Mengasah Keindahan Seni Berinteraksi

AM Saputra*
ebih kurang sepuluh tahun yang lalu tepatnya ketika saya masih duduk di bangku madrasah, saya sering mendapatkan wejangan dari Pak Miftah guru kaligrafi untuk sering berlatih dan berlatih dalam menekuni suatu bidang tertentu. Ketika mendapatkan pelajaran dasar menulis kaligrafi di kelas, beliau bilang lebih baik latihan menulis satu kalimat sebanyak 100 kali dari pada menulis 100 kalimat tetapi cuman sekali (1x100 lebih baik dari 100x1).
Apalagi bagi pemula, kaedah-kaedah menulis kaligrafi "khot naskhi" yang merupakan khat wajib dalam seni kaligrafi membutuhkan ketelitian dan ketelatenan tersendiri dimana kehalusan menulis tidak akan dihasilkan kecuali dengan terus menerus berlatih. Saya yang tulisannya tidak lebih baik dari batik ceker ayam merasa mendapatkan support, setelah sekian lama alhadulillah usaha itu mendatangkan hasil yang tidak sia-sia, tulisan arab saya sudah dapat dibaca dengan nyaman meski tidak sebagus guru saya.
Kaitannya dengan seni berinteraksi antar sesama manusia (fan ta'amul ma'a an-naas), dalam kehidupan sehari-hari sering sekali kita mendapati orang yang sangat disayang oleh keluarga, teman, sahabat dan sanak familinya. Keberadaannya benar-benar memberikan kesejukan dan keteduhan, tutur katanya bak air segar menyirami padang hati yang gersang, sikapnya santun dan tidak pernah menyakiti atau mengecewakan, subhanallah kita sampai bergumam betapa beruntungnya dia. Keberadaanya menenangkan sementara kepergiannya senantiasa dinantikan. Sementara di sisi kehidupan yang lain, kita juga kerap kali menemukan orang yang sama sekali tidak disukai, sikapnya keras, perkataannya tajam bak sembilu menyayat kulit dan qolbu, keberadaanya tidak diharapkan serta keperginya sentiasa dinantikan, masayaAllah!? Betapa sulitnya kehidupan tipe orang yang kedua ini dalam bergaul dengan masyarakat.
Melihat kenyataan itu, tentunya kita sangat berharap untuk dapat menjadi orang yang pertama bukan. Siapa sich yang tidak ingin mempunya kawan banyak, dikasihi dan disayangi, kehadiran kita selalu diharapkan dan seterusnya. Adakah hal itu bisa kita lakukan? Ataukah bakat itu hanya bisa dimiliki oleh orang-orang pilihan saja? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita rujuk kembali as-Sunnah sumber falsafah hidup seorang muslim, bagaimana Rasulullah menyampaikan misi diutusnya ke dunia ini seraya berkata: "hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak." Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa bagaimanapun rupa dan bahasanya, selagi itu manusia maka ia pasti bisa mendapatkan bakat seni berinteraksi. Apa lagi ditambah dukungan wahyu yang membuat kita lebih optimis untuk dapat mengasah kemampuan seni berinteraksi, karena jika itu diniatkan untuk mendapatkan ridho-Nya maka ia akan mendapatkan hitungan pahala tersendiri. Bukankah Rasulullah mengajarkan bahwa senyuman itu sedekah? Bukan kita diajarkan Rasulullah untuk selalu memberikan kedamaian pada sesama apa lagi kepada saudara kita seiman.
Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, selagi ada niat dan kemaun insyaAllah semuanya akan dimudahkan. Melatih senyum misalnya, mungkin bagi sebagian kita amatlah sulit dilakuin, tapi jika terus menerus dibiasakan lama-lama akan jadi mudah, malahan kalau gak senyum rasanya ada yang hilang dari kita. Yah gak apa, asal jangan jadi senyum-senyum sendiri tar malah dikira gak waras kan repot juga.
Dari sini marilah kita coba niatkan untuk dapat meniru suri tauladan kita, junjugan kita Sayyidana Muhammad Saw. Sungguh betapa berharganya hidup ini jika hanya untuk disia-siakan, betapa mahalnya nilai hidup ini jika digunakan hanya untuk bermusuhan dan sering mengecewakan orang, terlebih orang-orang yang kita sayangi. Sudah saatnya kita sematkan niat untuk merubah sikap agar lebih dapat diterima orang lain sekaligus menjadi pribadi yang menyenangkan demi meraih ridho-Nya. Kita rawat bersama niat ini ditambah usaha untuk mewujudkannya sehingga pada saatnya nanti Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk mewarisi "uswah" yang terkejewantahkan dalam kehidupan Rasulullah, Amin.

*Penulis adalah aktifis sekaligus jurnalis dan sudah tingkat V Univ Al-Ahgaff

0 komentar:

Posting Komentar