Wanita Berbagai Usia

Gambaran tentang wanita berbeda tergantung usianya.Jika ada tempat di dunia yang bisa mewakini wanita dari berbagai usia maka inilah beberapa diantaranya:



Wanita usia 20 tahun ibarat Afrika yang separuhnya belum tergali dan tergarap.

Wawnita usia 30 ibarat India gemerlap dan misterius.

Wanita usia 40 ibarat Amerika berteknologi canggih.

Wanita usia 50 ibarat eropa,semua tampak kuno

Wanita usia 60 ibarat Siberia ,semua oran g tahu letaknya tapi tak satupun yang mau kesana.

Selengkapnya....

Lentera yang tak pernah padam

Oleh : Saeva*

Kang alif telah memulai menulis sejak tiga jam yang lalu. Tidak tahu mengapa jarinya tidak mau berhenti. Penanya pun terus terayun meliuk-liuk seperti pemain sepk bola yang sedang menggiring bola melewati musuh-musuhnya. Lembar demi lembar terpenuhi dengan goresan hitam.


"Selesai" tiba-tiba kata itu muncul dari mulutnya diikuti dengan gerakan menegakan bahu, yang dari tadi condong mendekatitulisnya, dan mengangkat pena menjauhi kertas. Ia meneliti tulisannya dari halaman satu. Saya sendiri tidak tahu apa yang ia tulis.tapi, dari kebiasaannya, jika ia menulis dengan cepat dan lama, berarti ia menulis cerita. Jika ia menulis sembari senyum-senyum berarti cerita lucu atau pengalaman menarik yang ia alami. Dan jika ia menulis dengan hati-hatisambil sesekali menatap keatas seperti gerakan orang sedang berfikir, berarti ia sengan menulis sesuatu yang ilmiah atau sedang mengerjakan tugas. Hanya saja kebiasaannya selalu meluncurkan kat "selesai" setelah memberi tanda titik terakhir pada tulisannya adalah sama. sepertinya kali ini ia menulis sesuatu yang beda dari hari-hari sebelumnya. Karena ekspresinya saat menulis tidak sama dengan kebiasaan yang saya sebutkan tadi.

Setelah selesai meneliti dan membetulkan beberapa kesalahan, menarik nafas panjangdan menghembuskannya dengan panjang pula.ia menggerakan kepalanya ke kiri dan e kanan untuk menghilangkan ketegangan di leher. Kemudian ia merebahkan diri di ranjang yang ada di belakangnya sambil menatap atap yangberwarna putih. Setelah lima menit, tiba-tiba hp-nya berdering..

" assalamaualikum.."sapanya untuk memulai pembicaraan. Kemudian ia tampak mendengarkan orang yang di seberang sana berbicara. Tak lama kemudian ia menjawab :
"ia.. semuanya sudah siap. Tinggal diketik… besok aku bawa ke kampus. Kamu tunggu aja di bawah pohon beringin ditaman sebelah utara kampus."
"ia, sama-sama"
"waalikumussalam"

Saya tidak tahu persis siapa yang baru saja meneleponnya. Tapi,dari pembicaraannya saya yakin kalau orang itu ada hubungannya dengan tulisan yang baru saja ia buat. Setelah semua tu, akhirnya kang alif pergi ke kamar mandi. Saya tidak tah apa yang ia lakukan. Biasanya, jika sebelum tidur ia akan ke kamar mandi untuk wudhu kemudian shalat sunah dan membaca surat almulk. Ternya kali ini pun sama, ia wudhu sholat dan membaca surta almulk. Setelah selesai ia siap untuk tidur sambil jemarinya memutar tasbih dan bibirnya komat-kamit membaca sholawat hingga ruhnya naik ke Arsy Robna.

Kejadian itu adalah seminggu yang lalu. Pada keesokan hariya, setelah pulang dari kampus, ia tampakberubah drastic. Ia tidak lagi kelihatan menulis. Ia jarang menyapa kami. Ia hanya sering menangis di sholat malamnya yang kii semakin bertambah panjang. Alquran terus ia baca setiap kali ada waktu luang. Dan saya baru sadar kalau ia tak lagi berangkat ke kampus sejak hari itu. Ada apa gerangan dengan kang alif? Hanya ia dan Allah swt yang tahu kalau ternyata yang ia tulis adalah surat lamaran pinangan sahabatnya terhadap seorang wanita yang baru ia ketahui pada hari itu ternyata wanita itu adalah dambaannya sejak dua tahun terakhir.memang sahabatnya tidak tahu bahwa alif menyukai perempuan hafidhoh itu. Dan tak seorangpun tahu, karena sifatnya yang arif, sopan dan supel membuat semua sahabatnya memahami secar lahiriah bahwa ia tidak menaruh hati pada siapapun teman sekampusnya. Posisinya sebagai imam musholla kampusmembuat para wanita segan untuk mencoba merayu atau sekedar PDKT. Sebagai sahabat yang baik, ia takan menggagalkan rencana tunangan sahabatnya hanya karena ambisi pribadinya. Dan ia memilih menenangkan diri dengan munajat pada Robbnya, memperpanjang sholat malam dan memperbanyak baca Alquran. Hingga seminggu inisaya tidak pernah tah, kang alif sedang mengobati luka yang bisa dikatakan tidak setiap orang bisa selamat darinya. Dan saya pun tak pernah tahu. Karena kang alif tidak ingin ada orang yang tahu bahwa sahabatna telah memangkas tunas harapannya. Biar ia sendiri yang menikmatinya. Biar Allah yang memberi balasannya. Biar sahabatnya bahagia.
Sebulan kemudian, kang alif datang memenuhi undangan sahabatnya untuk memberikan ucapanselamat berbahagia untuk mengukuhkan hatinya bahwa jodohnya adalahwanita lain yang lebih baik pilihan Robbnya. Senyumpun enggan meninggalkan bibirnya yang semakin menambah berseri wajahnya.
05/06/2009

*Mahasiswa Al-Ahgaff, Mustawa IV

Selengkapnya....

Tujuan Mendirikan Halaqoh Taklim

(bagian 5 : Tujuan Yang Pertama)
Oleh : Musa

Setelah pada halaqoh-halaqoh yang telah lalu kita membahas muqoddimah dari kitab "Maqoshid Halaqotta'lim wa wasailuha", kita akan mulai membahas dari tujuan yang pertama dan cara untuk mewujudkan tujuan ini.
Tujuan yang pertama dari mendirikan halaqoh ta'lim adalah
"Menanamkan keagungan agama Islam dalam hati setiap pelajar." Sebenarnya, keagungan agama Islam memang harus ada di hati setiap muslim. Karena orang muslim yang hatinya tidak tunduk sepenuhnya pada agama Islam, masih diragukan keislamannya. Meskipun ia mengerjakan lima rukun Islam. Tidak sedikit umat Islam yang mengerjakan kewajiban-kewajiban itu dengan terpaksa. Lebih-lebih kewajiban yang berkaitan dengan harta benda, zakat. Andaikan dalam hati mereka ada rasa hormat dan ketundukan yang total, niscaya kewajiban-kewajiban itu akan dikerjakan dengan penuh keikhlasan.
Jika setiap orang awam wajib mengagungkan agama Islam, maka kewajiban ini lebih ditekankan bagi kaum terpelajar. Karena kaum terpelajar dengan ilmunya telah mengetahui sisi-sisi keagungan agama Islam. Disamping itu, kaum terpelajar adalah sebagai percontohan bagi orang awam, sebagaimana para Nabi menjadi contoh bagi umatnya. Seperti yang telah diterangkan dalam hadits "kaum terpelajar (ulama) adalah pewaris para Nabi."

Makna mengagungkan agama Islam
Apakah makna sikap mengagungkan agama Islam sebagaimana yang diharapkan dari pendirian halaqoh ta'lim? Cara mengagungkan agama Islam adalah dengan memposisikannya sebagai agama yang sangat tinggi dan mulia, menerapkan segala ajaran-ajarannya secara totalitas, merasa bertanggungjawab atas keberadaannya dengan terus menebarkan kesyi'arannya, berkorban jiwa dan raga untuk kepentingan-kepentingannya, membelanya dari gangguan orang luar. Dengan kata lain mengagungkan agama Islam adalah mengibarkan panji-panjinya dengan bangga, baik di dalam dada, di keluarga maupun di lingkungan masyarakat.
Semua sikap diatas tidak akan terwujud dalam diri seseorang tanpa melalui pendidikan (tarbiah) dengan segala jenisnya. Baik pendidikan keluarga, lingkungan maupun pendidikan di instansi-instansi resmi. Karena orang yang tidak mengenal sesuatu tidak akan dapat mencintainya, apalagi mengagungkannya. Oleh sebab itu, kita perlu mengenalkan Islam kepada seluruh masyarakat melalui halaqoh ta'lim yang kita dirikan. Dengan harapan agar keagungan agama Islam tertanam di setiap dada insan muslim.

Metode Untuk Menanamkan Keagungan Agama Islam
Ada beberapa cara yang perlu ditempuh pendiri atau penyelenggara halaqoh ta'lim untuk merealisasikan tujuan yang pertama ini. Diantaranya adalah :
1. Sebaiknya para penyelenggara halaqoh ta'lim menampakkan sikap-sikap yang agung dalam ucapan, perbuatan dan tingkah lakunya, agar sikap ini disaksikan oleh para peserta halaqoh ta'lim. Sehingga mereka dapat meniru serta menerapkannya. Hal itu dapat terlihat pada saat dia mengucapkan Lafadh Jalalah (Allah), hatinya dipenuhi dengan rasa hormat dan cinta yang sangat dalam, disertai dengan pengucapan sifat-sifat keagungan Allah swt semisal : jalla jalaluhu, azza wajalla, subhanahu wata'ala dan jalla fii 'ula. Diantara sikap agung dalam ucapan penyelenggara ta'lim adalah ketika menyebutkan nama Nabi Muhammad saw atau Nabi-nabi yang lain disertai dengan kata sayyid (tuan), disertai rasa kecintaan dan mendoakan sholawat serta salam untuk mereka dan keluarga mereka. Begitu juga ketika menyebutkan nama seorang alim ulama, maka harus disertai dengan mendoakan ridho serta rahmat Allah swt untuk mereka.
2. Dengan memperbanyak mengingat akhirat serta segala sesuatu yang akan terjadi disana, semisal balasan setiap amal perbuatan.
Cara ini digunakan untuk memberi motivasi kepada para peserta halaqoh ta'lim dalam mengerjakan amal-amal kebaikan dan menjauhi gemerlap kehidupan dunia. Dengan mengingatkan mereka akan hal ihwal hari kiamat sebagai hari pembalasan, jiwa mereka akan merasa menyesal atas dosa-dosa, merasa sangat membutuhkan ampunan dan rahmat Allah swt serta merasa sudah saatnya kembali kepada Allah swt Penguasa hari pembalasan. Dengan demikian, ketika mereka kembali dari halaqoh ta'lim, hati mereka dipenuhi dengan rasa tanggungjawab yang tinggi akan perbuatan-perbuatan yang telah, sedang dan akan ia kerjakan. Semangatnya untuk mengerjakan kebaikan kembali berkobar setelah sempat terpadamkan oleh air dosa-dosa yang mengguyur dari berbagai arah.
3. Dengan mengulang-ulang kisah-kisah para Nabi dan orang-orang sholeh.
Dalam kisah para Nabi dan salafus sholih ada hikmah-hikmah dan pelajaran penting yang dapat kita petik. Karena kisah kehidupan mereka diliputi dengan teladan dan rahasia-rahasia Allah swt. Keberhasilan metode ini telah terbukti dengan keberhasilan Al-Quran dalam mengingatkan orang-orang kafir. Sehingga tidak sedikit dari mereka masuk Islam setelah mendengar kisah para Nabi saw.
4. Mengulang-ulang pembicaraan tentang agama Islam sebagai pemberian paling agung dari Allah swt terhadap umat manusia. Dengan agama inilah kebahagiaan abadi, ketinggian derajat serta keselamatan dari api neraka akan kita gapai. Dan kehidupan dunia tidak ada artinya jika dibandingkan dengan segala sesuatu yang ada di sisi Allah swt.
Dengan membicarakan pemberian Allah swt, kita telah bersyukur kepada Allah swt atas karunia-Nya. Karena membicarakan kenikmatan yang kita terima adalah salah satu dari jenis syukur dengan lisan. Dengan membicarakan nikmat pula kita semakin merasa berhutang dan sudah sepantasnya senantiasa mengerjakan apa yang telah menjadi kewajiban kita.
Dengan membicarakan tentang agama Islam yang membawa kita pada kebahagiaan abadi, ketinggian derajat serta keselamatan dari api neraka, diharapkan para peserta halaqoh lebih merasa yakin akan ajarannya dan lebih gigih dalam mempelajarinya.
5. Menyimak dengan seksama setiap pembacaan ayat Al-Quran. Tidak menyentuh Al-Quran kecuali dalam keadaan suci. Bahkan dianjurkan untuk menjaga kesucian selama halaqoh berlangsung dan dalam keadaan apapun.
Point ini mengajarkan kepada kita agar benar-benar mengagungkan Al-Quran dengan menyimak secara hikmat ketika ia dibaca, dan tidak menyentuhnya ketika kita dalam keadaan hadats. (bersambung Insya Allah swt).

Selengkapnya....

Kontekstualisasi Rahmatan Lil `Alamin

Dari Nabi Muhammad Untuk Ummat

Oleh: Umamelsamfanie*


Rahmah, atau bila ditranslit bebas berbahasa Indonesia keseharian, bermakna kasih sayang. Seperti kita ketahui bersama, bahwa nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq, "innama buitstu li utammima makarimal akhlaq", dalam al Quran ditegaskan pula "innaka la `ala khuluqin adzim", dan banyak lagi ayat lain yang mengisyaratkan hal itu.
Pada dasarnya, lafadz "rahmah" adalah titik sentral sukses penyebaran agama islam di muka bumi ini, hal itu berpangkal pada firman Allah subhanahu wa ta`ala "inna arsalnaka rahmatan lil alamin" yang melahirkan dua pokok pengertian; Pertama, tentang proses penyempurnaan karakter atau akhlaq mulia. Kedua, posisi dan fungsi nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang berperan sebagai promotor nilai kasih sayang tersebut. Dari dua titik inilah, islam dengan segala target utamanya disosialisakan sejak empat belas abad lalu sampai kini, artinya, islam bukan sekedar ingin mewujudkan perdamaian semata tanpa mengindahkan nilai belas kasih sayang ketika menyebarkannya. Prinsip yang dianut adalah menyebar perdamaian dengan kedamaian yang penuh cinta, kasih sayang dalam mewujudkan cita-cita mulia itu. Kemudian hal penting yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah, apa yang dimaksud dengan rahmah atau belas kasih sayang dalam perspektif agama islam?

Rahmah dalam perspektif Islam
Terlepas dari kooptasi pengertian bahasa yang hanya melingkupi bagian terkecil dari sekian tujuan utama lafadz rahmah, secara umum, rahmah atau apapun arti padanannya, yang pasti ia bukan kalimat cinta kasih sayang yang kebablas dan tanpa aturan jelas, pun juga tidak hanya terbatas pada pemahaman temporal. Rahmah dalam konteks agama, adalah nilai kasih sayang yang tetap mengindahkan aturan syariat yang berlaku sesuai petunjuk agama, ambil contoh misalnya; Ketika ada seorang dengan semena-mena datang menghampiri pembaca, kemudian mencaci maki, lalu merampas harta benda yang jelas-jelas bukan hak miliknya, memukul, mengancam, melempari muka dengan batu, memberi hadiah bogem mentah, meludahi atau menampar wajah, dan bentuk penganiayaan serta kekerasan tak berprikemanusian lainnya, lantas dengan alasan hak asasi atau demi nilai belas kasih sayang sebagaimana pengertian umum firman Allah subhanahu wa ta`ala "inna arsalnaka rahmatan lil `alamin", lalu pembaca diam pasrah tak melawan dan menerima begitu saja tindakan amoral tersebut dengan dalih dzahir ayat tersebut. Tentu kita harus bertanya kembali apa sesungguhnya makna ayat itu?, bagaimanakah semestinya kita mengimplementasikan dalam kenyataan? inilah yang banyak disalah tafsirkan, ada sebagian kita menyalahkan kekerasan yang dilakukan seseorang dengan dalih ayat "rahmah" ini secara serampangan dan apa adanya, ada yang memaknai tujuan ayat tersebut dengan banyak versi sesuai tujuan masing-masing kelompok, sehingga dengan dalih makna ayat sesuai versi makna yang diyakini itu pulalah, seseorang bertindak beda, walaupun kenyataannya banyak tindakan yang tidak seperti difahami mayoritas kita, sebagaimana realitas yang kini banyak terjadi, sekadar contoh saja: bila kita ditanya sepintas kilas, kalau ada orang dipotong tangannya atas dasar teks agama, dimanakah menurut penulis nilai belas kasihan agama padanya, dimana letak nilai kerahmatan islam untuk seru alam semesta?, sekilas kontradiktif bukan?!.

Tapi, coba kita pahami alasan berikut ini: Bila ada seseorang dengan keringat membasahi badannya, ia telah lelah, letih, bekerja keras tak kenal siang dan malam, ia bekerja banting tulang, -meminjam istilah Zainuddin MZ.-, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, ia rela dengan semua itu hanya untuk mendapatkan sesuap nasi, sepeser uang demi menyambung hidup keesokan hari, namun keringat belum kering, uang yang didapat yang mestinya mampu mengembalikan semangat kerjanya untuk terus bertahan hidup, dengan tanpa perasaan, semua itu dirampas oleh seorang penjambret bertopeng ala ninja, dengan sebilah kapak merah seraya membentak dan mengancam mati, tidak sampai di situ, tindakan premanisme tersebut dilanjutkan aksi melukai bagian punggung korban, bahkan untuk lolos dari kepungan masyarakat, penjambret berani beraksi nekat dan lebih bejat lagi dengan menabrakkan sepeda motornya pada korban yang berprofesi pekerja serabutan itu, pelaku tidak ambil pusing dengan umur korban yang sudah udzur, dan sikorban harus jatuh tersungkur, bersimbah darah segar, sementara uang hasil jerih payahnya hilang dibawa kabur manusia berotak hewan itu, sungguh sial betul nasib yang dialaminya.

Jika gambaran kasus ini ditanyakan pada korban, besar kemungkinan secara sepontanitas, ia akan berkata: … dasar penjambret, tidak tahu rasa kasihan, manusia tidak berperasaan, itulah kiranya jawaban spontan yang penulis yakini. Alasan penulis dengan kesimpulan jawaban itu cukup sederhana, karena penjambret tidak lagi berprikemanusiaan sebagaimana diajarkan pancasila, ia bukan hanya melanggar dalil al Qur`an dan al Hadits, ia bahkan melanggar batas rasio normal manusia, ia tidak mengenal indahnya cinta perdamaian, ia tidak belas kasihan, sungguh dimanakah nilai kerahmatan sipenjambret pada sikorban?

Karenanya, Pantas jika al Quran demi tegaknya normalisasi akal dan nilai kemanusiaan yang sejati, lalu dengan tegas mewajibkan bagi pencuri yang sudah memenuhi syarat-syarat menurut hukum syari`at islam harus di"potong tangan". Lalu masih sangsikah sangsi ini jika dihadapkan pada realitas kehidupan yang amat kejam seperti dialami banyak korban penjambretan di kota metropolitan, atau korban kekerasan tak beradab lainnya?!, Sementara pencuri yang terang-terangan mengancam jiwa kian marak beraksi, bahkan sudah tidak segan lagi mengancam keselamatan jiwa, disinilah rahmah dalam persepsi agama harus dipertimbangkan kontekstualisasinya. Bukankah guru tatkala memberi sangsi pada murid yang tidak mengerjakan tugas pelajaran, hal itu demi tujuan kebaikan simurid itu sendiri? Itulah rahmah dalam persepsi agama, bukan kasihan yang tak berlandaskan tujuan demi mewujudkan cita mulia, bila kita yakin islam datang demi sebuah perdamaian dunia, maka semua tindakan yang mengarah pada kerusakan dimuka bumi harus dihapuskan.

Rahmah dalam islam adalah mewujudkan cita melalui cinta, bukan pengrusakan dan penistaan harga diri, satu diantara kecintaan serta kerahmatan islam terkait kasus pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan lain sebagainya adalah dengan menegakkan hukum yang mengatur hal itu- tentu harus melalui tahapan-tahapan-, tahapan itu penting ditegaskan di sini untuk mewujudkan rasa aman dan damai bagi semua orang, karena pelaku kerusakan di muka bumi pada prinsipnya harus dienyahkan, mereka harus diperangi dengan cara yang tidak menimbulkan efek kerusakan yang lebih parah, tapi mampu membuat jera pelaku, agama menyerukan hal itu, namun proses demi proses menuju tindakan hukum yang berefek besar itu harus melalui jalur normative dan hukum yang benar sesuai aturan syariat, sehingga tidak membentur tembok kokoh yang sudah jelas pondasi hukumnya, menegakkan keadilan harus berasas adil, memerangi tindakan pengrusakan harus dengan tidak menimbulkan efek kerusakan lebih besar, mewujudkan cita harus dengan empati dan rasa cinta, memimpikan tegaknya hukum dan kebenaran harus melalui kebenaran pula, bukan rekayasa, itulah prinsip dasar rahmah yang harus diketahui sebelum memutuskan tindakan atas nama agama.

Jika dalam aturan hukum islam telah dijabarkan bahwa tindakan brutal harus dienyahkan dari muka bumi, maka implementasi untuk tujuan hukum itu sudah tidak lagi berurusan dengan perasaan dan keterkaitan emosi antara sesama manusia, karena dalam persepektif agama tidak hanya menggunakan pertimbangan kemashlahatan rasional semata, tapi ada nilai ta`abbudi dan ta`aqquli dilain sisi yang harus dianut, artinya apakah rasional atau tidak menurut kita, jika aturan yang mewajibkan manusia untuk melakukan hal tertentu dalam konteks agama, maka hal itu harus dilakukan dan ditegakkan, ta`abbudan lillahi ta`al'a ( sebagai bentuk penghambaan kita pada Allah). Yang paling penting diperhatikan adalah; Bagaimana kita dapat melaksanakannya penuh tanggungjawab, dengan melalui tahapan-tahapan prinsip yang telah dijabarkan dalam berbagai macam referensi keagamaan, bukan mengingkari kewajiban hal itu atau bahkan menegasikannya secara total, yang dengan tegas telah disebutkan dalam sumber dasar hukum agama; al Qur`an dan al Hadits, serta telah dijabarkan melalui tafsir-tafsir yang kontekstual dalam banyak reference keagamaan.

Pembaca…, Bukankah Negara kita sudah biasa mengekskusi para perusak tatanan nilai kemanusiaan atas dasar hukum positif? apa bedanya menyebut qishah dengan ekskusi mati pelaku criminal untuk tingkatan pengrusakan yang berakibat kecelakaan tertentu?. Masih tidak yakinkah kita dengan kebenaran islam? atau sekali lagi, apakah karena kemunafikan berdalaih "rahmatan lil alamin" yang diissukan tidak pada tempatnya, lalu kita mementahkan substansi hukum islam? Kalau semua prilaku yang merugikan masyarakat umum harus dilindungi terus-menerus dan dianulir dengan rasa kasihan, padahal agama telah memberi rambu hukum yang jelas demi melindungi kenyamanan manusia, maka menurut penulis, muslim Indonesia sejak lama telah berada pada jalan bengkok yang sampai sekarang belum sempat diluruskan, kita menginginkan Negara yang makmur, adil, sejahtera, aman dan sentosa, terjemah bahasa jawanya: gemah ripah loh jinawi, toto tentrem raharjo, atau kaum santri akrab menyebut; baldah toyyibah wa rabbun ghafur. Tapi harapan itu terlalu idealis sekali, kalau untuk memahami kewajiban potong tangan dan qishas saja harus terus diperdebatkan keabsahannya, dipersangsikan validitas tafsirnya, sementara di lain ranah, hukum yang jelas dibenarkan agama, seperti poligami, pernikah dini dan sirri yang telah memenuhi syarat menurut ulama madzahib terus disoal dan dipertentangkan dengan alasan melanggar hukum Negara atau hak asasi manusia, bias gender, dan lain sebagainya.

Mungkin ada juga sebagian pembaca yang bertanya-tanya, kenapa Indonesia sebagai negera berpenduduk muslim mayoritas, hukum negaranya pada sebagian praktik keagamaan sering bertentangan, ini aneh, mestinya selaras atau setidaknya tidak bertolak belakang mengingat penduduknya yang mayoritas muslim, apalagi hal-ihwal yang bersifat ahwal syahsiyat, seperti pernikahan dini atau ta`addud zaujat (poligami)?. Bagi penulis realitas hukum Negara kita menjadi sering bertentangan dengan prinsip asasi islami, lebih karena kurangnya pemahaman holistic terhadap tuntunan dan tuntutan agama, terputusnya informasi keagamaan antara ulama dan umara (penguasa), dan banyaknya pemahaman trans yang berusaha diakomodir melebihi batas proporsional. Nah, berpangkal mula dari hal yang tidak berdasar pengetahuan secara menyeluruh itulah, perasaan kasihan, melanggar hak asasi manusia, hukum islam tidak tidak relevan, kurang ramah, menghapus hak anak-anak, bias gender, anti persamaan dan argument apologis hukum wadh`i lainnya terus diopinikan dan dibangun sebegitu rupa untuk menutupi kemunafikan, sejatinya kita sudah meyakini semua itu, tapi nafsu dan ajakan kebatilanlah yang sering membawa kita tak berdaya untuk mempraktikkan tuntutan agama yang sesungguhnya mudah dan tak perlu banyak pertimbangan, jika kita juga mengikutinya sesuai procedural yang mengatur hal itu sebagaimana dijelaskan dalam reference hukum-hukum agama.

Pembaca…, dalam hati penulis terbetik kata, mungkin perspektif agama yang dikemukakan ini akan dituding sebagai pemikiran radikal, wacana gawat darurat atau transformasi pemahaman tekstualis-skriptual yang akan mengancam kerahmatan islam dimuka bumi, tapi..., bersabarlah sejenak dan mari kita teruskan membaca terlebih dahulu, kemanakah arah yang akan penulis tuju?. Sesungguhnya Islam bukan agama anti perdamaian, justru islam adalah substansi damai itu, kedamaian yang ditargetnya bukan hanya di dunia fana, tapi juga di akhirat kelak, karena itu, islam adalah kedamaian sebagaimana yang banyak dipersepsikan akal pikir manusia, ia bukan pula anti cinta dan kasih sayang, tapi seperti apakah kedamaian dan prinsip cinta serta kasih sayang dalam islam itulah yang perlu ditegaskan. Islam adalah agama yang jelas aturan dan sumber hukumnya, ia memiliki konsep dasar final dalam segala aspek, mulai dari keyakinan, hubungan social-kemasyarakatan, politik, budaya dan aktifitas kemanusian lainnya, ia bukan lembaga tempaan manusia yang tata hukumnya bisa dikondisikan sesuai waktu dan tempat, sehingga dapat diatur sebutuhnya saja. Bagi islam, praktik rahmah harus diaplikasikan tepat waktu, tempat dan siapa pelaku serta obyeknya, sehingga sebagai muslim kita tahu posisi, kapan kita harus mengasihi, menyayangi, mencintai dan berdamai sesuai bimbingan islam, begitupun sebaliknya. Jadi sudah ada waktu, tempat yang pas untuk semua itu.

Tentang peran akal manusia, kita tidak mengingkari pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan melalui media akal, tetapi kita tetaplah manusia yang berakal biasa, bukan manusia luar biasa, kemampuan akal kita tetap terbatas ruang dan waktu, bisa berubah sesuai pengaruh situasi dan kondisi, maka menjadikan akal sebagai barometer utama dalam menjalankan aktifitas keberagamaan, dalam perspektif agama hal itu dapat dikelompokkan layaknya manusia dungu, karena kita terus menerus dikalahkan akal yang tak pernah memberi kepuasan alasan dan jawaban jelas, kita butuh bimbingan agama yang dipandu al Qur`an, al Hadits, Ijma` dan al Qiyas, atau singkatnya, dapat mengikuti apa yang telah diperaktikkan Nabi dalam bentuk kata, perbuatan dan ketetapannya, karena hal itu adalah aplikasi nyata dari ayat-ayat al Qur`an yang telah dikontekstualisasikan mengikuti konsep dasar yang dibutuhkan manusia pada umumnya, lalu diikuti para khulafaur rasyidin, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, yang dilanjutkan para shahabat kemudian para pengikutnya (tabi`in) dan pengikut-pengikutnya (tabi`in attabiin) sampai kemudian kepada para alim ulama yang disebutkan dalam hadist sebagai warasatul anbiya, pada mata rantai terakhir inilah penafsiran tentang siapakah ulama warasatul anbiya banyak diperdebatkan, sama halnya ketika perdebatan dimasa-masa lalu tentang posisi keutamaan para shahabat nabi. Bedanya, kalau ulama, yang diperdebatkan sekitar siapa yang berhak disebut sebagai pewarits anbiya, sementara shahabat berkisar pada siapa diantara mereka yang lebih utama keshahabatannya, dan tentu masih banyak perbedaan substansi lainnya. Jelasnya, dalam kehidupan kita, tidak cukup hanya sekedar berpangku pada akal belaka, karena akal lebih mengarah pada kepuasan nafsu yang tak berkesudahan bila tidak diiringi bimbingan agama. Point ini terkait langsung dengan keyakinan kita dalam beberapa aktifitas keagamaan yang kadang hanya bernilai ta`abbudi saja (penghambaan). dan dilain aktifitas ada banyak yang berbarengan dengan nilai ta`aqquli, sesuai rasio manusia, dari dua kenyataan itu, nilai ibadah yang bersifat ta`abudi saja sering mendapat perlawanan cukup banyak dari sebagian kita yang pro ta`aqquli dan sulit untuk cepat menerima begitu saja, beda halnya dengan aktifitas agama yang menjamak antara keduanya, hal itu lebih mudah diterima setiap kelompok.

*) Free lance Kontributor, Mahasiswa Universitas Al Ahgaff Yaman, Program Syari`ah/IV.

Selengkapnya....

MEDIA DAKWAH ON-LINE BUYA YAHYA

Oleh: Abu Muhammad*

Ustadz Yahya, demikian saya dan teman-teman menyapa. Beliau adalah alumnus Fakultas Syariah Universita al-Ahgaff Yaman, termasuk generasi "as-saabiquun al-awwaluun" yang mengecap tarbiyah di kota penuh berkah Tarim-Hadhramaut. Pertama kali kami berinteraksi secara langsung dengan beliau di pertengahan tahun 2004 adalah ketika kami digembleng dalam kelas persiapan
sebelum akhirnya diterima untuk juga dapat mengecap pendidikan di tempat ustadz kami menuntut ilmu, Fakultas Syariah di Tarim. Yang saya tahu sedikit tentang kepribadian beliau adalah tawadhu' dan penuh disiplin, beliau benar-benar mewanti-wanti kami untuk menggunakan waktu dengan proporsional antara belajar dan aktifitas yang lainnya, selalu berkomunikasi dengan bahasa arab secara aktif sebagai salah satu syiar ke-Islaman, pula kegigihan beliau dalam berdakwah ilallah. Dan kini, setelah kira-kira 5 tahun berpisah dengan beliau, tidak dinyana nama ustadz Yahya semakin dikenal luas masyarakat Indonesia khususnya di sekitar tempat saya berdomisili, Cirebon. Beliau dengan jeli dan telaten berdakwah menggunakan berbagai wasilah modern semisal media internet yang tengah diasuhnya.
Buya Yahya dan Dunia Dakwah Modern
Sebagaimana yang beliau pahami tentang dakwah bahwa dakwah dalam makna mengajak diri dan orang lain kepada kebaikan dan menjauhkan diri dan orang lain dari kemungkaran, boleh dilakukan oleh siapa saja yang merasa bergelar ummat Rasulullah SAW. Siapapun kita baik yang kaya atau miskin, yang pandai maupun yang bodoh selagi umat Rasulullah SAW ia harus ikut berperan aktif dalam program mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kemungkaran.
Dalam upaya mengimbagi gebyar dan gemerlapnya laju kehidupan modern yang dirasa semakin jauh dari nilai-nilai ke-Islaman, Buya Yahya berupaya menghadirkan risalah Rasulullah sebagi cahaya di tengah gelapnya kejahilan dan kelalain masyarakat. Keharusan untuk senantiasa menghadirkan risalaha Rasulullah ini agar seirama dengan setatus kemulyaan umat Rasulullah SAW sebagai (khoiro ummatin ukhrijat linnasi) yakni umat terbaik yang dihadirkan oleh Allah ke muka bumi ini. Mulya karena mambawa cahaya, mengantar cahaya kepada yang membutuhkanya.
Maka sebagai upaya pencapaian setatus "khoiro ummatin ukhrijat linnasi" Buya Yahya bersama al-Bahjahnya menghadirkanlah portal dakwah yang diharapkan dapat menembus sekat pemisah ruang dan waktu yang beralamatkan: www.buyayahya.org
Konten Media Dakwah On-line
Seperti media dakwah pada umumnya, konten tidaklah memiliki perbedaan yang mencolok dengan portal dakwah yang lain. Dimana pengunjung akan disuguhi materi kajian ringan baik tasawuf maupun fiqih serta pemecahan problematika kehidupan sehari-hari, portal buyayahya.org juga menyediakan ruang diskusi Tanya-jawab ditambah jadwal majlis taklim yang menurut informasi beliau mangasuh 29 majlis taklim dalam sebulan di daerah Cirebon dan sekitarnya. Selain memanfaatkan media internet, beliau juga memanfaatkan media radio untuk menyebarkan dakwah di tengah masyarakat yang beliau bina
Diantara jadwal majelis beliau sebagaimana yang tertera di www.buyayahya.org adalah sebagai berikut:
1. Kajian Kitab Bidayatul Hidayah Karya Imam Al Ghozali; Senin malam selasa Pk. 20.00- 21.30 Wib; tempat Masjid Raya At taqwa Alun-alun Kota Cirebon.
2. Tausiah Umum; Selasa Minggu ke 2 (20.00-21.30) Masjid Agung Sumber Jl. Sunan kalijaga Komplek Pemda Kab Cirebon.
3. Kajian Kitab Adabu Sulukil Murid Karya Imam Abdullah Bin Alwi Al Haddad;
Sabtu malam minggu Pk. 20.00- 21.30 Wib Masjid Raya Al Mustaqim Weru Kab Cirebon
4. Tausiah Umum (Program Mutiara Dakwah); Jumat 05.00-06.00 Radio RRI Pro1 Cirebon
5. Majelis Al Bahjah; Sabtu 06.30-07.30 Majelis Al Bahjah Jl. Raya Sendang ( Belakang SDN 1 Sendang )
6. Tausiah Umum (Program Da'i); Sabtu 16.00-17.30 Wib Radio Db Fm Cirebon

Sedangakan jadwal on-air adalah sebagai berikut:
1. Live Masjid Attaqwa Cirebon; Kajian Kitab Bidayatul Hidayah ( Imam Al Ghazali ); Senin Malam Selasa Pk 20.00 s/d 21.30
2. Live Masjid Al Mustaqim Cirebon; Kajian Kitab Adabu Sulukil Murid (Imam Al Haddad); Sabtu Malam Minggu Pk. 20.00 s/d 21.30
3. Live Majelis Al Bahjah; Sabtu Pagi Pk.06.30 s/d 07.30
4. Forum Komunikasi Dakwah; Minggu Pagi Pk. 06.30 s/d 07.30
5. Live RASFM Jakarta; Setiap Rabu Minggu 1 & 3
Dan akhirnya, kafilah dakwah beliaupun terus eksis hingga kini, menebarkan cahaya benderang ilmu agar padam gelapnya jahil di tengah masyarakat kita.

*Fakultas Syariah Universitas Al-Ahgaff, tingkat akhir. Mantan redaksi mading Formil 07/08

Selengkapnya....

Sang Pendusta



Kenapa kau masih disana
Berlagak dengan seragam kantor itu

Kenapa kau masih disana
Sok gagah dengan jabatan itu

Kalau engkau tau tanggung jawab
Takkan pernah kau dustai mereka

Mereka hanyalah rakyat jelata
Yang mengharap suara darimu

Tapi kau hanya bungkam seribu bahasa
Mana tanggung jawabmu?

Mana belas kasihan buat mereka?
Mereka hanya menginginkan haknya

Kau sang pendusta
Mesti tau penderitaan mereka
Tapi kau menutup mata

Tak sedikitpun perhatian buat mereka
Mereka yang jelata
Hidup seadanya
Matipun mereka rela
Karma tiada lagi yang mereka punya

Tapi kau hanya menumpuk harta
Sikat sini, sikat sana

Dimanakah keadilan
Apakah ini permainan dunia?
Ataukah hanya fatamorgana

By: Pisces boy.




































Selengkapnya....

ETIKA BERTEMAN

Oleh: Sarianto*

Pertama: membantu kebutuhan teman, dalam hal ini ada beberapa tingkatan; yang paling rendah yaitu membantunya dengan senang hati ketika diminta, tingkatan selanjutnya memenuhi kebutuhannya tanpa harus dipinnta dan yang paling tinggi tingkatannya yaitu mendahulukan kebutuhan teman daripada kebutuhan kita sendiri.


Kedua: mulut kita terkadang berkata-kata dan terkadang diam.
Adapun yang dimaksud dengan diam disini yaitu diam dari membicarakan aib teman, baik ketika didepan kita maupun tidak di depan kita. Selanjutnya diam dari menanyakan sesuatu yang tidak dia sukai dan jangan bertanya ketika bertemu dengannya; Mau kemana? Karena terkadang teman kita tidak mau ada orang lain tahu tujuan dia pergi, menyimpan rahasianya, jangan mencela keluarga dan orang-orang yang dicintainya dan jangan menyampaikan celaan orang lain kepadanya.

Ketiga: sebaiknya kita diam dari sesuatu yang tidak dia sukai, kecuali ada kewajiban bagi kita untuk berbicara seperti dalam hal amar ma'ruf nahi mungkar dan tidak ada celah untuk diam, karena pada hakekatnya hal ini adalah perbuatan baik.

Dan ketahuilah, jika kamu mencari teman yang bersih dari aib, maka kamu tidak akan pernah menemukannya, tapi orang yang kebaikannya lebih banyak dari kejelekannya, maka itulah yang seharusnya kita cari , sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mubarok: Orang mukmin memaafkan sedang orang munafik mencari kesalahan.

Sebaiknya jangan pernah berburuk sangka (su'uddzan), sebagaimana sabda Rosul Saw: takutlah kamu dengan prasangka, karena prasangkaitu adalah perkataan yang paling bohong.

Dan ketahuilah bahwa iman seseorang tidak akan sempurna sampai mencintaisaudaranya seperti mencintai dirinya sendiri dan kamu menginkan apa yang tidak kamu inginkan terhadap temanmu.

Keempat: lisan kita harus bicara sebagaimana harus diam dari sesuatu yang tidak dia sukai.lisan kita harus bicara dalam hal-hal yang dia senangi, karena orang yang menerima dengan kediaman, maka dia seperti berteman dengan ahli kubur dan gunanya teman adalah agar kita mendapatkan faedah, selain itu diam dapat diartikan menahan dari menyakiti, maka sebaiknya kita menyayangi teman kita dengan lisan kita dan merasa kesepian ketika dia tidak ada, menanyakan masalah yang datang kepadanya dan memperlihatkan rasa senang dengan apa yang menjadikannya senang, sebagaimana yang hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi: ketika salah satu dari kalian suka dengan saudaranya maka katakanlah kepadanya.

Sebagian dari adab juga memanggilnya dengan panggilan yang dia sukai, Umar bin Khattab Ra berkata: Tiga perkara membersihkan kasih sayangmu terhadap saudaramu, salam kepadanya ketika kamu bertemu dengannya, memberi tempat duduk di majlis dan memberi panggilan yang paling dia sukai.

Sebagian dari adab juga menasehati dan mengajari, tidaklah kebutuhan saudaramu kepada ilmu lebih sedikit daripada kebutuhannya kepada arta, jika kamu kaya dengan ilmu, maka berikanlah ilmu itu kepadanya. Sebaiknya nasehatmu kepadanya tidak terang-terangan, perbedaan antara mencela dan menasehati adalah terang-terangan atau tidak. Memaafkan dari kesalahannya, jika kesalahannya dalam masalah agama, maka nasehatilah secara lembut selagi bisa.

Kelima: mendoakan yang baik ketika dia masih hidup maupun ketika dia sudah mati dengan semua yang kamu doakan untuk dirimu sendiri, dalam Shahih Muslim dari Abu Darda' Ra. Bahwasanya Nabi Saw bersabda: do'a seorang Muslim terhadap saudaranya tanpa diketahui, dikabulkan, diatas kepalanya ada malaikat yaang ditugaskan ketika mendoakan temannya dengan kebaikan, berkata malaikatyang ditugaskan tersebut; kabulkanlah do'anya dan bagimu seoerti itu. Abu Darda' mendoakan banyak saudaranya dengan menyebutkan namanya.

Adapn do'a setelah menninggal, berkata Amr bin Haris: ketika seorang hamba mendoakan saudaranya yang sudah meninggal, datang malaikat ke kuburnya kemudian berkata: Hai penghuni kubur yang asing, ini hadiah dari sudaramu untukmu.

Keenam: tetap menyayanginya sampai menngga dunia dan sesudah meningglnya saudara dengan anak-anaknya dan teman-temannya, Nabi Saw memuliakan seorang nenek dan berkata: sesungguhnya dia membantu kami ketika khadijah masih hidup.

Ketahuilah bahwa tidak termasuk kasih sayang, mengikuti saudaranya dalam sesuatu yang bertentangan dengan agama.

Ketujuh: meringankan dan meninggalkan membebani teman yaitu tidak membebani teman dengan sesuatu yang memberatkan, tetapi tujuan pertemananmu adalah Allah Ta'ala, mencari berkah dengan doanya, mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan melaksanakan hak-haknya. Wallohu A'lam.

* Mustawa III, Al-Ahgaff university, Tarim-Hadromaut-Yaman

Selengkapnya....

TUJUAN MENDIRIKAN HALAQOH TA'LIM

(Mukadimah 4)
Oleh : Musa

Ahlul Ilmi
Al-Habib mengutip pernyataan Imam Al-Ghozali dalam kitab Ihya tentang kewajiban setiap muslim yang telah mengetahui sebuah permasalahan untuk menyampaikannya.
"ketahuilah bahwa pada zaman sekarang (zaman Imam Ghozali RA) setiap rumah dimana pun berada tidak lepas dari kemungkaran.
Yaitu ketika mereka enggan menunjukan masyarakat pada kebaikan (ma'ruf). Kebanyakan masyarakat perkotaan bodoh akan hal-hal agama (syariat islam), lebih-lebih masyarakat pedukuhan dan pedalaman. Maka setiap masjid dan perumahan di sebuah kota harus ada orang ahli fikih yang mengajari masyarakat tentang agama mereka. Begitu juga di setiap desa-desa. Dan wajib bagi orang fakih yang telah selesai dari belajar hal-hal yang bersifat fardhu ain dan telah menginjak pelajaran yang fardhu kifayah, untuk keluar dari kotanya (pemukimannya) menuju ke pedukuhan dan pedalaman untuk mengajari kebutuhan agama mereka. .... Dan setiap orang awam yang telah mengetahui salah satu syarat sholat maka ia wajib mengajarkannya pada orang lain. Jika ia tidak mengajarkannya maka ia berdosa juga. Sebagaimana telah maklum bahwa seorang Nabi tidak dilahirkan dalam keadaan pandai (alim) akan hukum-hukum agama. Akan tetapi sudah menjadi kewajiban bagi setiap ahli ilmu untuk menyampaikan ilmunya. Dan setiap orang yang mengetahui satu permasalahan maka ia adalah ahlu ilmi tentang permasalahan itu."
Demikianlah, bahwa menurut Imam Ghozali setiap orang yang telah mengetahui sesuatu, berkewajiban menyempaikannya pada orang yang belum mengetahuinya, karena ia merupakan ahlu ilmi tentang masalah itu.
Tidak diragukan lagi, maksud dari pengutipan pernyataan Imam Ghozali diatas adalah untuk memberi motivasi kepada setiap pelajar ilmu agama untuk membuka halaqoh ta'lim. Tidak ada alasan untuk mengelak meskipun ia baru mengetahui sedikit permasalahan agama.
Perlu diketahui, bahwa keterangan diatas adalah kewajiban kita mengajarkan apa yang telah kita pelajari. Dan bukan kewajiban untuk membuka halaqoh ta'lim tanpa ilmu. Oleh karena itu, kita harus mengajarkan sesuai dengan apa yang telah kita pelajari. Kita tidak boleh melampauinya dan memaksakan diri mengajarkan apa yang tidak kita ketahui. Karena hal itu adalah menyesatkan dan bukan menunjukan.

Sebab-Sebab Kendornya Semangat Dakwah
Kendornya semangat dakwah kebanyakan disebabkan oleh beberapa prasangka dan alasan yang tidak benar. Maka perhatikanlah pernyataan Imam Al-Haddad dalam kitab Al-Da'wah Al-Taamah berikut ini : "terkadang di benak para ahli ilmi muncul beberapa prasangka yang menghalanginya dari berdakwah menuju kebenaran dan menyebarkan ilmu. Diantaranya adalah ungkapan -saya tidak mengamalkan ilmu saya, bagaimana saya akan mengajarkan dan mengajak (orang lain) untuk mengerjakannya, sedangkan hal itu ancamannya berat. Maka, jawabannya adalah bahwa mengajarkan ilmu merupakan bagian dari mengamalkannya. Orang yang mengajarkan dan tidak mengamalkan jauh lebih baik dari pada orang yang tidak mengamalkan dan tidak mengajarkan. Jika engkau tidak mampu mengerjakan kebaikan secara utuh, maka janganlah engkau lemah dari mengerjakan sebagiannya. Dan kamu harus terus belajar dan berusaha untuk mengamalakan apa yang telah engkau ketahui. Tidak diragukan lagi bahwa ancaman terhadap orang yang tidak mengamalkan dan tidak mengajarkan lebih berat daripada ancaman terhadap orang yang mengajarkan meskipun belum mengamalkan. Karena orang yang telah mengajarkan dan belum mengamalkan telah mengerjakan salah satu dari dua kewajibannya, sedangkan orang yang tidak mengajarkan dan tidak mengamalkan telah meninggalkan dua kewajibannya sekaligus, maka ia lebih berhak untuk mendapatkan ancaman dan siksanya.
Diantara alasannya yang lain adalah ucapannya pada diri sendiri : bahwa seruan menuju Allah SWT (dakwah) serta menuntun masyarakat menuju kepada-Nya merupakan kedudukan yang sangat tinggi lagi mulia, hal itu adalah tugas para imam yang mampu menunjukan pada hidayah dan agama Allah SWT, sedangkan saya tidak termasuk salah satu dari mereka. Maka, kekerdilannya itu menjadikannya terbungkam dari dakwah serta enggan untuk menuntun masyarakat. ia menyangka bahwa itu adalah termasuk dari sifat tawadhu' yang terpuji serta sifat tahu diri yang sudah sepantasnya. Ini adalah salah satu dari prasangka yang salah. Karena kebenaran tidak akan menghalangi kebenaran, serta kebaikan takan memalingkan dari kebaikan. Maka, ia wajib berusaha dan menyingsingkan lengan baju untuk berdakwah menuju hidayah serta menunjukan jalan kebaikan dengan disertai sifat tawadhu', rendah hati, merasa takut pada Allah SWT, khusyu' serta pengakuan akan kekurangan dan kehinaan dirinya. Inilah sifat kesempurnaan (yang hakiki), serta tabiat orang-orang besar yang mana dakwah mereka tidak pernah terhalangi hanya karena bisikan syaitan, tidak pula terpalingkan hanya karena propaganda-propagandanya. ... Prasangka-prasangka yang telah kami sebutkan di atas dan sejenisnya, terkadang juga menimpa para ulama yang telah mengamalkan ilmunya serta telah memiliki sifat takwa kepada Allah SWT."
Semoga Allah SWT membalas beliau dengan kebaikan atas nasihat yang penuh kasih sayang ini. Semoga Allah SWT memberikan pertolongan dan taufiq.
Selanjutnya, kata Al-Habib : maka wajib bagi setiap orang islam yang berambisi untuk menegakkan agamanya serta berharap untuk mendapatkan ridho Allah SWT, bergerak bersama untuk mendirikan halaqoh ta'lim dan memperluas jaringannya dengan mengajar bagi yang memiliki keahlian dan mensuportnya bagi yang tidak mampu. Caranya adalah dengan mengorbankan harta dan segala kemampuannya, baik kemampuan jasmani ataupun rohani.
"وتعاونوا على البر والتقوى"
وصلى الله على سيد المعلمين والداعين حبيب الله محمد وآله وصحبه وسلم
Demikianlah sedikit keterangan dari kami tentang sambutan Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh dalam mukadimah buku Maqoshid Halaqoh Ta'lim wa Wasa'iluha yang telah kami tulis selama empat edisi. Semoga bermanfaat.
Untuk membuka edisi berkutnya akan saya sebutkan tujuan menyelenggarakan halaqoh ta'lim secara global sebagaimana dalam kitab tersebut. Yaitu :
1. Menanamkan keagungan agama Islam dalam hati setiap pelajar.
2. Menyampaikan ilmu pengetahuan ke dalam otak mereka serta memahamkan agama mereka.
3. Menghiasi mereka dengan akhlak islamiah yang sangat terpuji.
4. Menautkan hati mereka dengan tugas dakwah menuju Allah SWT serta rasa bertanggungjawab atas tugas agama dan Risalah Muhammadiah.

Semoga Allah SWT melanggengkan rahmat-Nya kepada kita untuk terus mengais hikmah-hikmah yang menyejukan hati dan jiwa kita. Amin.
(bersambung Insya Allah SWT)



Selengkapnya....

Tujuan Mendirikan Halaqoh Ta'lim

(Mukadimah 3)
Oleh : Musa

Pertolongan Allah swt dan Tawakkal
Setelah Al-Habib menganjurkan pada kita tentang niat ikhlas, beliau memberi wejangan selanjutnya, yaitu tentang memohon pertolongan pada Allah dan bertawakkal kepada-Nya. Beliau menyebutkan ayat "barang siapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia-lah yang yang akan mencukupinya." (al-Tholaq : 3)
Menyelenggarakan halaqoh ta'lim memang sangat berat. Karena halaqoh ta'lim memerlukan kesabaran, memerlukan tenaga, memerlukan modal dan masih banyak lagi hal-hal yang menjadikan sebagian dari kita enggan menyelenggarakan halaqoh ta'lim atau tidak kuat bertahan lama. Dari sinilah kita perlu memohon pertolongan kepada Allah swt.
Banyak cara memohon pertolongan kepada Allah swt. Diantara adalah berdoa. Berdoa merupakan ibadah termudah. Karena doa dapat kita lakukan dimana saja, kapan saja dan dalam keadaan apa saja. Disamping itu berdoa merupakan senjata orang mukmin yang paling ampuh seperti yang diterangkan dalam hadits.
Cara lain memohon pertolongan adalah dengan mengerjakan sholat. Karena dalam sholat terdapat banyak doa. Dengan mengerjakan sholat berarti seorang hamba sedang memohon pertolongan kepada Allah swt. Semua jenis sholat merupakan cara memohon pertolongan Allah yang paling efektif. Hanya saja ada beberapa sholat yang memang dikerjakan khusus untuk memohon pertolongan. Diantara jenis sholat yang khusus untuk memohon pertongan Allah adalah sholat hajat. Cara mengerjakan sholat hajat sangat masyhur terdapat di banyak buku-buku tuntunan sholat.
Adapun bertawakkal kepada Allah sebagaimana yang dianjurkan oleh Al-Habib adalah salah satu dari kewajiban seorang hamba terhadap Allah swt. Makna tawakal adalah berserah diri kepada Allah swt dengan menyerahkan segala urusan kita kepada Allah swt setelah kita mengerjakan ikhtiar. Banyak orang awam yang salah paham dengan makna tawakal. Mereka menyangka bahwa tawakkal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah swt tanpa didahului dengan ikhtiar. sedangkan Nabi Muhammad saw pernah menegur seorang sahabat yang membiarkan hewan yang ia tunggangi tanpa diikat. Alasan sahabat tersebut adalah tawakal. Namun, Nabi saw mengingatkan bahwa tawakkal adalah setelah berikhtiar. Begitu juga sayidina Umar Ra yang pernah menegur orang-orang yang duduk-duduk di Masjid dan tidak bekerja. Mereka beralasan tawakkal. Namun, Sayidina Umar Ra mengingatkan mereka bahwa orang yang bertawakkal adalah orang yang telah menebarkan benihnya di sawah kemudian menyerahkan segala urusan hasil tumbuh dan tidaknya kepada Allah swt.
Sebagai penyelenggara halaqoh ta'lim kita harus berikhtiar dengan berusaha semaksimal mungkin agar halaqoh kita bisa berhasil mewarnai masyarakat. keberhasilan itu dapat kita lihat dari perubahan prilaku masyarakat. dari masyarakat awam menjadi masyarakat yang berilmu. Dari masyarakat yang jauh dari adab islami menjadi masyarakat yang beradab islami. Dari masyarakat jahili menjadi masyarakat yang madani. Jika kita telah berikhtiar dengan sekuat tenaga kemudian kita belum melihat hasil yang kita inginkan, maka kita serahkan saja semua urusan kita pada Allah swt. Karena semua hasil yang kita capai tiada lain adalah atas pertolongan Allah swt. Dari sinilah seorang penyelenggara halaqoh ta'lim diharuskan bertawakkal.
Termasuk tawakkal yang diperlukan penyelenggara halaqoh ta'lim adalah tawakkal tentang urusan pemasukan biaya operasional halaqoh. Yang penting kita telah ikhtiar dengan usaha sekuat tenaga. Jika ternyata pendapatan kita masih pas-pasan sehingga tidak mencukupi keperluan operasional halaqoh, maka kita harus menyerahkan semuanya kepada Allah swt. Karena Allah swt Mahakaya, Mahakuasa, Mahatahu segala urusan yang diperlukan hamba-Nya.

Tawadhu' dan Shilaturrahim
Selanjutnya, Al-Habib menganjurkan kepada para penyelenggara halaqoh ta'lim untuk bertawadhu' dan rendah hati. Dua sikap ini adalah satu makna. Yaitu kebalikan dari sifat takabbur atau sombong. Sikap tawadhu' adalah sikap seseorang yang merasa dirinya jauh di bawah derajat orang lain. Dengan kata lain orang tersebut tidak pernah merendahkan orang lain. Orang tawadhu' akan selalu berbaik sangka pada siapapun. Karena dia merasa bahwa orang yang ada di hadapannya adalah lebih baik dan lebih sempurna.
Seorang penyelenggara halaqoh ta'lim harus memiliki sifat ini. Karena tidak sedikit saudara kita yang telah mendirikan halaqoh ta'lim kemudian merasa dirinya paling pintar, paling hebat dan merasa dirinya telah berjasa. Dari sifat-sifat ini penyelenggara halaqoh sering merendahkan orang lain. Terutama terhadap murid-muridnya. Tidak jarang penyelenggara halaqoh dengan tidak segan-segan menyuruh orang yang lebih tua darinya dengan alasan karena ia muridnya. Banyak juga yang merendahkan ustadz halaqoh lain karena ia merasa lebih pandai. Lebih-lebih jika ustadz itu ternyata hanya lulusan Safinah di pesantren sedangkan dirinya telah membaca Fathul Wahab atau Minhaj.
Penulis teringat penuturan seorang guru yang juga lulusan Al-Ahgaff dan telah menjadi da'i : "Kamu harus mulai belajar rendah diri, karena kamu sekarang keilmuannya sudah melebihi orang-orang di kampungmu. Apalagi setelah kamu lulus dari Al-Ahgaff, kamu harus menghormati guru-guru di kampung yang telah lebih dulu membuka halaqoh. Apalagi jika dulu dia adalah gurumu."
Selanjutnya Al-Habib memotivasi kita untuk meresapi dan menghayati "tujuan-tujuan halaqoh ta'lim" yang insya Allah akan saya terangkan pada lembaran-lembaran berikutnya. Semoga Allah memanjangkan umur kita untuk terus mengumpulkan serpihan-serpihan rahmat-Nya sebagai penghapus dosa-dosa yang telah kita lakukan.
Anjuran berikutnya adalah mengenai hubungan kita dengan orang-orang sholeh di daerah kita. Beliau menganjurkan agar kita mempererat hubungan kita dengan mereka. Nasehat ini masih berkaitan dengan nasehat sebelumnya yaitu tawadhu'. Karena diantara hal-hal yang mempererat hubungan kita dengan orang lain adalah sikap tawadhu' kita yang dapat memposisikan orang lain pada posisi yang terhormat. Dan masih banyak akhlak-akhlak mulia lain yang dapat mempererat hubungan bermasyarakat.
Diantara rahasia menjaga hubungan baik dengan orang-orang sholeh di daerah kita adalah keberkahan dan doa mereka yang akan menambah keberhasilan halaqoh kita. Sebuah contoh kecil adalah ketika kita tidak memahami beberapa masalah yang kemungkinan diketahui oleh mereka, kita dapat bertanya pada mereka. Jika hubungan kita dengan mereka tidak baik maka kita pasti akan merasa malu untuk bertanya. Bahkan kita akan gengsi bertanya pada orang yang kita benci. Contoh lain adalah ketika kita mengalami beberapa kesulitan. Insya Allah dengan senang hati mereka akan membantu kita.

Motivasi
"Jangan sampai semangatmu mengendor hanya karena orang-orang yang berusaha mengendorkan semangatmu, baik karena hasud, dengki atau yang lainnya. Jangan pula engkau merasa minder hanya dengan beberapa kritik yang pedas dan memojokan. Atau hanya karena penghinaan, cacian, peremehan dan keraguan orang-orang yang membencimu. Karena hal itu sering terjadi. Bahkan hal itu terjadi juga pada orang-orang yang sudah matang dan mantap dalam kebaikan. Semua ini tiada lain adalah ujian dari Allah swt. Oleh karena itu tidak ada motivasi yang lebih baik setelah adanya motivasi dari Allah swt, Rasul-Nya dan para salafussholeh dari umat ini. Juga tidak ada keterangan yang lebih jelas dari keterangan mereka semua. Maka dengarkanlah keterangan itu dan bersaksilah."
Pesan-pesan pada alenia diatas adalah motivasi Al-Habib kepada kita para penyelenggara halaqoh ta'lim. Semua itu menunjukan betapa beratnya tantangan yang akan kita hadapi. Namun, insya Allah dengan motivasi diatas kita akan tetap bersemangat untuk menyelenggarakan halaqoh ta'lim. Amin.
(bersambung insya Allah swt)

Selengkapnya....

AKHIR PENCARIAN

Oleh: Ali candra (Mustawa IV)

jalan yang berliku telah dilewatinya, tebing yang terjal telah didakinya, samudra yang luaspun telah diseberanginya. Tidak ada di dunia ini yang belum dia lakukan dan rasakan, kecuali hanya satu hal saja yaitu menemukan makna "cinta sejati". Entah seperti apakah sejatinya cinta itu belum pernah dia merasakannya, bahkan wujud dan bentuknyapun belum pernah dia lihat.
Dia hanya sering mendengar dari para pemuja cinta bahwa cinta itu indah, cinta itu manis, cinta itu seperti mawar yang sedang merekah, cinta adalah wanginya melati, cinta adalah bla..bla…bla…. masih banyak lagi makna cinta yang dia dengar dari para pemujanya. Akan tetapi begitu terkejutnya dia ketika mendengar hal serupa dari orang-orang yang merasa terluka karena cinta. Mereka bercerita bahwa cinta itu hantu, cinta itu racun, cinta adalah mawar berduri yang dengan mudah melukai pemegangnya, cinta adalah bla..bla…bla…sederetan kata-kata penuh cacian diarahkan pada "CINTA".
Mbah karto, begitulah orang-orang di kampung menyebutnya. Hartawan tua yang telah ditinggal mati istrinya tanpa mendapatkan keturunan itu sekarang sedang gundah hatinya. Hartanya yang menumpuk bagaikan tingginya gunung Semeru itu tak akan habis dimakan tujuh keturunan. Akan tetapi tanpa anak cucu, siapa yang akan menghabiskannya?. Kehidupan dunia telah dirasakannya semua, hanya cinta dan kasih sayang dari istri dan anak yang belum pernah dia rasakan. Cinta sejati belum pernah dia temukan. Istrinya kelewat cepat meninggalkannya sebelum dia sempat mendapatkan makna kesejatian cinta.
Sebenarnya apa itu cinta? Benar-benar membuat dia semakin penasaran untuk dapat menemukan dan merasakan sebuah cinta. Dia ingin membuktikan apakah benar cinta itu manis dan indah seperti yang di ceritakan para pemuja cinta, ataukah cinta itu pahit dan busuk seperti yang di ceritakan para pencacinya.
Bertahun-tahun dia terus berjalan mencari makna dari cinta, tapi belum sedetikpun dia menjumpai makhluk yang bernama cinta. Kekecewaan sudah terlihat di wajahnya. Kerut-kerut di wajah tanda penuaan sudah muncul, tapi belum muncul tanda-tanda pencariannya akan segera berakhir.
Suatu malam yang hening ketika sebagian besar makhluk tuhan sedang beristirahat karena lelah dengan aktivitas mereka seharian penuh, ketika makhluk-mkhluk malam telah keluar dari sarangnya, berpesta, menari, dan menyanyi mendendangkan munajat malam kepada tuhannya. Dia yang ada di pembaringan tak dapat sekejapun memejamkan mata. Rasa lelah yang dia rasakan sejak tadi sore tidak dapat dia lampiaskan dengan nikmatnya menyaksikan indahnya mimpi malam. Jiwa dan hatinya galau luar biasa karena sampai detik ini belum bisa menemukan makna dari cinta. Tidak seperti biasanya, kegalauannya kali ini benar-benar membuncah. Ledakan emosi dalam dirinya yang selama ini dia pendam rasa-rasanya ingin dia keluarkan. Sampai akhirnya sampailah dia pada keputusan terakhir, "cinta…malam ini aku harus menemukanmu, entah bagaimanapun caranya dan dimanapun tempatnya…" begitu tekadnya.
Keluarlah dia berjalan seorang diri dalam keheningan malam dan keramaian para makhluk tuhan yang sedang bermunajat dalam nyanyiannya. Tanpa bekal dia keluar dari rumah, hanya baju yang melekat di tubuh saja yang terbawa, dinginnya malam sudah tidak dihiraukannya, hatinya sudah mantap malam ini aku harus menemukan cinta. Pikirannya sudah kosong dari segala polah tingkah para makhluk tuhan, hanya ada kata cinta dalam pikirannya.
Baru beberapa langkah berjalan bertemulah dia dengan dua makhluk yang sedang terbuai mesra dengan indahnya hembusan nafsu jiwa mereka. "ah……apakah ini cinta yang selama ini aku cari?" Dirinya membatin. "Bukan…ini bukan cinta yang selama ini aku cari, mereka hanyalah dua ekor anjing yang sedang asyik bermesraan tanpa malu diketahui manusia". Berjalan lagi dia dengan hati yang lebih galau, hingga tiba-tiba muncul dihadapannya dua orang manusia berbeda jenis yang sedang terlibat adu mulut dengan hebatnya, salah satunya dengan tanpa segan-segan menuding kearah lawannya dan menyebut satu persatu nama binatang yang dihapalnya. "Kamu anjing, kamu babi, kamu keledai" dan bla..bla…bla...entah apa lagi yang diucapkannya. Tidak mau kalah sang lawan pun menjawab "biar saja aku anjing karena kamu adalah anjing betinanya, biar saja aku babi karena kamu juga babi betinanya…" dan begitulah seterusnya. Mengetahui hal tersebut segera saja dia lewat tanpa mau mendengarkan lagi kalimat-kalimat yang keluar dari mulut mereka berdua. "Ah…..bukan ini juga cinta yang aku cari, mungkin ini adalah arti cinta dari para pencacinya" pikirnya. "Ternyata cinta mereka hanya sampai sebatas nama-nama binatang" lanjutnya.
Terus dan terus dia berjalan dengan hati yang semakin galau, "fajar semakin dekat tapi aku belum juga menemukan cinta yang aku cari" batinnya. Di tengah-tengah kegalauannya yang begitu mendalam lewatlah dia di sebuah bangunan yang di dalamnya terlihat segerombolan makhluk yang sedang berpesta, berjoget dan menari, "ah…apalagi yang kutemui ini". Diperhatikannya dengan cermat, dan rupanya segerombolan babi tengah asyik berpesta tanpa menghiraukan keadaan di sampingnya. "Oh…..ternyata aku melewati kandang babi" begitu batinnya. Tak dihiraukannya pesta joget para babi tersebut, semakin dia percepat langkahnya untuk dapat segera menemukan "cinta"nya.
Akhir malam menjelang subuh sampailah dia pada suatu tempat, hening, sejuk dan damai. Begitulah perasaan yang dia temukan ketika pertama kali mencoba mendekatinya. "Semoga saja inilah akhir dari pencarianku" doanya. Dicobanya untuk masuk kedalam, "Ya tuhan……..damainya tempat ini" jerit hatinya senang. Diamatinya orang-orang yang ada disekelilingnya, "ah….siapakah mereka itu, tubuh putih bersih yang diselimuti cahaya keemasan?" Tanyanya dalam hati. "Aku yakin disinilah akhir pencarianku, akan kutemukan cintaku di sini, cinta yang bertahun-tahun aku cari dengan susah payah" terusnya. "Tapi bagaimanakah aku harus mencarinya? Haruskah aku berteriak? atau hanya diam saja aku menunggu kemunculannya?...Ya Tuhan….bagaimanakah ini? Apa yang harus aku lakukan untuk menemukan sang cinta? Bantu aku Tuhan!!! Aku sudah tidak kuat, sudah hilang daya tenagaku untuk menemukannya, Bantu aku temukan dia Tuhan…." jerit hatinya. "Cinta…dimanakah engkau berada? Datanglah!! muncullah!!! Muncullah meskipun hanya sekejap…cinta…..datanglah…datanglah…muncullah….."
Tak kuat dia berdiri menyangga berat badannya. Habis sudah tenaganya, semuanya telah dia curahkan untuk dapat menemukan makna cinta. Berpuluh-puluh tahun dia kerahkan tenaganya hanya mendapatkan sejatinya cinta. "Bukk….!!" Suara dia terjatuh begitu kerasnya bersamaan dengan berkumandangnya adzan subuh.
"INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI'UN…." Telah meninggal dunia dengan tenang mbah karto dalam sujudnya. Berakhir sudah pencariannya untuk menemukan cinta yang selama ini dicari-carinya. Sepertinya dia telah menemukan cinta sejatinya, dia temukan di akhir hidupnya dalam sujud terakhirnya.

Selengkapnya....

SAYYIDINA ABBAD BIN BISYIR RA

Oleh: Adems (Mustawa akhir)

Tarim sebagaimana dikenal luas dengan kota budaya dan sejarah sekaligus kota ilmu nampaknya akan terus lestari mengingat kultur masyarakat yang sentiasa melestarikan peninggalan leluruh mereka. kita akan menemukan acara ritual keagamaan yang kontinyu dilaksanakan setiap bulannya (qomariyyah) bahkan setiap pekan atau hari.

Di antara contoh dari acara ini adalah haul seorang sahabat Rasulullah Saw. Yang terkenal dengan 'Abbad bin Bisyir Ra. Beliau adalah sahabat nabi yang mendapatkan amanah menyebar cahaya Islam hingga ke Hadhramaut. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa Tarim adalah kota tua yang telah dikenal sejak zaman ke-emasan Islam yang disebut nabi sebagai khairul qurun.
Siapakah sahabat nabi yang mulia ini, yang rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk dakwah Islam? terlepas dari kontroversi perbedaan turbah beliau di bilangan Tarim sini, demikian adalah sekelumit cerita tentang sahabat nabi yang bernama 'Abbad bin Bisyir ra.
Ketika Mush'ah bin Umeir tiba di Madinah-sebagai utusan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasalam untuk mengajarkan seluk beluk Agama kepada orang-orang Anshar yang telah bai'at kepada Nabi dan membimbing mereka melakukan shalat, maka'Abbad bin Bisyir radhiallahu anhu adalah seorang budiman yang telah dibukakan Allah hatinya untuk menerima kebaikan. la datang menghadiri majlis Mush'ab dan mendengarkan da'wahnya, kemudian diulurkan tangannya mengangkat bai'at memeluk Islam. Dan semenjak saat itu mulailah ia menempati kedudukan utama di antara orang-olang Anshar yang diridlai oleh Allah serta mereka ridla kepada Allah ....
Kemudian Nabi pindah ke Madinah, setelah lebih dulu orang-orang Mu'min tiba di sana. Dan mulailah terjadi peperangan-peperangan dalam mempertahankan diri dari serangan-serangan kafir Quraisy dan sekutunya yang tak henti-hentinya memburu Nabi dan ummat Islam. Kekuatan pembawa cahaya dan kebaikan bertarung dengan kekuatan gelap dan kejahatan. Dan pada setiap peperangan itu 'Abbad bin Bisyir berada di barisan terdepan, berjihad di jalan Allah dengan gagah berani dan mati-matian dengan cara yang amat mengagumkan ....
Dan mungkin peristiwa sekelumit dari kepahlawanan tokoh Mu'min ini dapat menjadikan buktinya....
Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dan Kaum Muslimin selesai menghadapi perang Dzatur Riqa', mereka sampai di suatu tempat dan bermalam di sana, Rasulullah shallallahu alaihi wasalam :memilih beberapa orang shahabatnya untuk berkawal secara bergiliran. Di antara mereka terpiiih 'Ammar bin Yasir dan 'Abbad bin Bisyir yang berada pada satu kelompok.
Karena dilihat oleh 'Abbad bahwa kawannya 'Ammar sedang lelah, di usul kannyalah agar 'Ammar tidur lebih dulu dan ia akan berkawal. Dan nanti bila ia telah mendapatkan istirahat yang cukup, maka giliran 'Ammar pula berkawal menggantikannya.
'Abbad melihat bahwa lingkungan sehelilingnya aman. Maka terbersit dalam fikirannya, kenapa ia tidak mengisi waktunya dengan melakukan shalat, hingga pahala yang akan diperoleh akan jadi berlipat ... ? Demikianlah ia bangkit melakukannya ....
Tiba-tiba sementara ia berdiri sedang membaca sebuah surat Al-Quran setelah al-Fatihah sebuah anak panah menancap di pangkal lengannya. Maka dicabutnya anak panah itu dan diteruskannya shalatnya.....
Tidak lama antaranya mendesing pula anak panah kedua yang mengenai anggota badannya.
Tetapi ia tak hendak menghentikan shalatnya hanya dicabutnya anak panah itu seperti yang pertama tadi, dan dilanjutkannya bacaan surat.
Kemudian dalam gelap malam itu musuh memanahnya lalu untuk ketiga kalinya. 'Abbad menarik anak panah itu dan mengakhiri bacaan surat. Setelah itu ia ruku' dan sujud ...,sementara tenaganya telah lemah disebabkan sakit dan lelah.
Lalu antara sujud itu diulurkannya tangannya kepada kawanya yang sedang tidur di sampingnya dan ditarik-tariknya ia sampai terbangun.
Dalam pada itu ia bangkit dari sujudnya dan membaca tasyahud, lalu menyelesaikan shalatnya.
'Ammar terbangun mendengar suara kawannya yang tak putus-putus menahan sakit: "Gantikan daku mengawal ..., karena aku telah kena... !"'Ammar menghambur dari tidurnya hingga menimbulkan kegaduhan dan takutnya musuh yang menyelinap. Mereka melarikan diri, sedang 'Ammar berpaling kepada temannya seraya katanya: "Subhanallah ... ! Kenapa saya tidak dibangunkan ketika kamu dipanah yang pertama kali tadi...," Ujar 'Abbad: -
"Ketika daku shalat tadi, aku membaca beberapa ayat al-Quran yang amat mengharukan hatiku, hingga aku tak ingin untuk memutuskannya ... ! Dan demi Allah, aku tidaklah akan menyia-nyiakan pos penjagaan yang ditugaskan Rasul kepada kita menjaganya, sungguh, aku lebih suka mati daripada memutuskan bacaan ayat-ayat yang sedang kubaca itu ... !"
'Abbad amat cinta sekali kepada Allah, kepada Rasul dan kepada Agamanya .... Kecintaan itu memenuhi segenap perasaan dan seluruh kehidupannya.

Selengkapnya....

Need For Achievment

Oleh : Bin Hasyim *)

nilai-nilai sosial masyarakat madani (civil society) dalam peradaban manusia selalu mengalami goncangan dan perubahan dalam setiap kurunnya. Dalam dasawarsa terakhir ini –abad millenium- lapisan masyarakat yang memiliki kebudayaan dan mengutamakan progresifitas inovasi selalu merasa unggul dibanding dengan kebudayaan lain.


Sehingga mereka menganggap kebudayaan yang mereka miliki selalu lebih tinggi dari kebudayaan lainnya. Nilai-nilai peradaban yang mereka miliki didasarkan dengan paham materialisme yang diusung marxisme yang mempengaruhi jiwa-jiwa materialis (maaddy) yang mereka kampanyekan.
Yahudi dalam hal ini sangat berperan dalam proses evolusi dan revolusi materialistis yang terjadi di berbagai belahan dunia saat ini. Dalam semua agama yang terjadi sekarang sangat berbeda dengan dahulu disebabkan adanya radikalisme pemikiran yang diusung secara implisit oleh mereka.
Masuni (free mansorry) yang memiliki titik di seluruh dunia saat ini merajalela merasuk ke dalam berbagai sekte yang dianggap mudah untuk dipengaruhi melalui berbagai media. Mereka juga mempengaruhi masyarakat sosial melalui pemikiran yang diusung berbagai pakar yang punya kredibilitas tinggi.
Dalam term sejarah, perubahan ini jauh sebelumnya telah diusung dengan gamblang oleh para filosofi barat yahudi yang terpengaruh dengan paham marxisme. Mereka memasuki dunia pemikiran, karenanya hal itu sangat merubah secara cepat. Dengan adanya revolusi industri dan revolusi gereja pada abad 16 yang mereka banggakan dapat merubah dunia secara cepat dan tepat. Walaupun kesenjangan sosial dan protes sosial tak terelakan terjadi di berbagai belahan dunia, khususnya eropa.
Perubahan secara drastis dan cepat (revolusi) sangat dipengaruhi oleh ideologi yang mereka pakai. Prinsip be influence yang mereka gunakan sebagai stake holder melalui agent of change (al-waazi' addiiny) yang mereka miliki terbukti dapat mendistorsi semua hal yang hakiki.
Paham yang mereka miliki sebenarnya telah diusung jauh oleh baginda Nabi Muhammad saw. sebagai insan kamil. Rasul mampu berinteraksi secara sempurna dalam berbagai hal baik interaksi horizontal (habl min an-nas) ataupun vertikal (habl min Allah), dengan kaum kecil ataupun kaum bangsawan, dalam bidang sosial politik, ekonomi, budaya, toleransi agama dan semua hal yang berkaitan dengan aktifitas kehidupan makhluk, dengan akhlaknya yang mulia yang bukan hanya diakui kaum muslimin, namun juga oleh semua agama. Al-quran dalam hal ini berkomentar tentang akhlak Rasul
وإنك لعلى خلق عظيم. القلم 4
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung"

Be influence dalam hal ini sangat mempengaruhi dakwah Rasul pada saat itu. Dengan semangat dakwah yang dimiliki Rasul dengan cepat dan mudah bisa memperluas wilayah dakwah beliau. Selain itu kecerdasan yang dimiliki beliau dapat mempercepat perubahan di jazirah arab pada khususnya. Intelektual, spiritual, serta emosional question perfect dimiliki Rasul. Bukan hanya Intelektualitas yang dimiliki Rasul sebagai seorang yang jenius dapat berpengaruh tetapi interaksi sosial secara fleksibel menjelma dalam diri baginda nabi dapat merubah seseorang, bukan hanya pengaruh sosial yang dimiliki beliau tetapi akidah mereka pun diubah dengan mudah.
Manhaj dakwah baginda seperti apa yang disebutkan dalam Al-qur'an surat ali-imran :159-160 :

فبما رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك فاعف عنهم واستغفر لهم وشاورهم في الأمر فإذا عزمت فتوكل على الله إن الله يحب المتوكلين (159) إن ينصركم الله فلا غالب لكم وإن يخذلكم فمن ذا الذي ينصركم من بعده وعلى الله فليتوكل المؤمنون (160)

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawkkal kepada-Nya".(159) "Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberikan pertolongan ), maka siapakah geranangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mu'min bertawakal".(160)
Dakwah yang ada dalam masa Rasul dan sahabat terpusat dalam beberapa point :
1. Ideologi tentang pusat kosmos yang bertitik pada keesaan tuhan;
2. Etika yang didasarkan syari'ah (akhlaq);
3. Gairah kesuksesan (Need For Achievment) dalam memberikan pengaruh (be enfluence) dakwah;
4. Tidak adanya paksaan dalam berdakwah.
Sangat berbeda dengan komunis yahudi yang mendasarkan teori mereka terhadap karl mark sebagai buah dari darwinisme yang berkembang di barat hingga sekarang. Point penting penyebaran ideologi mereka adalah :
1. Ideologi yang mendasarkan pada materi sebagai pusat kosmos;
2. Rusaknya etika dan moral ;
3. Need for Achievment yang didasarkan pada imperialisme (isti'mary) barat;
4. Pemaksaan, perusakan, dan pembunuhan jiwa manusia.
Dalam manhaj dakwah yang mendasarkan pada zaman imperialime, kolonialisme, marxisme, dan darwinisme sebagai ideologi yang dapat merusak dan membunuh berjuta-juta jiwa yang bertebaran. Lenin, Stalin, dan Hitler sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam pembunuhan 50 juta lebih, karena mendasarkan ideologi seperti itu. Namun pembunuhan jiwa manusia pada zaman mereka, tidak jauh berbeda dengan zaman sekarang yang melebihi dari jumlah yang hilang karena kebengisan jiwa mereka. Bukan hanya pembunuhan secara terang-terangan yang terjadi, tetapi pembunuhan jiwa manusia melalui berbagai media yang mereka kuasai. Semua hal itu akan mengembalikan kita pada zaman jahiliyah yang mendasarka peradaban terhadap materialisme sehingga mengakibatkan rusaknya etika dan moral.
Sangat berbeda dengan manhaj yang diterapkan Rasul yang mendasarkan pada ketuhanan sebagai titik kosmos dan Akhlaq sebagai dasar interaksi sosial masyarakat. Sehingga perubahan yang terjadi adalah keselarasan, keseimbangan sosial didalam kehidupan dalam semua aspek. Need for achivmen yang ada dalam islam bukan didasarkan pada nafsu dan syahwat setan, tetapi selalu didasarkan pada kesabaran dan keikhlasan seorang al-Waazi'ad-Diiny dalam memperluas dakwah islam. Bukan karena kepentingan pribadi atau golongan, tetapi karena ikhlas menegakan, membela, dan berjihad di jalan Allah. Kalau itu bisa terimplementasikan, maka kita akan kembali merasakan kehidupan zaman Rasul sebagai zaman yang paling baik, tertata sesuai syariat islam.
Mungkin semua itu akan terjadi, tapi kapan? Sesudah bertebarannya mahasiswa al-ahgaff? mahasiswa ahqaff yang mana? Yang rajin, yang mumtaz, atau para putra bangsawan dari kalangan pesantren, atau para habib selaku pewaris dan generasi rasul? atau akan muncul seseorang dari kalangan biasa yang dapat fleksibel dalam semua aspek?
Anda yang akan menjawabnya sendiri!!
Atau, akan kembali ke teori barat ketika ada kebaikan maka white color crime (kejahatan kerak putih) dan black color crime (kejahatan kerak hitam) akan selalu ada. Atau, semangat meraih sesuatu yang hanya kita inginkan (Need For Achievment).

*) Mahasiswa al Ahgaff Univ. tingkat II, Pemerhati Sosial dan Budaya Islam.

Selengkapnya....

Badui dan Keledai

Bebicara tentang orang baduwi, selalu ada alasan bagi kita untuk sekedar tersenyum geli karena ulahnya. Seorang baduwi datang ke Masjid jami' membawa seekor keledai.


Ketika dia masuk masjid keledainya ditinggal di luar tanpa diikat. Kemudian saat dia keluar ternyata keledainya tidak ada. Diapun berteriak mengumpulkan orang-orang di sekitar masjid dan berkata dengan nada marah dan mengancam : "wahai para hadirin tetangga masjid, cepat kembalikan keledaiku yang hilang...!!!! jika tidak...." dia tidak meneruskan ancamannya. Salah satu hadirin pun bertanya : "jika tidak kenapa?" sang badui hanya menjawab dengan nada marah : "pokoknya kembalikan keledaiku, jika tidak...." kali ini tangannya diangkat sambil mengacungkan jari telunjuknya sebagai tanda ancaman. Orang-orang pada ketakutan dan akhirnya mereka bubar untuk segera mencari keledai itu. Tidak lama kemudian ternyata keledainya sudah ditemukan. Sebelum keledai itu diserahkan, ada salah satu yang hadir bertanya lagi : "tadi, jika kami tidak mengembalikan keledaimu, kamu mau apa?" badui itu menjawab : " jika tidak dikembalikan AKU AKAN BELI YANG BARU LAGI." Diapun pergi sambil membawa keledainya.


By: Musa..







































Selengkapnya....

INDAHNYA CERITA

Kadang aku teringat, saat saat semua disana
Bercanda ria, penuh senyum dan tawa
Berkarya dengan dunia
Mengukir cerita bersama
Tampak indah..


Tak terlukiskan oleh kanfas
Dan tak terbayangkan oleh angan angan
Hanya jiwa yang setia nan abadi selamanya
Tapi sekarang, hanya tatapan hampa
penuh fatamorgana
Inginku mendobrak masa
dan kembali mengukir cerita
tapi ternyata Hanya kenangan masa
Tak mungkin lagi menghampirinya
Biarlah pelangi itu sebagai saksinya
Berikan warna indah dalam setiap jiwa
Goresan indahnya cerita kita
Hanya waktu yang akan membawa kita
Penuhi cerita lalu
Cerita indah kita bersama.
Meski masa telah tiada
Tapi hati akan selalu terjaga
Mengingat masa lalu
Masa saat kita bersama.
Penuhi goresan tinta
Dalam sebuah memori indahnya cerita
Cerita kita semua.

Tarim, By: Pisces boy




Selengkapnya....

COBALAH KELEZATAN AQWAMMEDIA

Oleh : saeva (Mustawa IV)

Terima kasih kepada seluruh penulis aktif aqwammedia. Semoga karya-karya Anda selalu memberikan sumbangan pencerahan untuk segenap warga FORMIL dan sekitarnya.
Dalam tradisi tulis-menulis di media umum, kritik-mengkritik merupakan hal yang wajar. Dan lebih dari itu beberapa tikaman kritik pedas yang sifatnya ditujukan kepada seseorang atau kelompok tertentu sangat tepat sasaran dan tidak jarang menimbulkan reaksi jauh melebihi maksud dari kritik itu sendiri.





Indah, sangat indah sekali tradisi yang telah dilahirkan oleh aqwammedia, saling menuangkan pemikiran masing-masing individu untuk saling memberi masukan yang diharapkan dapat memberikan kemajuan bersama melalui media tertulis yang dapat dinikmati semua orang. Tradisi seperti ini lebih baik daripada tradisi ghibah. Karena pembicaraan yang disampaikan melalui tulisan langsung dapat dibaca oleh orang yang dituju, sehingga seolah-olah kedua belah pihak pengkritik dan terkritik saling berhadapan. Dari sinilah tradisi tulis-menulis dapat dikatakan tidak termasuk dalam definisi ghibah.
Namun, beberapa rakyat FORMIL yang tidak masuk dalam kelompok pengkritik atau yang dikritik sering sekali acuh dan bahkan enggan untuk sekedar menengok opini-opini tersebut. Karena dia tidak terlibat dalam maudlu' yang sedang dibicarakan para penulis aktif mading tersebut. Sehingga pembaca aqwammedia (untuk kolom opini) hanya beberapa orang saja. Dan hampir semua pembaca itu adalah orang yang berkepentingan dengan tema opini tersebut. Hal ini bukan salah para penulis, karena mereka telah melakukan jalur yang benar dalam mengutarakan opini mereka. Permasalahannya adalah rakyat FORMIL yang peduli pada FORMIL sangat minim. Sehingga tulisan-tulisan dalam aqwammedia yang bertema kritik atau masukan tidak mereka pedulikan. Bahkan ada yang hanya membaca judulnya saja kemudian berkomentar : "kurang kerjaan, bisanya hanya menyalahakan orang. mendingan menulis sesuatu yang ilmiah atau humor dari pada mempersoalkan permasalahan klasik seperti ini". Dari kalimat itu sangat tercermin ketidak pedualian orang tersebut terhadap perkembangan problem sosial. Dan orang seperti ini biasanya belum pernah mengirim tulisan di Aqwammedia.
Selain kolom opini, kolom cerpen dan humor adalah kolom favorit pembaca yang tidak boleh dikesampingkan. Sayangnya dalam tiap edisi aqwammedia tidak banyak menampilkan kolom tersebut. Mungkin hanya kolom-kolom kecil saja. Ada dua kemungkinan mengapa tim redaksi tidak banyak memuat kolom humor. Pertama, kekurangan pengirim tulisan humor. Kedua, pengirimnya banyak akan tetapi karena arena yang sempit dan terlalu banyaknya halaman opini dan artikel akhirnya kolom humor banyak yang ditunda. Persoalan yang kedua dapat diatasi dengan cara memperkecil tulisan atau menyettingnya sebisa mungkin agar aqwammedia bisa optimal. Namun, untuk persoalan pertama, solusinya sangat sulit. Bukan karena rakyat FORMIL tidak suka humor, atau karena mereka tidak suka cerpen. Akan tetapi karena kebudayaan menulis belum kita miliki. Kebanyakan dari kita lebih suka bercerita dengan lisan dari pada bercerita dengan tulisan.
Kolom lain yang sangat bermanfaat adalah artikel. Kolom ini sangat jarang sekali. Jika ada biasanya isinya sedikit sekali. Padahal dunia kita adalah dunia ilmiah yang sarat dengan pengetahuan. Akan tetapi, karena alasan waktu banyak penulis-penulis handal FORMIL yang tidak sempat mengirimkan artikelnya. Kepada para pembaca yang ahli dalam bidang ini, mohon untuk menyempatkan diri mengirimkan sedikit fawaid yang Anda ketahui. Karena pengetahuan yang anda sampaikan disini akan sangat bermanfaat untuk kami. Ala kulli hal, saya berterimakasih kepada teman-teman yang telah memberikan sumbangan artikel di aqwammedia ini terutama mas Gali.
Rekan-rekan senasip dan seperjuangan, sebaiknya kita melihat Aqwammedia sebagai sarana untuk mengasah kemampuan kita. Kita coba untuk mengirimkan karya kita apapun bentuknya. Kemudian kita perhatikan, apakah karya kita digemari oleh masyarakat atau tidak. Atau apakah karya kita sudah baik atau belum. Atau apakah karya kita masih banyak memiliki kesalahan sehingga ada kemungkinan tulisan kita akan ditentang, dijawab atau akan dikritisi.
Kepada Anda yang telah merasa mahir dalam bidang jurnalistik dan sudah tidak perlu lagi mengasah kemampuan, Jadikanlah Aqwammedia sebagai ajang menuangkan pemikiran Anda sekaligus mengajari kami tulis-menulis dari sela-sela karya Anda.
Setelah kita mencoba untuk memproduksi karya, kemudidan kita hidangkan dalam papan mading, mari kita bersama-sama menikmati kelezatan Aqwammedia.

Selengkapnya....

ASPEK BELAJAR PESANTREN VS ARAB

Oleh: Muhammad Ufi Isbar Bin Naufal*

Terkadang realita itu membuat kita terkecoh. Tak jarang seorang yang mulanya rajin ibadah, tersandung dengan realita akhirnya dia mengesampingkan ibadahnya dan diganti dengan bekerja. Tak sedikit pelajar yang rajin dan sering mendapatkan 'medali' penghargaan, harus berbalik setir untuk bekerja dikarenakan realita yang memaksa. Dan hal ini tidak dapat dipungkiri dengan mudah. Bisa dikatakan bahwa realita adalah 'si pemaksa ulung'.


Di saat zaman modern ini, banyak realita yang menuntut untuk instant. Sarana dan prasarana dicurahkan untuk menginstankan semua hal. Mulai diciptakan mi instant yang siap saji hanya dengan beberapa menit saja, ada kereta yang berkecepatan tinggi, tentunya ini akan menginstankan waktu. Instant dan efesien merupakan ukuran masa sekarang. Dan tak ketinggalan pula, kurikulum pendidikan diolah se-instan dan se-efesien mungkin. Kursus kilat, les-les dan tetek bengeknya dimunculkan dan tak lain alasannya agar instant dan efesien waktu.
Diantara lembaga pendidikan yang mulai "terkena polusi", yakni terpengaruh realita ini adalah pesantren. Lembaga ini merupakan lembaga tertua di Indonesia yang menelorkan pejuang-pejuang saat masa peperangan, mencetak kader yang dapat mewarnai bangsa. Lembaga ini pun mulai banyak menuai kritik dikarenakan tidak sesuai dengan realita, dan tidak relevan. Tidak relevan disini ditujukan pada metode pendidikan, bukan ajaran. Metode atau manhaj ta'lim dan ta'allum dengan system makna gundul ini yang mendapat sorotan. Banyak kalangan yang menilai ngaji bandongan dengan makna gandul ini tidak relevan dan sudah saatnya ditanggalkan. Mereka mempunyai beberapa argumen yang sangat tajam, diantaranya :
1. kurang efesien
Manhaj ini tidak efesien, karena membuang waktu. Waktu yang semestinya dialokasikan cukup satu jam untuk menerangkan, akibatnya memakan waktu dua sampai tiga jam. Bahkan yang sering terjadi di lapangan adalah prioritas berlebih terhadap makna ketimbang pemahaman. padahal yang lebih vital adalah memahami isi kitab itu, sebab makna bukan kebutuhan primer.
2. Melahirkan Ketergantungan
Efek negatif lain dari manhaj ini adalah melahirkan rasa ketergantungan pada makna bagi santri. Seringkali kang santri (sebutan untuk anak yang belajar di kurikulum ini/pesantren, red) merasa sulit untuk membaca karena makna tidak tertera di kitabnya.
Tapi, pendapat ini tidak semua benar. Tentunya, dalam semua hal terdapat sisi baik disamping sisi buruk. Dua hal ini, baik-buruk, siang-malam, cantik-jelek dan sebagainya adalah fenomena umum yang selalu berhadapan.
Sisi positif dari metode "ngaji badongan" dengan dimaknai adalah membantu kang santri dalam masalah I'rob. Secara tidak langsung, kitab yang bermakna akan mengurangi kesulitan murid dalam ilmu gramatikanya. Contoh:
Kalimat ALHAMDULILLAHI ROBBIL 'ALAMIN.
Jika dimaknai akan menjadi: utawi sekabeani puji patang perkara iku tetep kagungane Allah kang mengerani wong alam kabeh.
Di sini sangat jelas. Dalam metode memberi makna atau bahasa lain maknani sangat membantu. Dalam perspektif gramatika arab alif lam yang tertera pada kata-kata AL HAMDU merupakan alif lam yang berfungsi istighroqul jinsi (mengandung arti menyeluruh dan luas serta memuat arti kull (setiap/seluruh) ). Maka layak kiranya jika al hamdu diartikan setiap pujian atau seluruh pujian yang bahasa makna jawanya adalah sekabehan pujii patang perkara. Maksudnya adalah segala puji empat perkara. Kenapa harus empat? Karena pujian itu hanya berpusat pada empat hal. Yakni Sang Khaliq memuji makhluknya, atau sebaliknya yaitu makhluk memuji Sang Khaliq, atau Sang Khaliq memuji dzatNya sendiri dan yang terakhir adalah makhluk memuji sesama makhluk. Jadi tepatlah makna jawa yang diartikan utawi sekabehani puji patang perkara. Dan pada lafadz alamin itu merupakan bentuk plural dari kata alam. Maka tepat pula jika diartikan kang mengerani wong alam kabeh. Kata kabeh disini menunjukkan kata alamin adalah jama'.
Sekarang mari kita komparasikan dengan terjemahan Indonesia. Maka kata ALHAMDULILLAHIROBBIL 'ALAMIN memiliki arti "segala puji bagi Allah yang menjadi tuhan alam semesta. Tentunya kita sudah dapat melihat titik kelemahannya. Yakni kurang jelas dalam arti 'segala puji'. Karena kata segala itu lebih global dan belum tahshilul maqsud, belum tercapai maksud. Meskipun sudah mendekati. Dan kata 'alam semesta' itu hanya mengartikan 'alam. 'alam adalah ma siwallahi, semua hal selain Allah.
Jelas sudah sisi positif makna jawa. Dan sisi lain adalah melatih kesabaran dan membantu memahami. Dengan memaknai maka pemahaman kang santri akan terangsang sebelum ustadz menerangkannya. Bisa jadi rentang waktu untuk memaknai ini dijadikan even berharga bagi kang santri untuk meraba-raba maksud kata itu. Dan ketika ustadz menerangkan, kang santri hanya mengulangi memori pemahamannya. Dengan banyak mengulangi memahami, maka kang santri akan semakin lekat pemahamannya. Dengan tanpa memaksa kita dapat mengambil kesimpulan sebenarnya metode maknani itu lebih efesien. Kenapa? Karena makna jawa lebih membantu dalam gramatikalnya. Hal ini sangat mengurangi murid dalam menguras waktu untuk menilik lagi kitab gramatika (nahwu-shorof)
Dan sistem yang sangat menguntungkan adalah banyak fase untuk memahami pelajaran. Fase pertama kang santri disuruh menulis bahan yang akan dikaji, kedua ustadz memaknai jawa bahan yang sudah ditulis kang santri dan terakhir dijelaskan. Patrian tiga sistem ini tentunya sangat membantu. Pada fase pertama yakni tahapan menulis bahan yang akan disajikan. Santri dapat memahami sekilas dan melatih kemandirian dan ketelitian. Disamping tujuan yang lain yakni melatih menulis dengan baik. Dan fase-fase berikutnya juga dipusatkan agar murid dapat memahami kitab dengan sempurna.
Sekarang mari kita bandingkan dengan metode simposium, lokakarya, seminar atau yang lain. Dalam sistem seminar misalnya, hadirin akan disodorkan lembaran kertas yang sudah diketik dan ditulis oleh pemakalah. Kemudian hadirin akan dijadikan audiens atau mustami'in. benar ini merupakan metode efesien. Karena audiens hanya dipusatkan pada memahami makalah. Akan tetapi yang sering terjadi di lapangan adalah audiens sibuk (baik sibuk dengan hp, atau yang lain) dan tidak memahami makalah dengan benar, banyak pula yang tampak jenuh dan mengantuk. Daya serap tiap hadirin juga harus diperhitungkan. Apakah daya serap hadirin akan cepat seperti pemakalah menyampaikan lembaran makalahnya? Jawabnya adalah tidak semua bisa cepat memahami. Padahal waktu seminar ini terbatas. Maka efesiensi dalam memahami ini pun menjadi gugur.
Lantas setelah menjajaki dan membandingkan beberapa metode tadi, kita akan mencoba menemukan titik temu. Dengan manhaj tanpa makna jawa ( sebut saja metode ala arab) keunggulannya adalah efesiensi waktu dan relevan dengan situasi, metode jawa mempunyai kelebihan seperti tersebut di atas. Maka metode yang tepat adalah penggabungan. Metode makna jawa tidak ditinggal sepenuhnya, dan metode langsung memahami tidak diterapkan sepenuhnya. Maka the mind solution adalah metode langsung memahami dengan menyuruh murid menyelami gramatika tiap katanya dengan sedikit menanyakan I'rab dan posisi kalimat itu. . Wallahu A'lam

* Penulis adalah Mahasiswa tingkat III Univ. Al-Ahgaff, Tarim-Hadhromaut-Yaman.

Selengkapnya....

Peringatan Hari Anti-Korupsi

Oleh : Amir Faqih Qodafy*

sehari sebelum pelaksanaan, tepatnya tanggal 8 Desember 09, direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti dalam seminarnya berkata, “Besok adalah momentum yang tepat untuk menyatakan kepada pemerintah yang korup, Polisi dan Kejaksaan yang korup bahwa tidak ada tempat bagi koruptor didunia ini”. Kompas.com 8/12/09.


Pada hari Rabu tanggal 9 Desetmber 2009 kemarin, seluruh dunia bergemuruh memperingati hari antikorupsi. Tak ketinggalan, Negara Indonesia yang merupakan Negara terkorup juga turun lapangan dengan aksi Demonstrasi yang dilakukan di ibu kota Jakarta, wilayah dan daerah-daerah. Aksi besar-besaran ini menurunkan beberapa ribu Simpatisan, Aliansi, Ormas dan Organisasi-organisasi yang bergabung dalam anti-korupsi. Kepolisiaan pun menurunkan lebih dari separuh personel untuk mengamankan aksi tersebut.
Aksi demonstran tersebut menyadarkan kita bahwa korupsi adalah perbuatan yang sangat terkutuk dan dibenci oleh masyarakat, ini cukup menegur pemerintah yang selama ini berada dalam kemelut korupsi. Sepatutnya pemerintah menganggap aksi tersebut sebagai kritik membanguan, masyarakat sudah muak dan geram dengan kata korupsi, Sejak awal reformasi bergulir hingga sekarang yang sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun, korupsi belum saja tuntas, malah tambah merajalela. Korupsi seakan sudah membudaya. Tindakan korupsi merupakan tindakan yang selama ini menjerat bangsa berada dalam keterpurukan dan kesengsaraan. Terlalu lama Negara Indonesia diobok-obok oleh kaum koruptor, Neoliberal, Neokolonial dan Neoimpreal, saatnya pemerintah sadar bahwa selama ini Negara disetir bahkan dikendalikan oleh para Mafia Hukum dan Markus (makelar khusus).
Kasus yang menimpa dua pimpinan KPK Chandra M. Hamzah dan Bibit dengan alasan penyalahgunaan wewenang tidak dapat dibuktikan secara konkrit oleh kepolisian. Ini salah satu bukti bahwa memang ada proses untuk mengkerdilkan dan mengkriminalisasi KPK yang selama ini aktif memerangi korupsi. Akibat kasus tersebut. Indonesia Corruption Watch (ICW), transparansi international Indonesia, dan lembaga swadaya masyarakat anti korupsi melaporkan Indonesia kepada sekretaris jendral PBB Ban Ki Moon di Jakarta, bahwa ada usaha menghalangi pemberantasan korupsi di Indonesia. Dilain pihak, BEM SI (Se Indonesia) bersuara. Dalam aksinya BEM SI mensinyalir “rangkain peristiwa tersebut merupakan suatu skenario besar dan serangan balik para koruptor dengan melemahkan KPK dan pengadilan Tipikor sebagai produk reformasi yang progresif dalam memberantas korupsi”. Tapi sayang, yang benar tetaplah yang akan menang, kini keduanya (Chandra dan Bibit) diaktifkan kembali sebagai Pimpinan KPK.
Disaat lembaga lain tidak dapat diharapkan. KPK datang membawa dan memberi sejuta harapan masyarakat, karena KPK lahir dari rahim masyarakat. Ini sebabnya, ketika KPK mau dikerdilkan fungsi dan wewenangnya, seluruh aktivis dan masyarakat berdoyon-doyon mengecam Polri dan Kejaksaan. Anies Baswedan (intelektual muda sedunia) yang juga Rektor Paramadina mengatakan, “bagaimana caranya kita menjaga semangat Indonesia untuk memerangi korupsi, bukan memerangi lembaga yang selama ini memerangi korupsi”. Masak jeruk-minum jeruk (sesama penegak hukum saling menjatuhkan).
Semoga aksi sosial tersebut, bisa membuka hati Para Koruptor yang Kotor Profokator. Selanjutnya kami ucapkan “selamat menjalankan kehidupan yang bersih Indonesiaku, semoga Tuhan yang maha kuasa mengangkis Indonesia dari keterpurukan moral dan semoga Allah selalu membimbing Negara Indonesia kepada jalan yang benar”. Wallahua’lam.

* Penulis adalah Pemerhati Sosial Kemasyarakatan, Mustawa Tsani.

Selengkapnya....

MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT PINGGIRAN

(Kajian Analogisasi Teori Huruf Dalam Gramatikal Arab)

Oleh: Umamelsamfani*

alam diskursus tata bahasa Arab, aqsam kalam dibagi menjadi tiga; Kita mengenal kalimat isim, fi`il dan huruf. Tiga komponen itu merupakan pokok pembahasan gramatikal Arab. Secara singkat, pengertian kalimat isim ialah kata yang menunjuk langsung pada suatu benda tertentu, sementara kalimat fi`il sebagaimana masyhur, terbagi menjadi tiga bagian;


Ada yang merujuk pada kegiatan lampau (fi`il madli), ada pula yang berorientasi pada kejadian kini, proses yang sedang berlangsung dan yang akan terjadi (fi`il mudlari`, lil hal wa istiqbal), dan terakhir berbentuk perintah (fi`il amar, listiqbal). Selain dua kelompok tersebut, dalam gramatikal Arab dikenal juga kelompok ma siwa huma, la isma wala fi`la. Kelompok terakhir inilah yang saya analogisasikan sebagai kelompok masyarakat pinggiran, kekuatan akar rumput (gress root power ) yang dalam terma nahwu disebut Huruf.
Huruf sebagai kelompok masyarakat pinggiran, tentunya tidak berstatus apa-apa, ia bukan isim berkelas social elitis, ia bukan fi`il yang mempunyai kepentingan program jangka pendek atau jangka panjang sesuai keterlibatannya dalam lingkaran kekuatan jumlah ismiyah ataupun fi`liyah, hurufpun seakan tidak dapat memposisikan diri sebagai subyek yang mampu berdikari, ia sama sekali tidak memiliki kekuatan sempurna, kecuali keberadaannya bersanding dengan kalimat isim atau fi`il, karena hal itulah, bagi saya, huruf sangat tepat bila dianalogisasikan sebagai kelompok pinggiran yang perlu diberdayakan, disebut pinggiran karena secara bahasa huruf berarti pinggir, sementara secara power ia berada dalam posisi lemah (dla`ful makanah), sehingga untuk memastikan dan mengetahuinyapun, hanya cukup dengan tidak adanya tanda atau alamat yang terdapat pada isim atau fi`il. Ibn Malik dalam nadzam al Fiyah menyatakan; "Wal harfu lam yashluh lahu `alamah, Illantifa qabulihil `alamah", nadzam ini menurut saya -dengan tanpa mengurangi rasa hormat pada beliau- sedikit menyisakan isykal dalam proses reaktualisasi substansi maknanya, ketika coba dianalogikan dengan upaya pemberdayaan masyarakat pinggiran yang memasang huruf sebagai ikon utamanya, namun demikian, keberadaannya sebagai inspirasi kajian ini sangatlah bernilai istimewa, setidaknya bagi saya pribadi, hal ini penting diapresiasi, sedikit isykal yang saya isyaratkan itu, karena pengertia umum nadzam tersebut seakan menutup pintu kemungkinan memberdayakan kekuatan huruf yang sesungguhnya amat potensial, walaupun secara kasat mata tidak bisa diketahui melalui tanda khusus yang ada pada isim atau fi`il, tetapi kekuatan maknawi yang ada pada huruf, sangat bisa dibuktikan efeknya, sebab huruf sendiri berperan sebagai penanda (alamat) bagi isim atau fi`il, ia memang tidak perlu tanwin untuk disebut huruf, ia pula tidak perlu menerima ta` ta`nits, karena ta` ta`nits sendiri adalah huruf, ia juga tidak butuh nun taukid, sebab nun itu sendiri adalah huruf, dan beberapa huruf lain yang khusus menandai isim atau fi`il.
Itulah sebabnya, tawaran solusi suksesi pemberdayaan huruf, dengan memposisikannya sebagai penentu utama dalam satu waktu dan penyempurna jumlah dalam situasi dan kondisi berbeda ini, patut diwacanakan, ia bukan lagi sekedar huruf yang tidak mempunyai arti apa-apa, ia adalah huruf (masyarakat pinggiran) yang diproyeksi berpotensi menjadi motor perubahan tanpa harus diawasi, didikte dan dikawal ketat kekuatan system tertentu, dan karenanya, huruf bisa saja menjadi ikon massal bagi kelompok isim dan fi`il sebagai representative masyarakat modern berkelas social tinggi, walaupun demikian, kemandirian karakter huruf dan independensinya dalam merubah diri dan masyarakat bangsa masih tetap dapat diandalkan. Posisi huruf laksana Tsuraya dalam gugusan bintang, planit merkurius dalam tata surya dan asas membentuk kalimat. Tanpa huruf, selamanya tidak akan pernah ada kalimat. Huruflah yang menentukan ada tidaknya kata, huruflah yang menjadikan keserasian bahasa (fashahah kalimat) atau kerancuan dalam susunan kalimat (tanafur), ialah yang jika satu sama lain berpisah, dengan sendirinya susunan kalimatpun akan bubrah, huruf sangat mungkin didayagunakan potensi juangnya bila diberdayakan dengan merapatkan barisannya, ia akan menjadi kekuatan pinggiran yang siap menggulingkan kemapanan system yang sewenang-wenang, kekuatan huruf yang ada pada masing-masing karakternya, secara alamiah sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi sebagai kekuatan dahsyat yang mematikan, dan ia akan lebih bernilai istimewa ketika bersatu padu dalam rangkaian kata-kata mutiara.

Huruf, Representasi Masyarakat Pinggiran
Dari argumentasi pengantar itu, dapat disimpulkan, bahwa keberadaan huruf muncul sebagai representasi kekuatan masyarakat bumi yang benar-benar membumi, tanpa menafikan makna filosofi "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung", karena apapun profesi atau posisi kita dalam masyarakat, berstatus social tinggikah, menengah, bahkan lemah sekalipun, kita wajib memainkan peran nyata layaknya tradisi fi`il, atau seperti isim yang selalu berperan aktif mengharumkan status social masyarakat setempat melalui predikatnya. Tentu semua kita sepakat dengan ide-ide segar itu, tapi bagaimanakah cara kita memberdayakan masyarakat pinggiran (huruf) menjadi bagian penting dalam menyempurnakan makna filosofis tamsil tersebut. Kita harus melaksanakan nilai-nilai ajaran yang bersumber pada kekuatan persatuan dan kebersamaan membangun karakter bangsa, yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan saling memberi peluang beraktifitas positif, berkarya kreatif, inovatif, konstruktif bagi setiap elemen masyarakat di lingkungan kita dalam segala hal yang dapat memacu terciptanya tatanan masyarakat pinggiran yang lebih baik, membangun kekuatan relasi dan kemitraan dalam berorganisasi, membudayakan sharing idea dan take and give demi kesempurnaan proses pemberdayaan masyarakat disegala lini kehidupan. Dari sinilah, huruf dapat diprediksi sebagai kekuatan baru yang paling siap menggantikan posisi struktur kalimat isim atau fi`il dalam situasi krisis power (minal huruf lidzdzuruf).
Ibn Malik dengan tegas menyebut status huruf (masyarakat pinggiran) sebagai mustahiq lil bina, yang kerap disandarkan pada pengertian konservatifisme, anti modernisasi, kampungan, ndeso, tulalit, oneng, oon, bloon, dan istilah miris lainnya. Bagi saya, dalam kajian social, masyarakat huruf tidak berarti sama sekali tidak memiliki kekuatan, karakteristik, potensi, budaya dan kemampuan intelektual di atas rata-rata, kenyataan ini saya kemukakan bukan tanpa validitas data riil, bahkan jika menganut pendapat Ibn Khaldum, sejarawan muslim berdarah Hadhramaut dalam Muqaddimahnya, justru kemajuan besar dan kekuatan mental superior itu banyak tumbuh dari kaum badawi (kelompok masyarakat pedalaman Arab) yang disebutnya sebagai pemberani, anti basa-basi dalam mengungkap kebatilan penguasa demi tegaknya kebenaran. Dalam diskripsinya, Ibn Khaldun menyebut keberanian mereka para badawi itu tampak ketika datang menemui seorang raja atau penguasa, ketika itu mereka datang dengan tombak terangkat tinggi seakan menantang kekuatan istana (raja atau penguasa) yang dzalim dan semena-mena dalam menerapkan kebijakan public, bahasa mereka lugas namun tegas, mereka seakan ingin memudarkan pamor protokoler yang menjadi pakem pemerintahan atau kerajaan, mereka meninggalkan aksi sakralisasi penghormatan dalam bentuk sujud dan membungkukkan badan di depan penguasa dzalim, mereka datang dengan dada tegap, mereka itulah yang oleh Ibn Khaldun disebut sebagai pioner perubahan sejati, masyarakat pinggiran yang mampu mendobrak kebatilan dengan segala kemampuan yang dimilikinya, mereka itulah simbol perubahan, modernisasi yang sesungguhnya, hanya masyarakat kampunglah (badawi) yang lebih pantas disebut sebagai kelompok anti kemapanan, mereka lebih memilih berubah menuju kesempurnaan dari pada bertahan dalam himpitan dan genjetan penguasa dzalim yang tak berprikemanusiaan. Bahkan mereka berani mempertaruhkan darah, harta benda atau nyawa sekalipun, mereka leluasa melakukan segala keinginannya itu, karena tidak terikat aturan-aturan berlatar belakang kastanisasi, status social (priyai, abangan), material (kaya, miskin), intelektual (pintar, bodoh) dan pembeda lainnya.
Ironisnya, pengelompokan masyarakat banyak pula ditemui di lingkungan lembaga pendidikan kita dengan memfokuskan tingkatan title atau besar-kecilnya nilai dalam beberapa materi pelajaran yang dievaluasi temporal dalam memulyakan dan memposisikan seseorang sebagai bagian penting dalam masyarakat. Menyikapi hal itu, Mahbub Junaidi, mantan ketua PBNU, kolomnis kondang era tujuh puluhan itu pernah menyatakan, bahwa karya tulis yang disebut ilmiah sering diidentikkan oleh sebagian masyarakat, dengan tulisan-tulisan atau karya-karya yang sulit difahami, atau yang membawa istilah bahasa asing yang tidak biasa digunakan (gharabah), al hasil, Mahbub menyimpulkan, bahwa wacana "aneh" itu sebagai aliran neo primordialisme, dengan mengindikasikan tulisan ilmiyah yang harus ditulis seorang sarjana, magister, doctor, professor atau harus paham bahasa asing, harus sulit dimengerti banyak kalangan dan tidak seperti biasanya, wacana ini jelas sangat mempengarui proses pemberdayaan kualitas pendidikan masyarakat pinggiran (huruf) yang mayoritas hanya berpendidikan rendah atau menengah, karena dengan wacana "intimidasi" itu, berarti telah membunuh kesempatan masyarakat awam dalam berekspesi dan berkarya.
Relevansi dan kekuatan substansi kritik Mahbub Junaidi itulah yang dalam kajian ini, ingin saya jadikan pelecut semangat bagi saya pribadi dan shabat mahasiswa universitas al Ahgaff untuk terus berlatih otodidak dalam berkarya melalui media tulis yang telah tersedia, dengan berani mewacanakan ide, serius menaggapi opini atau essai, demi percepatan proses pemberdayaan kita sebagai bagian pinggir kekuatan kelompok lain yang meligkupi. Dalam teori nahwu, upaya memasyarakatkan masyarakat dengan tanpa membedakan kelas sosialnya, adalah target awal yang harus dicapai oleh kaum huruf untuk memposisikan diri sebagai subyek dan bukan selamanya sebagai obyek dengan memberdayakan fungsi huruf istifham yang memiliki kekuatan control, mengawasi, menanyakan tentang suatu hal terkait laju aktifitas, kekuatan institusi dan organisasi-organisasi yang melingkupi, terkait beberapa kebijaksanaannya yang berimplikasi langsung terhadap keberadaan kita sebagai kaum hurufi. Melalui proses pemberdayaan kelompok huruf (istifham) ini, diharapkan mampu mengimbangi kerancuan informasi dan kesimpangsiuran aturan atau kebijakan dengan pro aktif bertanya, mengawasi dan mengkritisi, menggunakan media "institusi huruf istifham" seperti, hal, kam, mata, aina, man, ma dan lain sebagainya, atau dengan cara melengkapi struktur jumlah ismiyah dengan menyisipkan huruf jar, dan cara lain seperti menjadi tanda bagi kalimat isim atau fi`il yang menunjuk makna mudzakkar atau mua`annats, seperti karim, karimah, shahih, shahihah, ya`lamu, ta`lamu dan lain-lain.
Setelah memahami potensi dan kekuatan huruf yang cukup menjanjikan harapan dalam mewujudkan perubahan dan pemberdayaan masyarakat pinggiran, maka tinggal satu hal yang harus segera kita lakukan bersama, yaitu kesanggupan kita saling bersatu padu mewujudkan harapan mulia itu dengan menyandingkan huruf-huruf yang masih terpisah, untuk dijadikan kekuatan "kalimat isim" atau "kalimat fi`il" baru yang siap menggeser kemapanan "kalimat isim" atau "kalimat fi`il" lama melalui penggabungan persepsi (tajmi` `ara`). Bila keberadaan huruf-huruf itu dihimpun dan disatupadukan, maka kekuatan menyampaikan aspirasi dalam bentuk kalimat, segera dapat terwujud nyata. Kita tinggal memilih desain bahasanya saja, sehingga "kalimat isim atau fi`il" baru itu dapat disampaikan dengan sangat mengesankan, terhindar dari kerancuan (tanafur), tidak saling berbenturan kepentingan antar sesama huruf, tidak terkesan asing didengar (gharib), dan tidak sulit difahami penerimanya.
Lantas pertanyaannya, seperti apakah bentuk "kalimat isim atau fi`il" baru yang memenuhi kriteria ideal?. Tentang hal itu, tentu sangat bergantung situasi dan kondisi tertentu untuk mengekspresikan tulisan untuk menjadi sebuah kalimat yang mencerahkan. Apakah kalimat baru itu harus berbentuk sya`ir, puisi, cerita, natsar, diskripsi, argumentasi, opini, esssai, counter wacana dan lain sebagainya, itu bukan masalah. Tapi secara pribadi, saya lebih cendrung memilih menguatkan karakter yang ada pada masing-masing huruf itu sendiri sebelum melangkah lebih jauh menyusun kata-kata, seperti contoh; Kelompok huruf istiham (masyarakat pinggiran yang memiliki kekuatan kritik konstruktif) umpamanya, harus diberdayakan untuk terus melakukan koreksi konstruktifnya dengan menempel ketat setiap statemen jumlah ismiyah atau fi`liyah (kekuatan system) yang tidak jelas arah maknanya, sementara huruf "inna littaukid" diberdayakan sebagai penguat dan penegas kebijakan tertentu yang diambil demi kemashlahatan bersama, di sisi lain huruf lam, berupaya memberdayakan fungsi kontrolnya dengan menegasikan tuduhan miring yang dihembus untuk melemahkan semangat pengawasan antar sesama yang kini mulai tumbuh dalam bentuk kritik-kreatif dalam beropini melalui wacana citizen journalism (jurnalistik warga), atau dalam istilah nahwu akrab dikenal dengan sebutan "amil nawasikh" yang bertugas sebagai "kekuatan sayap" dalam merubah kemapanan jumlah (struktur kalam). Kekuatan yang saya maksud mengacu pada kekuatan huruf yang memiliki peran taghlib, taqlib, takhrif, ta`kid dan lain sebagainya, bahkan huruf illat dan ziyadah sekalipun (masyarakat pedalaman yang sama sekali tidak memiliki kekuatan materi maupun immateri) dalam teori gramatikal Arab masih dapat mempengaruhi kalkulasi makna politik kekuasaan (tarkib kalam), seperti merubah makna lazim ke muta`addi, dengan menyisipkan huruf hamzah atau memasang huruf nafi sebelum fi`il mudlari` untuk merubah makna menjadi madli, dan masih banyak contoh lain upaya pemberdayaan huruf dalam rangka ikut serta membangun kesuksesan bersama menyampaikan makna pesan kebaikan yang terorganisir dalam struktur kalam yang rapih, mengesankan, menarik perhatian, tepat sasar (muqtadlal hal) dan dapat diterima dengan baik oleh semua kelas social masyarakat. Analogisasi konsep yang diserap dari ilmu nahwu itu, kemudian dipadukan secara cermat ke dalam ilmu balaghah seputar pengertian fashahat kalimah wal kalam, yang mengharuskan struktur kalimat rapi, tidak rancu bahasa (tanafur), dan tepat dalam memilah kata popular (ghair gharibah wa mukhalafatul wadli`) dengan memperhatikan kemampuan penerima pesan bahasa yang disampaikan (mukhatab).
Klaim bahwa masyarakat huruf tidak berdaya, dicap mustahiq lil bina, statis, anti peradaban dan perubahan ternyata masih mampu membalik kenyataan dan bahkan merombak arah makna jumlah ismiyah atau fi`liyah yang sudah mapan, dengan berbekal keyakinan, ia bisa menembus tembok kategoris kalimat isim dan kalimat fi`il, ia berani mengetuk pintu berulang kali dan boleh jadi mendobraknya, bila cara diplomasi santun berbahasa tidak sukses mencairkan situasi yang membelit kehidupannya dan menghimpit status sosialnya. Seakan-akan bagi huruf, status kehurufan bukan berarti harus lemah secara maknawi, atau bahkan tidak bisa berbuat apa-apa, padahal ia mampu bermakna dan memaknai kehidupan, sebagaimana kalimat isim atau fi`il yang memiliki status makna berbeda, ia pun kadang hadir mengacak pemahaman dan kemapanan yang ada, sebagai bentuk protes keras dan perlawanan atasnama institusinya, hal ini sebagaimana silang pendapat nahwiyin dalam menentukan status "laysa", antara disebut sebagai kelompok fi`il menurut madzhab jumhur yang diyakini Ibn Siraj, ulama gramatikal Arab pertama yang menyatakan laysa bukanlah huruf, atau seperti al Farisi dalam sebagian pendapatnya yang didukung oleh Abu Bakar bin Syuqair dengan menyebutnya sebagai huruf.
Ketidak selarasan pendapat para nuhat ini pulalah yang memicu huruf sebagai kelompok oposan cukup kuat, disegani dikalangan struktur jumlah ismiyah ataupun fi`liyah, koreksi dan intensitas reaksinya yang sangat tinggi sekali tampak dalam target kelompok huruf (masyarakat pinggiran) yang berafiliasi langsung dalam wadah masyarakat anti penguasa (nawasikh al mubtada), mereka mayoritas memilih garda depan sebagai pangkalan melancarkan
aksi-aksinya, sebut misalnya "inna corporation" (inna wa akhawatuha), al huruf al musyabbah bi laysa (ma, lata dan in), atau huruf nafi dan nahi, ada pula yang di tengah kalimat, seperti istitsna` bi illa, taqdir bi huruf jar, washal bi huruf athaf dan lain sebagainya.
Jika teori hitam di atas putih ala ulama nahwu itu dapat dikaji seara kontekstual, atau dianalogisasikan sedemikian rupa, selayaknyalah bagi kita mengapresiasi hal itu dengan mencoba mereaktualisasikan konsep dasarnya pada tataran praksis. Kenapa teori gramatikal Arab ini tidak kita coba untuk dijadikan pedoman penyeimbang beberapa konsep lain dalam proses membangun kekuatan masyarakat pinggiran (huruf) melalui pemberdayaan karakter bertahap, sebagaimana teori Ibn Malik dalam al Fiyahnya, al Imriti, Ajurumi, Qatrunnada, Syudurudzahab, Usul Nahwu, Ibn Aqil dan lain-lain, sehingga kita tidak harus selalu menganut teori-teori hitam di atas putih yang dibangun melalui kegamangan berfikir dan skeptisme nalar tentang apa sesungguhnya alam berikut makhluk social yang mengitarinya, apalagi ada missi destruktif dan banyak pemahaman yang meracuni kesucian dan kemurnian keyakinan kita pada Allah sebagai dzat sang pencipta. Sudah sangat banyak hasil penelitian akademisi yang dikembangkan sebagai teori sosial pemberdayaan masyarakat pinggiran yang teorinya lebih didominasi kekuatan akal belaka dan sedikit sekali -untuk tidak menegasikan keseluruhan- yang merujuk pada sense kekuatan bahasa agama (mukjizat alqur`an dan proses pewahyuannya) yang ghair ma`qul menurut para orientalis, karena mereka memang tidak mengimani keberadaan al qur`an sebagai mu`jizat Nabi, sementara kita mengimaninya sebagai al ghaibiyat dan bentuk nyata ta`abbudiyah.
Dengan mencoba mengaplikasikan muatan arti dari teori huruf ini ketataran praksis, sedikit demi sedikit kita memulai langkah menggali kembali kekuatan fitur bahasa al Qur`an yang mulai memudar di kalangan kita sendiri, padahal sesungguhnya, untaian bahasa Al qur`an sangat mengagumkan pembacanya dan mengesankan bagi para pendengarnya. Benar…, "Inna hadzal qur`ana yahdi lillati hiya aqwam, wa yubassyirul mu`minimal ladzina ya`malunash shalihati anna lahum ajran kabira" (al Isra`/9).
Akhirnya, bila Rosihan Anwar, wartawan senior Indonesia kerap menutup tulisannya dengan meminjam gaya bahasa penyiar radio BBC; "for now good bye", maka saya lebih enjoy mengutip koreksi Imam Assubqi atas kesimpulan Ibn Hajib dan al Amidi tentang masalah khilaf lafdzi dalam ushul fiqh, dengan bahasa khas yang memukau, beliau berkata; "Laula hadzal ikhtishar, la`awqaftuka `ala a`jabil `ujab". Andai saja tidak karena demi meringkas tulisan ini, sungguh akan saya jadikan anda terdiam seraya berdecak kagum atas banyak hal lain yang sangat sensasional (terkait diskursus gramatikal Arab seputar teori huruf ini). "Wahwa bisabqin haizun tafdlila mustaujibun tsanaiyal jamila". Yassalam isy min kalam !

*) Jurnalis dan Mantan Ketua Umum FORMIL 2008-2009.


Selengkapnya....