111206_ أجمل بها

Dalam kelam… lukisan wajah terlintas nyata_bidadarikah ini… ataukah manusia biasa hanya tanpa cela…
cuma sepintas, tapi ku nikmati keindahan sempurnamu_mata tak mau berkedip menatap, rasaku semakin hidup berdegub,



hatiku berdetak kencang ikuti irama asmara_darahku berhenti mengalir bawa aku terdiam…
ku terkagum! tanpa sadar.. tanpa berrfikir pun.. ku jatuh cinta pada kecantikanmu_17 11 '06.
Malam berlalu hanya dalam hitungan jari-jari masa_memang tak lama_tapi dalam langkah anganku tiada kebohongan_ku selalu mencarimu.. menginginkanmu_tak dapat kutemui… kau menghilang_bak malam sirna tertelan siang_21 02 '06.
Aku masih disini terus bertanya_walau semua wajahmu tak tersisa_aku tak mengerti..
bingung_jika kau pernah ada kenapa menghilang?
tak bisakah kau datang?
walau sekejap datanglah! Ku ingin lihat pesonamu walau tuk terahir kalinya! Hanya batu nisan yang bicara.. saat semua terpaku membisu

By: Ashab Rayati

Selengkapnya....

TANDA DEMOKRASI MASIH MUDA

Oleh : Amir Faqih*

"Mengutip" pernyataan Presiden terpilih, SBY : "Dari sabang sampai merauke, Negara bahkan seluruh dunia pun yang menganut sistem demokrasi, tidak ada satupun sistem demokrasi yang sempurna".



Tidak ada sistem demokrasi yang ideal karena ia merupakan proses yang terus menerus berjalan. Pernyataan ini singkat padat, ringkas tapi jelas. Demokrasi pada dasarnya adalah Demokratisasi yaitu suatu proses yang terus menerus untuk menjadi Demokrasi,. Dinamika tantangan dan masalah adalah "hukum sejarah" yang memaksa sistem demokrasi untuk selalu belajar dan memperbaiki diri. Itulah kelebihan sistem demokrasi yakni tersedianya ruang untuk selalu koreksi dan melakukan perbaikan secara terus-menerus.
Demikian juga dengan demokrasi yang kita miliki, Sengaja penulis memakai istilah demokrasi masih muda karena memang demokrasi yang kita miliki masih terlalu dini untuk dikatakan dewasa, apalagi tataran sempurna. Sekedar mengaca kepada apa yang telah terjadi, bukan untuk mengungkit masa lalu tapi mencoba mengambil ibroh, pelajaran untuk diambil hikmah dan dijadikan PR renungan untuk intropeksi diri.
Tentu masih terekam dalam memori kita ketika PEMILU/PILTUM FORMIL (pemilihan ketua umum) lalu. Kalau kita mencoba untuk mengkritisi apa yang telah terjadi, tentu kita akan menemukan kajanggalan-kejanggalan yang tidak sepatutnya dipertontonkan ketika PEMILU berlangsung. Diantaranya : ada yang membuat halaqoh sendiri di belakang (rame), anggota yang memilih sembarangan (memilih calon lain di luar ketentuan), ada yang mengundurkan diri ketika PEMILU berlangsung, kalau memang mau mengundurkan diri, kenapa ketika PEMILU sedang berlangsung ?, kenapa tidak dari dulu-dulu hari ?, agar langsung dicoret dari majalah dinding, Mundur sebelum pesta demokrasi jauh lebih terhormat dari pada mundur ketika pemilihan sedang berlangsung karena itu hanya akan mencedrai Demokrasi yang telah dibangun dari tahun-tahun sebelumnya, serta spekulasi yang tidak enak didengar. Pemimpim yang benar-benar menyadari bahwa jabatan adalah amanah tidak akan memandang dimana dia berada, jabatan apa yang di tangannya, yang ada hanyalah "bagaimana bisa menjalankan amanah dengan sebaik mungkin dengan memberikan yang kemampuan terbaik", karena pada hakekatnya setiap jabatan/kekuasaan adalah berat, berat di sisi manusia, lebih-lebih di sisi Allah SWT.
Ada pula yang melegalkan pemunduran diri CATUM (calon ketua umum) ketika PEMILU sedang dihelat. Aturan main mana yang memperbolehkan ?; yang boleh memundurkan diri ketika dia terpilih, baru dia bisa mengajukan permohonan pemunduran diri, kita punya AD/ART yang mengatur semua itu sebagai pedoman dan rujukan. Jika AD/ART sudah tidak jadi pedoman lagi, buat apa ? sedikit meminjam kata Habib Muhammad Rizieq "Hapus saja!!!", biar kita bebas menentukan takdir (jalan) demokrasi kita sendiri. Sungguh-sungguh sangat ironis.
Pemilu yang telah digelar masih kurang menunjukkan sifat kedewasaan. Kami tidak tahu apakah dari sebelum-sebelumnya juga pernah terjadi yang demikian?. Yang jelas apa yang kita saksikan bersama menandakan elemen demokrasi kita masih terlalu muda, sportifitas, kedewasaan dan kemandirian perlu ditingkatkan. Apa yang kita lakukan bukan karena ketidaktahuan terhadap demokrasi (the mean of democraty)? Tidak, tapi sifat kekanak-kanakan masih bersemayam dalam dada, yang kadangkala kita tidak merasa dengan semua itu.
Dan kami tidak tahu, apa itu berhubungan dengan "adab/akhlak" ? tapi yang jelas menurut hemat kami, sepanjang tontonan yang kita saksikan tidak enak dipandang, maka itu termasuk akhlak yang tercela. Jadi, sangat ironis sekali ketika ada orang yang mengklaim salah satu komunitas tidak punya ADAB, tanpa harus mendekte di sekitar. Terus, apakah yang lain mempunyai adab ? "Melihat PEMILU yang telah terjadi", sungguh kerdil sekali pemikiran seperti itu. Sesama Pelajar seharusnya kita tidak mengeluarkan statemen yang memperkeruh suasana dan memperpecah persatuan, apalagi kita berasal dari ibu pertiwi yang sama "INDONESIA". Seharusnya kita berada dalam ikatan tali persatuan, boleh kita berbeda tapi tetap dalam Bhineka Tunggal Ika.
Dari sini perlu yang namanya penyempurnaan demokrasi, yang terpenting kepada para aktor demokrasi untuk menjadi suri teladan yang nyata; "nyata terhadap pribadi, juga nyata terhadap lingkungan". Para pelaku utama harus lebih matang dan dewasa ketimbang pemain pembantu (rakyat FORMIL). Jika hal tersebut bisa dilakukan, harapan akan terjadinya penyempurnaan system demokrasi-kita akan terus berjalan seiring dengan putaran roda momentum demokrasi.

*Penulis Adalah Mustawa Tsani (II), Pemerhati Sosiasl yang Cinta damai.


Selengkapnya....





Selengkapnya....

Kehidupan Malam

oleh : mamad*

"Ayo… saatnya beraksi.." isyarat pimpinan geng pada anak buahnya.
"mari anak-anak kita berangkat…"
"kakak iPin, sebelah sini ada ladang strategis…" aDing memanggil kakaknya.
"Mama, itu di sebelah sana kata aDing ada yang strategis" iPin memberi isyarat pada mama-papanya untuk menuju tempat aDing.



"iya tunggu bentar Pin…." Jawab mama-papanya sambil berjalan kearah aDing.
Mereka pun berlari-lari kearah ladang masing-masing. Ada yang berlari sambil teriak-teriak karena bahagia setelah sejak pagi menahan lapar. Ada yang berjalan santai sambil bernyanyi-nyanyi. Ada yang membawa jrigen ukuran 20 liter. Ada juga yang berbondong-bondong sekeluarga. Ada yang membawa gula agar nanti bisa lebih manis santapannya. Ada yang membawa tisu untuk mengelap mulutnya agar tidak belepotan. Pokoknya ramai sekali malam itu.
Ketika semuanya telah mulai menyantap hidangan masing-masing sambil bersuka ria, keadaan jadi semakin bising. Karena, ada yang membawa tape recorder untuk dangdutan. Ada juga yang berjoget ria sambil mabuk-mabukan. Ada yang sambil ngerumpi membicarakan artis yang lagi naik daun.
Sementara itu Maman terbangun karena mendengarkan kebisingan yang ada di sekitarnya. Ketika ia bangun, ia merasa heran karena teman-temannnya sedang tidur semua. Sedangkan ia mendengar kebisingan itu muncul dekat sekali dari tempat tidurnya.
"kak iPin awas itu orangnya sudah bangun, kamu harus cepat lari…." Kata aDing sambil meloncat meninggalkan ladangnya yang diikuti mama papanya.
"iya Ding…" jawab iPin sambil meloncat menyusul kakak, mama dan papanya. "iPin….aDing…. cepat…." Teriak mama papa mereka.
Sementara yang lainnya berlarian kearah yang tak jelas sambil berteriak-teriak.
"awas…. lari…. "
"orangnya bangun…. Cepat menyelinap…."
"kakak… cepat….."
"mama… jangan tinggalkan aku…."
"sayang… kamu di mana…?"
Maman jadi semakin bingung. Dari mana suara-suara itu…. Ia tampak ketakutan.. akhirnya Maman menyalakan lampu belajarnya. Dan……
"byar….." ketika lampu itu nyala, tampak para kepinding sedang sibuk berlarian kearah sudut-sudut kasur. Ketakutannya kini berubah menjadi kemarahan. Dengan gesit ia menjulurkan tangannya, dan.. yup.. ia berhasil menangkap salah satu dari mereka.
Maman pun kaget kembali ketika binatang yang ia tangkap itu bersuara…
"mama….. tolong…. tolong…" ….. "kak iPin…..selamatkan aku…."
Namun maman tetap enggan melepaskan tangkapannya..
Ia dekatkan tangkapannya dan ia perhatikan. Kemudian, sambil berfikir ia tiba-tiba bertanya pada binatang itu…"hey…. " kepinding yang tadinya menangis sambil menutup matanya dengan kedua tangannya kini menatap kearah Maman.
"hey… kamu bisa berbicara? " Tanya Maman.
Dengan ketakutan binatang itu menjawab "iya… "…
"hai manusia…. Lepaskan anakku….!!!" Tiba-tiba sebuah suara lantang terdengar dari arah kasur Maman. Iapun menengok kebawah dan ia melihat binatang yang lebih besar dari yang ia tangkap berdiri tegak menantang dengan memasang wajah marah. Maman pun tambah bingung, maka tampaklah wajahnya dengan dahi berkerut dan bibir maju membentuk huruf O (tapi agak lebar lagi dikit).
melihat manusia tidak mau melepaskan anaknya sang kepinding dewasa mengulangi kata-katanya "hai…!!! disuruh lepasin anak saya malah bengong….!!!".
Maman pun tersadar dan menjawab, "enak aja lepasin…. Aku tiap malam digigit oleh kalian semua yang menyebabkan bintik-bintik merah dan gatal… sekarang kamu minta anak ini ku lepasin?!.... tidak mungkin..!" maman mencoba berargument.
Tapi alangkah kagetnya Maman ketika kepinding tua itu menjawab : "aku pernah nyelip di bajumu dan mendengar pengajian bahwa seorang ulama di sini merahmati para hewan dengan memberi mereka makanan di lubang-lubang mereka… apakah kamu tidak ingin seperti ulama itu?"
Maman tercengang untuk sementara. Namun akhirnya ia mampu menjawab, "tapi yang ulama itu berikan adalah serpihan roti bukan darah…. Ditambah lagi, dengan pemberian itu berarti ulama itu telah merelakan makanan itu untuk binatang bersebut… Sedangkan kamu mengambil darahku tanpa izin…"
Kepinding pun menjawab : "aku pernah juga ikut di sela-sela buku kamu, dan di tengah-tengah pelajaran aku mendengar seorang guru menjelaskan betapa pentingnya hijamah sehingga di Kanada dibangun rumah sakit spesialis hijamah. Nah, daripada kamu buang darah kamu dengan sia-sia lebih baik kamu berikan darah itu pada kami. Kamu akan dapat pahala…."
Maman merasa kewalahan menjawab argument kepinding itu. Dia pun berpikir… 'busyet….kepinding bisa sepandai itu…. Kalau bukan kepinding Tarim mana ada…'
Tapi Maman tidak kehabisan akal, "memang benar hijamah memberi manfaat yang luar biasa. Tapi, tidak setiap orang bisa melakukan hijamah. Karena, tempat yang diambil darahnya adalah tempat-tempat tertentu yang tidak mudah diketahui orang-orang awam. Dan juga karena darah yang diambil oleh tukang hijamah adalah darah kotor. Apakah kamu bisa membedakan darah sehat dan darah kotor..?? apakah kamu tahu kadar pengambilannya seberapa banyak…??"
Kepinding pun bungkam seribu bahasa….
Akhirnya ia hanya bisa merengek… memelas… dan menangis minta belas kasihan agar anaknya dilepaskan… Maman pun kebingungan… antara membunuh hasil tangkapannya atau melepaskannya karena kasihan….
sementara ia berfikir….
"assholah…. Assholah…." Tiba-tiba suara yusuf membangunkan Maman dari tidurnya. Maman pun bersyukur alhamdulillah bahwa kejadian tadi hanya mimpi. Karena ia yakin bahwa kasurnya BEBAS KEPINDING.

Catatan :
Maman : adalah panggilan untuk nama lengkap Manusia.
iPin : adalah panggilan untuk nama depan kePinding.
aDing : adalah panggilan untuk nama belakang kepinDing.

* penulis adalah mahasiswa univ. al ahgaff tingkat 4

Selengkapnya....

Peremajaan Hukum Islam

Oleh : abdolmoeezz **

Usaha memotret kembali bangunan pemikiran hukum Islam tampaknya akan terus berlangsung. Sebagai sebuah disiplin ilmu tradisional yang paling kokoh, fikih seringkali dianggap sebagai produk hukum yang instant dan final ketimbang sebagai suatu yang memerlukan penafsiran ulang.

Berulangkali usaha-usaha pemahaman ulang terhadap produk fikih masa lampau mengalami kekandasan karena begitu kokohnya posisi fikih dalam benak umat Islam. Apa yang dialami oleh Fazlur Rahman dan kawan-kawannya sampai tragedi Nasr Hamid Abu Zayd adalah sebagian kecil bukti-buktinya. Dan di Indonesia pemikiran memotret ulang fikih banyak dilakukan oleh beberapa komunitas yang menamai dirinya dengan jaringan islam liberal yang dimotori oleh Cak Nur (alm) dan Ulil Abshar Abdalla.
Gagasan realitas ini bermula dari lahirnya hadits Nabi Muhammad saw. yang menyatakan akan lahirnya seorang pembaharu (mujaddid) islam dalam setiap kurunnya. Bertendensi pada signal Nabi Muhammad saw. tersebut, para ulama meyikapi bahwa tajdid atau peremajaan merupakan hal yang urgen, pasti dan doruri mengingat kebenaran orang yang mengatakan hadits tersebut.
Gagasan ini diorbitkan dihadapan publik sebagai embrio dari wacana relevansi fikih klasik yang selama ini menjadi kajian populer di berbagai instansi pendidikan,baik pesantren atau universitas. Dan Wacana ini dikampanyekan oleh para ulama dan sebagian dari mereka mengiakan tanpa melakukan filterisasi sehingga melakukan rekonstrusi bangunan fikih yang matang setelah terlebih dahulu melakukan dekonstruksi fikih yang selama ini dikultuskan oleh sebagian orang sebagai langkah final perumusan hukum-hukum islam. Adapun sebagian yang lain menerima wacana ini sebagai bentuk refleksitas dan fleksibelitas fikih terhadap realitas yang ada. Namun, dengan tanpa melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi terhadap hukum yang telah ditelorkan oleh kerja keras ulama dalam mendeduksinya dari al-Qur'an dan al-Hadits.
Ilmuwan al-Jazair, Moh. Arkoun mengatakan bahwa hukum-hukum islam telah terinfeksi dan terintervensi oleh realitas sosial dan campur tangan politik praktis yang dilakukan oknum tertentu demi hanya untuk menghasilkan kontrol terhadap umat pada waktu itu. Sehingga menurutnya fikih membutuhkan penafsiran atau interpretasi ulang terhadap teks-teks suci turats peninggalan Nabi Muhammad saw. atau fikih perlu peremajaan sehingga lahirlah fikih yang dinamis, proporsional, humanis dan fleksibel serta ramah terhadap lingkungan sekitarnya sebagai manivestasi makna islam adalah agama yang rahmat lil 'âlamîn.
Ia mencontohkan kasus pemberlakuan Syariat islam di propinsi Nangroe Aceh Darussalam, Arab Saudi, Sudan dan Afghanistan di masa Taliban, membuktikan bagaimana fikih hanya dijadikan tameng untuk melanggengkan kekuasaan dan kontrol atas masyarakat. Pelanggaran HAM menjadi pengalaman dan pemandangan sehari-hari di wilayah atau negara yang disebutkan tadi.
Peremajaan fikih islam memang merupakan sebuah keharusan dan kepastian sebagai implementasi dari kaidah "al-hukm tadûr ma' 'illatih fî wujûdih wa 'adamih" dan kaidah "taghayyur al-hukm bi taghuyyur zamân wa al-makân". Namun, tegasnya tidak semua bangunan fikih harus dibredel sampai akar-akarnya atau melakukan dekonstrusi dan kemudian merekonstruksi hukum. Bagaimanapun juga para ulama telah menetapkan kaidah-kaidah kulliyah dan 'ammah demi menjaga orisinalitas dan eksistensitas syariat islam sehingga lahirlah istilah al-tsawâbit wa al-mutaghayyirât.
Pembredelan hukum-hukum islam sampai pada akar-akarnya hanya dilakukan oleh orang-orang yang berwawasan dangkal dan berpandangan sempit terhadap pemahaman fikih yang sebenarnya dan seutuhnya, sebagaimana yang ditegaskan oleh Dr. Wahbah al-Zuhaili. Islam adalah salah satu agama atau syari'at yang orisinalitasnya benar-benar terjaga oleh Allah swt, sehingga tidaklah mungkin semua bangunan syari'atnya bisa diintervensi oleh para mujtahid atau mujaddid dengan melihat relaitas sosial setempat.
Dalam tulisannya Dr. Wahbah menyatakan bahwa peremajaan hukum-hukum islam hanya bisa dilakukan pada hukum yang dicetuskan dari teks-teks dhanni yang merupakan ladang kreatifitas para mujtahid dalam menggali hukum yang tersembunyi dalam kandungan teks-teks tersebut. Atau terjadi pula pada hukum-hukum yang dilahirkan tanpa teks yang hanya bertendensikan pada dalil-dalil yang mukhtalaf fîh antar para ulama seperti mashlahah al-mursalah, sadd al-dzarâi', 'urf dan lain sebagainya. Sementara teks-teks yang qath' maka tidak bisa dirambah oleh peremajaan atau tajdid dan terlepas dari intervensi para mujtahid dalam memperjuangkan kepentingannya atau kepentingan politik pemerintah pada saat itu.
Secara konklusi, peremajaan hukum-hukum islam hanya bisa dilakukan pada tataran hukum yang mutaghayyirât dan tidak bisa menyentuh rumusan-rumusan hukum yang tsawâbit. Disamping itu peremajaan hukum hanya terjadi pada tataran fikih yang merupakan ajang kreatifitas dan liberalis ulama untuk mengaktifkan kemampuan nalar berfikir dalam berusaha menguak kandungan teks (ijtihad) dan maksud tujuan tuhan (maqâshid al-syari'ah) dan penglegislasian sebuah hukum (hikmah al-tasyri'). Peremajaan atau tajdid tidak bisa menembus kawasan syari'at yang aplikasi dan maknanya lebih luas dari pada fikih yang hanya ulasan para ulama yang selalu dikondisikan dan diselaraskan dengan realitas setempat.
Sumber hukum dalam islam yang muttafaq 'alaîh adalah al-Qur'an dan al-Hadits, dimana keduanya merupakan sumber yang valid dan orsinil. Dari keduanya, para ulama mengklasifikasikan menjadi dua; dalil yang dhanni al-tsubût seperti hadîts al-`ahâd dan dalil yang qath' al-tsubût seperti al-Qur'an dan hadîts mutawâtir. Di sisi lain ulama juga mengklasifikasikan kedalam dalil yang qath' al-dilâlah dan dalil yang dhanni al-dilâlah.
Dari klasifikasi dan klarifikasi ini, para ulama mampu mengidentifikasi sampai dimanakah peremajaan hukum islam berperan dalam memberikan nuansa baru yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat dan menyorot karakteristik hukum yang masih bisa dinegosiasi untuk disentuh oleh peremajaan yang selalu didengungkan para reformis islam. Ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadits yang qath' al-dilâlah bukan merupakan kajian mujtahid sehingga peremajaan atau tajdid tidak bisa menyentuh area ini. Namun berbeda dengan ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadits yang bersifat dhanni al-dilâlah yang masih merupakan ladang ekspresi mujtahid dalam mendeduksi hukum. Peremajaan masih sangat rentan terjadi dan sangat bisa menyentuh kawasan ini disebabkan banyaknya hukum-hukum islam yang disesuaikan dengan realitas setempat pada waktu itu.
Dalam masalah ini peremajaan hukum islam adalah hal yang sah-sah saja dilakukan, namun tentunya setelah membicarakan obyek tidak bisa lepas untuk membicarakan subyek yaitu siapakah mujaddid yang sebenarnya? Disinilah komentar bermunculan dan terdapat pro-kontra antar ulama dalam menjawab pertanyaan ini. Para ulama salaf telah menetapkan karakter mujaddid atau mujtahid bahkan juga mufti dan qadli dalam berbagai kajian turats yang ditinggalkannya beratus-ratus tahun lamanya.
Teriakan lantang para mujaddid kontemporer baik lokal atau internasional merupakan ajakan yang positif, hanya saja yang perlu kita garisbawahi adalah sebuah pertanyaan apakah mereka benar-benar mujaddid yang mampu meremajakan hukum islam sehingga hukum-hukumnya bisa diaplikasikan di muka bumi ini yang shâlih fi kulli zamân wa makân atau hanya orang-orang yang berbicara lantang yang akan menyeret pada pengaburan hakikat islam itu sendiri dengan menginterpretasikan teks-teks semaunya sendiri dan meliberalisasikan islam yang murni dan merupakan satu-satunya agama yang mendapat legalitas kebenaran mutlak dari Allah swt. Allâhumm arinâ al-haqq haqqâ warzuqnâ al-tibâ'ah wa arinâ al-bâthil bâthilâ warzuqnâ ijtinâbah. Wallâh a'lam.

**) Penulis adalah ketua Formil 2009-2010.

Selengkapnya....

MEMAJUKAN PERAN MADING DALAM BUDAYA TULIS-MENULIS

Oleh: Al-Masyriqy *

Salah satu hal yang dituntut masyarakat umum saat ini adalah progressifitas dalam segala bidang dan kepraktisan. Berbagai kebutuhan masyarakat didesain sepraktis mungkin untuk merespon tuntutan ini. Munculnya media-media cetak dan elektronik yang berkembang pesat dewasa ini juga merupakan respon terhadap perkembangan masyarakat tersebut.

Media-media cetak yang sekitar tahun 70-an lalu hanya dapat ditemukan di kota-kota besar kini sudah menjamah pelosok-pelosok perkampungan. Sehingga informasi-informasi dapat diakses masyarakat luas dengan sangat cepat dan mudah.
Dengan canggihnya teknologi saat ini, berbagai informasi, akses keilmuan dan sebagainya mudah didapat, sehingga hampir tidak ada alasan bagi orang-orang saat ini untuk tidak tahu dan ketinggalan informasi karena faktor tempat yang ia diami. Media informasi telah ada di mana-mana. Dunia saat ini seperti perkampungan kecil yang dapat dipantau semua orang. Kejadian-kejadian yang dulunya hanya dapat di ketahui oleh beberapa orang yang berdekatan dengan tempat kejadian itu secara geografis, kini dapat diketahui hampir semua penduduk dunia dalam satu waktu.Globalisasi yang menjadi agenda dunia saat ini menghilangkan sekat antara negara satu dengan negara lainnya sebagaimana kata Mohammad Asad “salah satu jargon Dunia saat ini adalah menaklukkan ruang”.
Dunia dengan tatanan barunya seperti ini memberi kesempatan sebesar-besarnya bagi setiap orang untuk unjuk gigi, menunjukkan ide-ide dan gagasannya untuk didengar dan di baca orang lain kapanpun dan dimanapun. Polemik antara pemikiran satu dengan pemikiran lainnya menjadi hal yang sering kita dengar dan kita baca di berbagai media seperti koran, majalah, buku, televisi radio dan sebagainya. Masing-masing membawa gagasan dan ide-idenya untuk ikut memberikan kontribusi pemikiran demi sebuah perubahan. Tinggal kemana perubahan tersebut diarahkan, tergantung misi dari masing-masing penggagas yang mereka propagandakan setiap saat dan dikonsumsi bermilyard-milyard manusia dari berbagai penjuru dunia.
Dewasa ini, dunia pers didominasi oleh orang-orang di luar golongan kita. Arah perubahan yang diharapkannya pun cenderung berbeda dan bahkan sebagian bertentangan dengan perubahan yang kita inginkan. Meskipun mereka relatif sedikit dibanding kita, namun sebagaimana yang dikatakan DR. Alwi Shihab “mereka kelihatan lebih banyak karena mereka lebih vokal”. Dengan kevokalan mereka ini, tidak sulit bagi mereka untuk mencapai perubahan yang terus mereka propagandakan di berbagai media, karena propaganda melalui tulisan tersebut merupakan kecenderungan tersendiri dewasa ini, mengingat efektifitas, efisiensi dan daya jangkaunya yang luas.
Dalam konteks ini, akhirnya budaya tulis menulis mutlak diperlukan sebagai media untuk berjuang yang sangat efektif, efisien dan praktis memenuhi kebutuhan masyarakat dewasa ini. Sehingga melalui tulisan-tulisan tersebut masyarakat dapat membacanya kapanpun dan dimanapun. Apalagi bagi masyarakat perkotaan yang relatif padat kesibukannya dan hampir tak memiliki waktu untuk berkunjung ke majlis-majlis pengajian dan sebagainya. Selain untuk mengimbangi propaganda-propaganda yang dilancarkan para musuh dalam medan perang pemikiran.
Akhirnya, melalui mading ini kita tumbuh kembangkan budaya tulis menulis di lingkungan kampus kita sebagai batu loncatan untuk ikut serta meramaikan gegap gempita pemikiran saat ini. Sekaligus sebagai progressifitas dan upaya menjawab tuntutan masyarakat kita yang selalu menuntut kepraktisan.

* Penulis adalah mahasiswa tingkat III syariah wal qonun

Selengkapnya....