Bila ada seseorang dengan keringat membasahi badannya, ia telah lelah, letih, bekerja keras tak kenal siang dan malam, ia bekerja banting tulang, -meminjam istilah Zainuddin MZ.-, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, ia rela dengan semua itu hanya untuk mendapatkan sesuap nasi, sepeser uang demi menyambung hidup keesokan hari, namun keringat belum kering, uang yang didapat yang mestinya mampu mengembalikan semangat kerjanya untuk terus bertahan hidup, dengan tanpa perasaan, semua itu dirampas oleh seorang penjambret bertopeng ala ninja, dengan sebilah kapak merah seraya membentak dan mengancam mati, tidak sampai di situ, tindakan premanisme tersebut dilanjutkan aksi melukai bagian punggung korban, bahkan untuk lolos dari kepungan masyarakat, penjambret berani beraksi nekat dan lebih bejat lagi dengan menabrakkan sepeda motornya pada korban yang berprofesi pekerja serabutan itu, pelaku tidak ambil pusing dengan umur korban yang sudah udzur, dan sikorban harus jatuh tersungkur, bersimbah darah segar, sementara uang hasil jerih payahnya hilang dibawa kabur manusia berotak hewan itu, sungguh sial betul nasib yang dialaminya.

Jika gambaran kasus ini ditanyakan pada korban, besar kemungkinan secara sepontanitas, ia akan berkata: … dasar penjambret, tidak tahu rasa kasihan, manusia tidak berperasaan, itulah kiranya jawaban spontan yang penulis yakini. Alasan penulis dengan kesimpulan jawaban itu cukup sederhana, karena penjambret tidak lagi berprikemanusiaan sebagaimana diajarkan pancasila, ia bukan hanya melanggar dalil al Qur`an dan al Hadits, ia bahkan melanggar batas rasio normal manusia, ia tidak mengenal indahnya cinta perdamaian, ia tidak belas kasihan, sungguh dimanakah nilai kerahmatan sipenjambret pada sikorban?

Karenanya, Pantas jika al Quran demi tegaknya normalisasi akal dan nilai kemanusiaan yang sejati, lalu dengan tegas mewajibkan bagi pencuri yang sudah memenuhi syarat-syarat menurut hukum syari`at islam harus di"potong tangan". Lalu masih sangsikah sangsi ini jika dihadapkan pada realitas kehidupan yang amat kejam seperti dialami banyak korban penjambretan di kota metropolitan, atau korban kekerasan tak beradab lainnya?!, Sementara pencuri yang terang-terangan mengancam jiwa kian marak beraksi, bahkan sudah tidak segan lagi mengancam keselamatan jiwa, disinilah rahmah dalam persepsi agama harus dipertimbangkan kontekstualisasinya. Bukankah guru tatkala memberi sangsi pada murid yang tidak mengerjakan tugas pelajaran, hal itu demi tujuan kebaikan simurid itu sendiri? Itulah rahmah dalam persepsi agama, bukan kasihan yang tak berlandaskan tujuan demi mewujudkan cita mulia, bila kita yakin islam datang demi sebuah perdamaian dunia, maka semua tindakan yang mengarah pada kerusakan dimuka bumi harus dihapuskan.

Rahmah dalam islam adalah mewujudkan cita melalui cinta, bukan pengrusakan dan penistaan harga diri, satu diantara kecintaan serta kerahmatan islam terkait kasus pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan lain sebagainya adalah dengan menegakkan hukum yang mengatur hal itu- tentu harus melalui tahapan-tahapan-, tahapan itu penting ditegaskan di sini untuk mewujudkan rasa aman dan damai bagi semua orang, karena pelaku kerusakan di muka bumi pada prinsipnya harus dienyahkan, mereka harus diperangi dengan cara yang tidak menimbulkan efek kerusakan yang lebih parah, tapi mampu membuat jera pelaku, agama menyerukan hal itu, namun proses demi proses menuju tindakan hukum yang berefek besar itu harus melalui jalur normative dan hukum yang benar sesuai aturan syariat, sehingga tidak membentur tembok kokoh yang sudah jelas pondasi hukumnya, menegakkan keadilan harus berasas adil, memerangi tindakan pengrusakan harus dengan tidak menimbulkan efek kerusakan lebih besar, mewujudkan cita harus dengan empati dan rasa cinta, memimpikan tegaknya hukum dan kebenaran harus melalui kebenaran pula, bukan rekayasa, itulah prinsip dasar rahmah yang harus diketahui sebelum memutuskan tindakan atas nama agama.

Jika dalam aturan hukum islam telah dijabarkan bahwa tindakan brutal harus dienyahkan dari muka bumi, maka implementasi untuk tujuan hukum itu sudah tidak lagi berurusan dengan perasaan dan keterkaitan emosi antara sesama manusia, karena dalam persepektif agama tidak hanya menggunakan pertimbangan kemashlahatan rasional semata, tapi ada nilai ta`abbudi dan ta`aqquli dilain sisi yang harus dianut, artinya apakah rasional atau tidak menurut kita, jika aturan yang mewajibkan manusia untuk melakukan hal tertentu dalam konteks agama, maka hal itu harus dilakukan dan ditegakkan, ta`abbudan lillahi ta`al'a ( sebagai bentuk penghambaan kita pada Allah). Yang paling penting diperhatikan adalah; Bagaimana kita dapat melaksanakannya penuh tanggungjawab, dengan melalui tahapan-tahapan prinsip yang telah dijabarkan dalam berbagai macam referensi keagamaan, bukan mengingkari kewajiban hal itu atau bahkan menegasikannya secara total, yang dengan tegas telah disebutkan dalam sumber dasar hukum agama; al Qur`an dan al Hadits, serta telah dijabarkan melalui tafsir-tafsir yang kontekstual dalam banyak reference keagamaan.

Pembaca…, Bukankah Negara kita sudah biasa mengekskusi para perusak tatanan nilai kemanusiaan atas dasar hukum positif? apa bedanya menyebut qishah dengan ekskusi mati pelaku criminal untuk tingkatan pengrusakan yang berakibat kecelakaan tertentu?. Masih tidak yakinkah kita dengan kebenaran islam? atau sekali lagi, apakah karena kemunafikan berdalaih "rahmatan lil alamin" yang diissukan tidak pada tempatnya, lalu kita mementahkan substansi hukum islam? Kalau semua prilaku yang merugikan masyarakat umum harus dilindungi terus-menerus dan dianulir dengan rasa kasihan, padahal agama telah memberi rambu hukum yang jelas demi melindungi kenyamanan manusia, maka menurut penulis, muslim Indonesia sejak lama telah berada pada jalan bengkok yang sampai sekarang belum sempat diluruskan, kita menginginkan Negara yang makmur, adil, sejahtera, aman dan sentosa, terjemah bahasa jawanya: gemah ripah loh jinawi, toto tentrem raharjo, atau kaum santri akrab menyebut; baldah toyyibah wa rabbun ghafur. Tapi harapan itu terlalu idealis sekali, kalau untuk memahami kewajiban potong tangan dan qishas saja harus terus diperdebatkan keabsahannya, dipersangsikan validitas tafsirnya, sementara di lain ranah, hukum yang jelas dibenarkan agama, seperti poligami, pernikah dini dan sirri yang telah memenuhi syarat menurut ulama madzahib terus disoal dan dipertentangkan dengan alasan melanggar hukum Negara atau hak asasi manusia, bias gender, dan lain sebagainya.

Mungkin ada juga sebagian pembaca yang bertanya-tanya, kenapa Indonesia sebagai negera berpenduduk muslim mayoritas, hukum negaranya pada sebagian praktik keagamaan sering bertentangan, ini aneh, mestinya selaras atau setidaknya tidak bertolak belakang mengingat penduduknya yang mayoritas muslim, apalagi hal-ihwal yang bersifat ahwal syahsiyat, seperti pernikahan dini atau ta`addud zaujat (poligami)?. Bagi penulis realitas hukum Negara kita menjadi sering bertentangan dengan prinsip asasi islami, lebih karena kurangnya pemahaman holistic terhadap tuntunan dan tuntutan agama, terputusnya informasi keagamaan antara ulama dan umara (penguasa), dan banyaknya pemahaman trans yang berusaha diakomodir melebihi batas proporsional. Nah, berpangkal mula dari hal yang tidak berdasar pengetahuan secara menyeluruh itulah, perasaan kasihan, melanggar hak asasi manusia, hukum islam tidak tidak relevan, kurang ramah, menghapus hak anak-anak, bias gender, anti persamaan dan argument apologis hukum wadh`i lainnya terus diopinikan dan dibangun sebegitu rupa untuk menutupi kemunafikan, sejatinya kita sudah meyakini semua itu, tapi nafsu dan ajakan kebatilanlah yang sering membawa kita tak berdaya untuk mempraktikkan tuntutan agama yang sesungguhnya mudah dan tak perlu banyak pertimbangan, jika kita juga mengikutinya sesuai procedural yang mengatur hal itu sebagaimana dijelaskan dalam reference hukum-hukum agama.

Pembaca…, dalam hati penulis terbetik kata, mungkin perspektif agama yang dikemukakan ini akan dituding sebagai pemikiran radikal, wacana gawat darurat atau transformasi pemahaman tekstualis-skriptual yang akan mengancam kerahmatan islam dimuka bumi, tapi..., bersabarlah sejenak dan mari kita teruskan membaca terlebih dahulu, kemanakah arah yang akan penulis tuju?. Sesungguhnya Islam bukan agama anti perdamaian, justru islam adalah substansi damai itu, kedamaian yang ditargetnya bukan hanya di dunia fana, tapi juga di akhirat kelak, karena itu, islam adalah kedamaian sebagaimana yang banyak dipersepsikan akal pikir manusia, ia bukan pula anti cinta dan kasih sayang, tapi seperti apakah kedamaian dan prinsip cinta serta kasih sayang dalam islam itulah yang perlu ditegaskan. Islam adalah agama yang jelas aturan dan sumber hukumnya, ia memiliki konsep dasar final dalam segala aspek, mulai dari keyakinan, hubungan social-kemasyarakatan, politik, budaya dan aktifitas kemanusian lainnya, ia bukan lembaga tempaan manusia yang tata hukumnya bisa dikondisikan sesuai waktu dan tempat, sehingga dapat diatur sebutuhnya saja. Bagi islam, praktik rahmah harus diaplikasikan tepat waktu, tempat dan siapa pelaku serta obyeknya, sehingga sebagai muslim kita tahu posisi, kapan kita harus mengasihi, menyayangi, mencintai dan berdamai sesuai bimbingan islam, begitupun sebaliknya. Jadi sudah ada waktu, tempat yang pas untuk semua itu.

Tentang peran akal manusia, kita tidak mengingkari pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan melalui media akal, tetapi kita tetaplah manusia yang berakal biasa, bukan manusia luar biasa, kemampuan akal kita tetap terbatas ruang dan waktu, bisa berubah sesuai pengaruh situasi dan kondisi, maka menjadikan akal sebagai barometer utama dalam menjalankan aktifitas keberagamaan, dalam perspektif agama hal itu dapat dikelompokkan layaknya manusia dungu, karena kita terus menerus dikalahkan akal yang tak pernah memberi kepuasan alasan dan jawaban jelas, kita butuh bimbingan agama yang dipandu al Qur`an, al Hadits, Ijma` dan al Qiyas, atau singkatnya, dapat mengikuti apa yang telah diperaktikkan Nabi dalam bentuk kata, perbuatan dan ketetapannya, karena hal itu adalah aplikasi nyata dari ayat-ayat al Qur`an yang telah dikontekstualisasikan mengikuti konsep dasar yang dibutuhkan manusia pada umumnya, lalu diikuti para khulafaur rasyidin, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, yang dilanjutkan para shahabat kemudian para pengikutnya (tabi`in) dan pengikut-pengikutnya (tabi`in attabiin) sampai kemudian kepada para alim ulama yang disebutkan dalam hadist sebagai warasatul anbiya, pada mata rantai terakhir inilah penafsiran tentang siapakah ulama warasatul anbiya banyak diperdebatkan, sama halnya ketika perdebatan dimasa-masa lalu tentang posisi keutamaan para shahabat nabi. Bedanya, kalau ulama, yang diperdebatkan sekitar siapa yang berhak disebut sebagai pewarits anbiya, sementara shahabat berkisar pada siapa diantara mereka yang lebih utama keshahabatannya, dan tentu masih banyak perbedaan substansi lainnya. Jelasnya, dalam kehidupan kita, tidak cukup hanya sekedar berpangku pada akal belaka, karena akal lebih mengarah pada kepuasan nafsu yang tak berkesudahan bila tidak diiringi bimbingan agama. Point ini terkait langsung dengan keyakinan kita dalam beberapa aktifitas keagamaan yang kadang hanya bernilai ta`abbudi saja (penghambaan). dan dilain aktifitas ada banyak yang berbarengan dengan nilai ta`aqquli, sesuai rasio manusia, dari dua kenyataan itu, nilai ibadah yang bersifat ta`abudi saja sering mendapat perlawanan cukup banyak dari sebagian kita yang pro ta`aqquli dan sulit untuk cepat menerima begitu saja, beda halnya dengan aktifitas agama yang menjamak antara keduanya, hal itu lebih mudah diterima setiap kelompok.

*) Free lance Kontributor, Mahasiswa Universitas Al Ahgaff Yaman, Program Syari`ah/IV.

Selengkapnya....

MEDIA DAKWAH ON-LINE BUYA YAHYA

Oleh: Abu Muhammad*

Ustadz Yahya, demikian saya dan teman-teman menyapa. Beliau adalah alumnus Fakultas Syariah Universita al-Ahgaff Yaman, termasuk generasi "as-saabiquun al-awwaluun" yang mengecap tarbiyah di kota penuh berkah Tarim-Hadhramaut. Pertama kali kami berinteraksi secara langsung dengan beliau di pertengahan tahun 2004 adalah ketika kami digembleng dalam kelas persiapan
sebelum akhirnya diterima untuk juga dapat mengecap pendidikan di tempat ustadz kami menuntut ilmu, Fakultas Syariah di Tarim. Yang saya tahu sedikit tentang kepribadian beliau adalah tawadhu' dan penuh disiplin, beliau benar-benar mewanti-wanti kami untuk menggunakan waktu dengan proporsional antara belajar dan aktifitas yang lainnya, selalu berkomunikasi dengan bahasa arab secara aktif sebagai salah satu syiar ke-Islaman, pula kegigihan beliau dalam berdakwah ilallah. Dan kini, setelah kira-kira 5 tahun berpisah dengan beliau, tidak dinyana nama ustadz Yahya semakin dikenal luas masyarakat Indonesia khususnya di sekitar tempat saya berdomisili, Cirebon. Beliau dengan jeli dan telaten berdakwah menggunakan berbagai wasilah modern semisal media internet yang tengah diasuhnya.
Buya Yahya dan Dunia Dakwah Modern
Sebagaimana yang beliau pahami tentang dakwah bahwa dakwah dalam makna mengajak diri dan orang lain kepada kebaikan dan menjauhkan diri dan orang lain dari kemungkaran, boleh dilakukan oleh siapa saja yang merasa bergelar ummat Rasulullah SAW. Siapapun kita baik yang kaya atau miskin, yang pandai maupun yang bodoh selagi umat Rasulullah SAW ia harus ikut berperan aktif dalam program mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kemungkaran.
Dalam upaya mengimbagi gebyar dan gemerlapnya laju kehidupan modern yang dirasa semakin jauh dari nilai-nilai ke-Islaman, Buya Yahya berupaya menghadirkan risalah Rasulullah sebagi cahaya di tengah gelapnya kejahilan dan kelalain masyarakat. Keharusan untuk senantiasa menghadirkan risalaha Rasulullah ini agar seirama dengan setatus kemulyaan umat Rasulullah SAW sebagai (khoiro ummatin ukhrijat linnasi) yakni umat terbaik yang dihadirkan oleh Allah ke muka bumi ini. Mulya karena mambawa cahaya, mengantar cahaya kepada yang membutuhkanya.
Maka sebagai upaya pencapaian setatus "khoiro ummatin ukhrijat linnasi" Buya Yahya bersama al-Bahjahnya menghadirkanlah portal dakwah yang diharapkan dapat menembus sekat pemisah ruang dan waktu yang beralamatkan: www.buyayahya.org
Konten Media Dakwah On-line
Seperti media dakwah pada umumnya, konten tidaklah memiliki perbedaan yang mencolok dengan portal dakwah yang lain. Dimana pengunjung akan disuguhi materi kajian ringan baik tasawuf maupun fiqih serta pemecahan problematika kehidupan sehari-hari, portal buyayahya.org juga menyediakan ruang diskusi Tanya-jawab ditambah jadwal majlis taklim yang menurut informasi beliau mangasuh 29 majlis taklim dalam sebulan di daerah Cirebon dan sekitarnya. Selain memanfaatkan media internet, beliau juga memanfaatkan media radio untuk menyebarkan dakwah di tengah masyarakat yang beliau bina
Diantara jadwal majelis beliau sebagaimana yang tertera di www.buyayahya.org adalah sebagai berikut:
1. Kajian Kitab Bidayatul Hidayah Karya Imam Al Ghozali; Senin malam selasa Pk. 20.00- 21.30 Wib; tempat Masjid Raya At taqwa Alun-alun Kota Cirebon.
2. Tausiah Umum; Selasa Minggu ke 2 (20.00-21.30) Masjid Agung Sumber Jl. Sunan kalijaga Komplek Pemda Kab Cirebon.
3. Kajian Kitab Adabu Sulukil Murid Karya Imam Abdullah Bin Alwi Al Haddad;
Sabtu malam minggu Pk. 20.00- 21.30 Wib Masjid Raya Al Mustaqim Weru Kab Cirebon
4. Tausiah Umum (Program Mutiara Dakwah); Jumat 05.00-06.00 Radio RRI Pro1 Cirebon
5. Majelis Al Bahjah; Sabtu 06.30-07.30 Majelis Al Bahjah Jl. Raya Sendang ( Belakang SDN 1 Sendang )
6. Tausiah Umum (Program Da'i); Sabtu 16.00-17.30 Wib Radio Db Fm Cirebon

Sedangakan jadwal on-air adalah sebagai berikut:
1. Live Masjid Attaqwa Cirebon; Kajian Kitab Bidayatul Hidayah ( Imam Al Ghazali ); Senin Malam Selasa Pk 20.00 s/d 21.30
2. Live Masjid Al Mustaqim Cirebon; Kajian Kitab Adabu Sulukil Murid (Imam Al Haddad); Sabtu Malam Minggu Pk. 20.00 s/d 21.30
3. Live Majelis Al Bahjah; Sabtu Pagi Pk.06.30 s/d 07.30
4. Forum Komunikasi Dakwah; Minggu Pagi Pk. 06.30 s/d 07.30
5. Live RASFM Jakarta; Setiap Rabu Minggu 1 & 3
Dan akhirnya, kafilah dakwah beliaupun terus eksis hingga kini, menebarkan cahaya benderang ilmu agar padam gelapnya jahil di tengah masyarakat kita.

*Fakultas Syariah Universitas Al-Ahgaff, tingkat akhir. Mantan redaksi mading Formil 07/08

Selengkapnya....