PINTU LANGIT

By: COHv




Lalui malam pembukaan pintu langit
Lalui malam penutupan pintu neraka
Apa bumi masih terasa sempit?
Sehingga nafsu malah naik tahta

Sempat ada yang semalam khotam Qur'an
Sempat ada yang pagi tasbih berthowaf di jemari
Sempat ada yang semalam candu layar tancepan
Sempat ada yang pagi molor sepanjang hari

Tuhanku;
Aku mengaku salah
Dan Aku betul lemah
Tapi, setan di sebelah kadang bicara:
Kamu itu manusia sempurna

Tuhanku;
Aku mengaku salah
Dan Aku betul lemah
Jika engkau menolakku
Lalu kemana aku mengadu?
"Aku tidak mau berpaling
Di pintu-Mu aku mengetuk"
Di luar sini aku tampak asing
Mohon diperkenankan masuk

Tuhanku;
Di luar sini begitu dingin
Mohon -oleh rohmat-Mu
hamba dipeluk…


 Mahasiswa Univ. Al Ahgaff tingkat II.
 "….." Di antara tanda petik adalah kutipan dari puisi Chairil Anwar ; Tuhanku.



Selengkapnya....

CINTA




Jika kita mencintai, cinta kita bukan dari diri kita juga bukan untuk kita.
Jika kita bergembira, kegembiraan kita bukan berada dalam diri kita, tetapi berada dalam hidup kita.
Dan jika kita menderita, kesakitan kita tidak tampak dari luka, tapi justru di hati nurani kita.
Karena kita tidak pernah tahu akan kedalaman cinta ini,
sampai pada saat berpisah.

By
El Mu'min

Mahasiswa Univ. Al Ahgaff tingkat IV.

Selengkapnya....

CINTA

Oleh : AsHab

Pancaran pajar hari ini menemani kesendirianku, sejenak terpatri dalam hatiku untuk tuliskan semua yang aku rasakan saat ini dan semua yang telah aku lewatkan di dunia ini, tapi, ketika tangan sudah berada di atas tuts saat itu juga aku tak mengerti apa yang harus kutuliskan?. Berkali-kali aku mencoba menuliskan kata-kata, tapi kata hatiku bukan itu.
Kubiarkan saja dia mengalir seperti air dan aku nikmati kesejukannya seperti aku menikmati indahnya sungai di desaku setiap sore, tapi apa selamanya air mengalir indah? Aku kembali menyimpan tanganku di atas lauhaatulmafatih coba merangkai kata-kata dengan sebisa mungkin dan mencoba menemukan rahasia bisikan hati dan ternyata cinta.


Cinta sebuah kata yang sulit untuk diartikan dan sulit untuk dipahami, tapi semua anak adam mencarinya, entah apa yang dibawanya sehingga membuat mata yang buta bisa melihatnya, kaki yang lumpuh bisa mengejarnya tanpa berlari, tangan yang rapuh bisa menggapainya tanpa menyentuh, sungguh unik tapi tak mengherankan, karena orang bilang itulah cinta.
Lebih dari separuh manusia bumi ingin menjelaskan cinta, tapi semakin mereka berbicara mereka semakin tak mengerti apa itu cinta, dalam film Syakhrul Khan, seseorang menerjemahkan cinta dengan penuh roman keindahan yang tak terjamah mata, tapi, apa dia mengerti ungkapan seorang jendral, "cinta derita tiada akhir"?, lalu sebenaranya apa yang diberikan oleh cinta?, bahagia atau derita?
Ketika beranjak dewasa aku merasakan sesuatu yang baru yang sulit untuk kumengerti, setaip kali aku menatap aku selalu berharap dia ada, setiap aku tidur aku inginkan dia datang dalam dekapan mimpiku, hingga dengan tanpa belajar aku bisa mengerti bahwa rasa itu cinta. Dan tanpa diragukan lagi karena keindahan akan datang ketika aku menatapnya walau dari jarak yang tak mungin aku bisa mendengar suaranya. Inikah cinta?
Sunguh luar biasa, aku dibuat berdebar hebat ketika mulutku yang lancang menumpahkan semua yang aku rasakan kepadanya, dengan mata menatap ketujuh lapis bumi harapkan jawaban datang dari langit menyapa, tubuh terasa berpindah dari belakang sekolah ke kutub utara, berharap aku akan dapatkan kehangatan dari pelukannya, aku berharap dia rasakan getaran ini tapi sebilah pedang seolah menusuk dadaku ketika tangannya yang seharusnya membuatku damai hinggap di pipiku tanpa aba-aba dengan kecepatan tinggi dan didampingi dua kalimat dari bibirnya yang indah, "gila loe!". Perih, hanya itu yang aku rasakan saat itu.
Sejenak aku merenung tentang adanya cinta di tengah keruhnya hatiku, kenapa harus ada cinta jika nantinya akan ada tamparan? kenapa ada cinta jika nantinya hanya akan buatku kecewa? kenapa harus ada cinta jika nantinya aku harus harus merenungi kembali tentang cinta?
Akhirnya, aku tak lagi percaya pada cinta, bila hanya tentang hidup bersama dengan siapapun pasti bisa, dan pasti tidak akan ada tamparan dan dua kalimat busuk yang aku benci.
Detik berlari menemui menit hingga waktu demi waktu aku tenggelam dalam samudra yang dingin, hampa dan sunyi, hanya saja rasa perih itu terus ada dalam benakku, tapi aku tetap tidak peduli cinta, karena aku tak lagi percaya pada keindahannya.
Dalam kesunyian malam sang bulan tak terlihat karena tertutup awan dan hujan, sehingga malam itu terasa menakutkan dan membuatku tak nyaman dibuatnya, mungkin begitu juga cinta yang tertutup oleh mendungnya hati si dia, sehingga yang terlihat adalah perih dan tamparan. Kini aku bisa pahami cinta lebih jauh, cinta adalah cinta, cinta bukan hanya keindahan, cinta tak menjanjikan untuk memiliki, cinta tak butuh jawaban, cinta tak harus penuh dengan kata-kata dan cinta juga bukanlah pertanyaan dan jawaban.
Malam tadi bulan tak terlihat indah. Tapi, apa malam ini dia akan tetap seperti kemarin?. Oh tidak, malam ini bulan begitu indah, cahayanya menembus dedaunan dan dipantulkan oleh air sungai yang mengalir dengan tenang, kini aku kembali merasakan kehadirannya yang pernah tertidur beberapa tahun silam. Sungguh misterius tapi indah, tangan dan kakiku seolah menjamah kehidupan baru di dunia sepiku.
Aku kini hanya bisa mencintai tanpa harus untuk kukatakan karena cinta tak harus ada jawaban, walaupun selalu terbersit dalam hatiku untuk dapat memilikinya dan hidup bersama dalam ikatan cinta yang sesungguhnya, tapi itu tak mungkin karena hanya sekedar namanya saja aku tak tahu, yang kutahu dia bisa tenangkan hatiku ketika aku menatap matanya, damaikan jiwaku ketika aku mendengar merdu suaranya. Aku hanya akan menjadi pecundang sejati, mencintai hanya dengan hati dan menjadi pemuja rahasia.
Sekian lamanya aku mengagumi keindahannya, sehingga terbersit dalam benakku sebuah pertanyaan, "cinta, siapa yang menciptakanmu?", pertanyaan ini selalu hadir dalam benakku ketika keindahannya menjelajahi hatiku. Ah …sudahlah cukup aku hanya ingin mencinta.
Cinta
Beginikah cinta?
Mengapa terasa begitu indah?
Tuhan salahkah hamba mencintainya
Cinta yang belum kumengerti hakikatnya
Ketika aku memujinya aku takut menjadi tak terpuji di mata-Mu
Ketika aku merindunya aku takut aku menjadi tak merindu-Mu
Ketika pujianku buatnya bahagia, aku takut dia lupa siapa yang menciptakannya
Tuhan hanya cinta-Mu yang hakiki yang tak ingin aku ingkari
Hanya dengan naungan indahnya cinta-Mu
Aku harapkan cinta ini cinta-Mu
Izinkan hamba mencintainya demi cinta-Mu
Cinta anak manusia bagian dari kasih sayang-Mu
Hingga indahnya cinta-Mu dicari dari masa ke masa
Tuhan cintaku padanya terasa begitu indah
yang membuat hamba yakin cinta-Mu indah tak tersentuh nalarku
Tuhan ajarkan hamba mencintainya
Cinta yang menunjukan hamba menuju cinta-Mu
Gejolak rindu dari sanubari bagian dari cinta
Tapi, kadang banyak yang tak sadari itu akan menjadi lntera atau petaka
Wahai Pencipta cinta berikan aku cinta-Mu, karena dengannya aku mengerti indahnya berlayar di lautan cinta pada-Mu.
Ajarkan aku cinta
Tunjukkan aku cinta
Berikan aku cinta.


Penulis adalah mahasiswa Univ. Al Ahgaff tingkat II.


Selengkapnya....

KESEPAKATANKU DENGAN EYANG

Oleh: Ahcmed
Buramnya pandangan dari mata yang telah lamur, menyiratkan perjalanan bertahunan yang panjang, delapan dasawarsa yang berlalu telah membuatnya banyak mengerutkan jidatnya yang semakin bergelombang saja. Seperti saat ini, kelopak matanya berkedut, sebuah kebiasaan ketika beliau memikirkan sesuatu, sesuatu yang terkadang tak terduga olehku sendiri, sebagai cucu lelaki satu-satunya.
"Cung, eyang sudah banyak bertanya pada orang-orang kampung sini tentang kebahagiaan sejati, tapi mereka kok tidak kasih jawaban, malah sambat masalah-masalah yang menyusahkan mereka."
Aku hanya terdiam, membiarkan beliau meneruskan kata-katanya, mungkin eyang punya pandangan sendiri tentang kebahagiaan.
"Ris, kok malah nglamun? apa gak dengar perkataan eyang?"
"Ee…., cucu dengar eyang. Tapi.. bukankah eyang lebih tahu dari pada cucu yang masih tunas ini?"
"Hmm, kamu kan anak sekolahan yang juga ngaji di pesantren, mungkin kamu diajari kyai atau ustadz tentang kebahagiaan sejati. Aku yang sejak muda memanggul senjata hanya lulusan SR dan tidak rutin ke surau-surau para kyai, jadi ora salah eyangmu tanya sama cucunya sendiri. lak ngono tho?"
"Inggih eyang," aku jadi teringat seloroh orang barat, entah aku lupa bernama siapa, ia mengatakan bahwa "dunia tak pernah bisa belajar bahkan dari tragedi holocaust sekalipun". Tapi, aku rasa eyang bukan termasuk dalam seloroh pesimisme itu, karena eyang tetap gigih mencari tahu dan terus belajar dalam kehidupannya meskipun beliau telah kenyang pengalaman.
"Tapi maaf eyang, cucu hanyalah santri kawitan, belum banyak yang cucu ketahui. Dan mengenai kebahagiaan sejati, cucu punya pandangan bahwa ketika keinginan dan hasrat telah tercapai dengan tetap selalu dalam bingkai agama, maka itulah kebahagiaan sejati manusia,". Terpaksa aku mencari jawaban sebisaku, biar saja, mungkin eyang berkenan meluruskan jawabanku ini.
Eyang termenung sejenak.
"Hmm, tapi cung, apa aku masih pantas mempunyai hasrat dalam sisa umurku ini?"
Áku terhenyak, seketika aku menyadari perbedaan di antara aku dan eyang. Aku masih anak belasan yang berhasrat, suatu hal biasa yang dialami seumurku. Hanya saja, setiap pemuda berbeda dalam menyikapi hasrat masing-masing, dan pemuda sepertiku yang tersentuh ajaran agama akan menimbang hasrat dengan nilai religinya. Sedangkan eyang bukan sepertiku, beliau telah merasakan itu semua sejak dulu yang lewat. Dan sekarang eyang telah mempertanyakan kepantasannya memiliki hasrat lagi di dunia ini. Oh tidak! apakah ini mengisyaratkan perpisahan eyang dari dunia ini, tempat yang sarat hasrat.
"Eyang benar," ujarku kemudian.
"Tampaknya cucu belum mampu menilai suatu hal dari segala hal."
"Ya, dan kita berdua belum juga menemukan jawabannya sampai sekarang," dawuh eyang gegetun.
Kami sejenak terdiam, menggali hati masing-masing mencari jawaban yang terpendam. Hingga kemudian…
"Faris, maukah kamu carikan untukku jawaban itu? dan aku juga akan menanyakannya pada mereka yang di sana untukmu,".
Eyang menawarkan kesepakatan yang menarik.
"Insya Allah eyang," aku sanggupi saja tawaran ini, meski aku belum faham maksud eyang mengenai 'mereka yang disana' .
Beliau memandangku dalam, namun tampak puas dengan tanggapanku. lalu terlihat senyumannya mengembang dan berkata, "baiklah.., tadi ibumu bilang ke eyang kalo kamu sebentar lagi lulus aliyah. Terus kamu mau melanjutkan ke mana?"
"InsyaAllah ke Yaman eyang, mengikuti nasihat pak kyai. Mohon do'a restu eyang."
"Tentu cung, jika eyang berhasrat lagi, maka kesuksesan kamu adalah hasrat eyang yang terakhir," eyang mengelus kepalaku dengan tersenyum, mata yang lamur itu berbinar.
Hari ini pertemuanku dengan eyang diakhiri dengan pelukan, beliau sempat mengingatkan kesepakatan kami tadi.
"Ingat cung, di Yaman atau di manapun kamu belajar, carikan untukku jawaban itu," bisik eyang.
"Insya Allah... cucu juga penasaran dengan jawaban itu eyang," aku melepas pelukan dengan haru. Kemudian aku berpamitan dengan eyang dan berharap dapat ke sini lagi, bertemu eyang dalam keadaaan yang lebih baik. Allahumma ihfadzhu bi shihhatin wa 'aafiyah.
Namun tampaknya itu adalah pertemuanku yang terakhir sebelum berangkat ke Yaman, karena saat ini aku disibukkan dengan persiapan menghadapi UAN di sekolah. Meski begitu, aku mencoba sesempat mungkin menelepon eyang, untuk sekedar menanyakan kesehatan beliau dan minta do'anya. Aku selalu merasa sebagai cucunya yang paling dekat, mungkin karena aku satu-satunya cucu lelaki, sedangkan cucu eyang yang lain semuanya perempuan.
Hingga tiba saatnya aku berangkat ke Yaman. Entah negeri seperti apa, yang aku tahu dari kyai, Yaman adalah negeri para ulama, terkenal dengan lembah keramatnya, TARIM... negeri selaksa auliya'.

* * *

Lima tahun kemudian...
UMAR BIN SUFYAN 1920 - 2009 M.
Di hadapanku sekarang hanyalah pusara berukir nama eyang. Satu tahun lalu eyang telah wafat, sementara waktu itu aku masih belajar di Yaman, dan baru tiga bulan ini aku kembali, aku sempat merasa terlambat, menyesal tak menemani eyang dalam hari-hari akhirnya.
Tadi malam aku bertemu eyang dalam mimpi. Aku melihatnya tersenyum, wajahnya bersinar, pandangannya binar tapi matanya tidak lamur lagi, aku merasakan beliau amat bahagia. Ya! aku yakin beliau bahagia. Mungkinkah beliau telah mengetahui jawaban itu?.
"Assalamu'alaikum eyang."
"Wa'alaikumussalam."
"Cucu melihat eyang bahagia sekali."
"Iya Ris, dan setelah lima tahun, apakah kamu mendapatkan jawabannya?" Ahh, eyang mengingatkan janjiku lagi.
"Iya eyang, tapi eyanglah yang merasakannya sekarang."
"Benar, tapi aku tidak mencarinya di sini. Mereka mengatakan, aku mendapatkan bahagia sejati karena aku mencarinya ketika aku masih di dunia."
Ya, dan sekarang aku telah mengerti apa yang dimaksud eyang dengan kalimat 'mereka'.
"Jadi cung...," eyang melanjutkan, "pandangan kamu sebenarnya bukan salah, hanya saja teori seperti itu tidak bisa aku lakukan pada saat itu. Tetapi kamu pun telah merasakan teori pandanganmu saat ini," eyang tersenyum mengembang penuh arti.
"Benar eyang," mataku berbinar memandang indahnya tempat eyang, hingga sekejap kemudian beliau telah menghilang dari pandanganku.
Kini aku menyadari, sesungguhnya eyang mengajakku lebih serius dalam kehidupan, karena hidup ini serius, bukan permainan belaka. Dan eyang telah tahu itu sejak semasa hidupnya, hanya saja beliau sengaja memancing kedewasaanku dalam memahami hidup dengan menawarkan kesepakatan dalam pencarian kebahagiaan sejati sejak lima tahun lalu. Itu saja…
Tak terasa mataku terasa hangat, mengambangkan air mata yang hendak tumpah. Sungguh aku terharu mengingat eyang, tentang wejangan-wejangannya, mengingat bahwa kesuksesanku adalah hasrat terakhirnya. bahkan setelah wafatpun beliau masih menepati janji untuk memberitahukan kebahagiaan sejati padaku.
Tiba-tiba tangan halus mengusap air mata di wajahku, seakan tidak ingin aku menangis sendiri, dan mencoba membagi kesedihanku dengannya.
Aku tersadar, kugapai tangan itu, menggengamnya erat. Dan kupandangi wajah pemilik tangan itu. Wajah yang sejak seminggu lalu telah menjadi matahari lain di hari-hariku, juga purnama lain pada malam-malamku. Dialah hasratku, kebahagiaanku. Nyonya Anisah Faris.
Aku berpaling pada pusara ….
"Benar eyang, dia inilah hasratku, kebahagiaanku saat ini. tapi cucumu ini akan berusaha mencari kebahagiaan sejati sebagaimana eyang dapatkan di sana."
"Dan mantu cucumu akan mendampinginya selama pencarian itu," sambung suara lembut Anisah di sisiku.
Lalu kami mengangkat tangan menengadah, berdoa untuk kebahagianku, keluarga baruku, seluruh moyangku, dan kebahagiaan umat Muhammad.
Semoga bertemu mereka yang di sana, orang-orang muflihin, yaitu sebaik-baiknya teman. Amiin...


Penulis adalah mahasiswa Univ. Al Ahgaff tingkat II.


Selengkapnya....

MENYIMAK PER-FILM-AN INDONESIA

By: Chaery W.
Ada ribuan strategi yang dilakoni para orientalis dan misionaris barat untuk menghancurkan umat Islam dunia. Khususnya Indonesia yang notabenenya sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak di bumi, tak diragukan lagi merupakan sasaran utama yang memerlukan perhatian tersendiri. Setelah mereka tahu bahwa mengandalkan kekuatan fisik saja yang tanpa dibarengi dengan siasat otak itu tidak akan mampu membuat umat Islam bertekuk lutut; maka mereka berusaha keras menggunakan liberalisasi pemikiran, budaya dan life-style untuk mengubah corak pemikiran umat Islam yang sejak dahulu terkenal kuat dalam berpegang dengan ajaran agama, sehingga membuat mereka rela berkorban tanpa pamrih demi membela agama dan menjadikan agama sebagai patokan dan rujukan penuh dalam menyelesaikan berbagai problematika hidup.
Saperti apa yang disampaikan Habib Sholeh Al Jufri di auditorium kuliah pada bulan agustus kemarin, setidaknya ada empat poin yang diandalkan barat untuk membelokkan umat Islam dari jalan lurusnya: 1. Narkoba, 2. Olah raga, 3. Makanan, dan 4. Fashion yang dipromosikan lewat pakaian, musik dan film.

 Film
Seperti yang tertera pada judul, di sini penulis hanya akan mengurai seputar problem per-film-an saja. Kalau per-flim-an barat semua sudah tahu, tidak perlu ada tanda tanya lagi di situ. Tetapi sekarang yang mengusik pandangan mata kita adalah per-film-an kita sendiri yang katanya sudah lebih berani dan berhasil melaju pesat mengikuti perkembangan per-film-an barat. Kalau kita mau menyimak judul-judul film seperti: virgin, buruan cium gue, Jakarta under ground, XL (xtra large), DO (drop out), tali pocong perawan, bandung with love, coklat strowbery, arisan, ciuman pertama, selamanya, kawin kontrak, susahnya jadi perawan, inikah rasanya (sinetron), hantu jembatan ancol, basah, quickie xpress, dan seambrek judul semacamnya, setidaknya kita sudah bisa mengambil kesimpulan tentang tujuan inti dan misi utama mereka dalam penggarapan film-film tersebut. Seakan-akan musuh-musuh kita berteriak lantang di muka kita, "hai...tinggalkan tetekbengek ajaran Islam dan totokromo kebudayaan timur, sudah ratusan tahun kamu terjerat dalam ikatannya, terperosok dalam sekamnya, tetapi apa yang kamu peroleh selama itu selain keterbelakangan dan kelemahan dalam segala bidang? Islam sudah tidak relevan di zaman modern ini. Kalau kamu ingin maju dan berkembang ayo bangkit bersama kami, tanggalkan baju lamamu dan segera ganti dengan baju barumu, baju peradaban, pemikiran dan kebudayaan barat."
Sebagai contoh kecil, di sini penulis akan mengkritisi plotnya film DO yang diproduseri oleh Raam Punjabi. Lea yang diperankan oleh Titi Kamal adalah seorang perawan tua yang walaupun memiliki wajah dan tubuh yang lumayan caem, tetapi dia belum laku juga sampai di usianya yang ke-40. Pembaca tahu apa sebabnya? Tak lain adalah karena Lea mulai dari kecil sudah dituntut oleh orang tuanya untuk selalu menghiasi dirinya dengan unggah-ungguh kebudayan timur dan agama khususnya. "Belajar yang serius, jangan jalan bareng dengan cowok apalagi pacaran, jadilah contoh yang baik buat Asri, adik kamu dan masalah jodoh itu sudah ditentukan," begitu nasehat mamanya yang pada akhirnya sangat disesalkan oleh Lea. Di pihak lain Asri yang sudah beberapa tahun pacaran tak sanggup lagi menuggu kakaknya yang menjadi batu penghalang bagi perkawinannya. Menurut adat timur adik perempuan tidak boleh melangkahi kakak perempuannya, itu aib. Lalu untuk menyiasati hal itu Asri harus hamil di luar nikah agar segera dinikahkan oleh orang tuanya.
Di film ini anda juga akan merasakan bagaimana lumrah dan nikmatnya sek bebas yang dicontohkan oleh anak kost. "Asyik terus sampe mampus," begitu pesan Ketek yang akhirnya mati karena over dosis obat kuat. Selain itu anda juga akan melihat skandal perselingkuhan yang coba dilakukan oleh keluarga Pak Marjoko, adegan vulgar, penderitaan dan jungkir balik prinsip hidup Lea demi mendapatkan jodoh, dll.
Contoh lain, film ayat-ayat cinta, masih dengan produser yang sama yang katanya diangkat dari novel reliji karya Habiburrohman el-Shirozi. Di adegan terakhir, anda secara halus akan diceramahi tentang pahit dan sengsaranya hidup berpholigami, maka jangan pernah mencoba untuk berpholigami.
 Kalijaga Dua
Dari kampus ini, penulis mengamati bahwa baru ada satu film yang benar-benar reliji, yakni 'kun fa yakun' dengan produser H. Yusuf Mansur dan sutradara H. Guntur Novaris. Akan ada banyak kritikan yang dihadapi film ini, seperti film ini utopist, selamanya tidak akan bisa dipraktekkan dalam dunia riil, itu sangat sulit, asing dan hanya ada dalam dunia khayalan. Tetapi menurut penulis, jika hal itu memang haq dan benar maka tidak ada hal yang absurd dan mustahil untuk diaplikasikan ke alam praktis, lagi pula Islam muncul pertama kali dalam keadaan asing dan akan kembali asing seperti pada permulaaan.
Sekarang ini Indonesia butuh kepada budayawan-budayawan Islam, kepada Sunan Kalijaga dua, Buya HAMKA dua, Omar Kayam dua, dll. yang siap mendakwahkan Islam lewat pendekatan persuasif mode dan budaya, yang memerangi seminar dengan seminar, buku dengan buku, film dengan film dan budaya dengan budaya. Jika dulu Indonesia pernah mengalahkan basoka Jepang dengan bambu runcing; maka sekarang sangat mungkin untuk kembali mengalahkan budaya negatif barat dengan budaya ketimuran bangsa. Hanya saja, masalah yang kini dipikul Indonesia adalah jumlah para budayawan Islam itu sangat minim, tanah air sedang menunggu kelahiran mereka. Terus pertanyaannya, apakah mereka itu akan muncul dari Mesir sebagai hasil didikan Syaikh Muhamad Abduh?, atau dari Saudi Arabia sebagai didikan Syaikh Al Albani?, atau dari Iran sebagai didikan Syaikh Ayatullah Khumaini?, atau malah mereka itu hanya akan muncul sebagai hasil didikan Sayyidina Al Faqih Al Muqodam dari Hadromaut?!, sebuah kota legendaris yang diyakini oleh sebagian orang sebagai cikal bakal munculnya para wali songo tempo dulu. Wallahu a'lam.


Penulis adalah mahasiswa Univ. Al Ahgaff tingkat II


.

Selengkapnya....