Tujuan Mendirikan Halaqoh Taklim

(bagian 1 : Mukadimah)
Oleh : Musa
Halaqoh ta'lim merupakan salah satu metode belajar-mengajar classic yang masih eksis hingga sekarang. metode ini merupakan merupakan warisan kebudayaan yang sudah seharusnya kita jaga karena alasan tertentu. Diantaranya adalah efektifitas metode ini. Kenyataan membuktikan bahwa metode belajar mengajar dengan cara halaqoh mampu menghasilkan ilmuwan-ilmuwan yang kompeten di bidangnya. Semisal Imam Syafi'i RA yang merupakan lulusan halaqoh ta'lim Imam Malik, Imam Ahmad lulusan halaqoh Imam Syafi'i dan lain sebagainya.

Dengan metode ini seorang guru dapat lebih akrab dengan muridnya karena posisi mereka yang berhadapan langsung dengan jarak yang dekat. Kedekatan jarak ini yang dapat membantu seorang murid untuk mendengar keterangan guru lebih jelas. Juga dapat membantu guru dalam memperhatikan gerak-gerik murid antara yang memperhatikan dan tidak memperhatikan. Seorang murid juga dapat dengan mudah memaparkan kesulitan-kesulitan yang tidak ia pahami dari penjelasan guru. Ia juga dapat mengusulkan pendapat-pendapatnya dengan leluasa. Dan masih banyak lagi keunggulan halaqoh ta'lim.
Kemudian apa sih yang dimaksud dengan halaqoh ta'lim? Dan apa pula tujuan dari pendirian halaqoh ta'lim? bagaimana cara mencapai tujuan-tujuan tersebut?
Untuk menjawab itu semua, saya –dengan izin Allah swt- akan mencoba menerangkan buku "maqoshid halaqot ta'lim wa wasa'iluha" yang ditulis oleh beberapa peserta dauroh di ribath Al-Musthofa tahun 1416 H yang dibimbing langsung oleh Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidh. Bagi Anda yang telah memiliki bukunya bisa dibaca sendiri dan memberikan masukan jika nanti keterangan saya ada yang tidak sesuai dengan maksud yang ada dalam buku tersebut.
Karena pembahasannya agak panjang maka –insya Allah swt- tulisan ini akan bersambung dari edisi ke edisi. Semoga Allah swt memanjangkan umur kita serta memberikan keberkahan waktu pada kita untuk bersama-sama mencoba mengaiz ilmu demi mendapatkan ridho-Nya. Amin.
Baiklah, sebelum kita mulai membahas tentang buku "maqoshid halaqot ta'lim wa wasa'iluha" (selanjutnya kami singkat mahattawa) mari kita mengenali definisi halaqoh ta'lim.
Dalam kamus kata alhalaqoh digunakan untuk menyebut segala sesuatu yang melingkar, kemudian digunakan juga untuk menyebut orang-orang yang duduk melingkar dalam sebuah majlis, yang mana termasuk di dalamnya adalah sekelompok murid yang duduk melingkar mengitari gurunya . Sedangkan kata ta'lim adalah mashdar dari fi'il allama yang mana dalam konteks (علم المدرس التلميذ العلم) artinya adalah guru menjadikan sang murid mempelajari sebuah ilmu.
Lebih mudahnya, halaqoh ta'lim adalah kumpulan murid-murid yang duduk mengitari guru yang sedang mengajarkan ilmu dengan metode talaqqi yang bersambung dari guru ke guru . Dalam mahattawa dicontohkan seperti halaqoh-halaqoh yang ada di Darul Musthofa.
Selanjutnya mari kita mulai memasuki mukadimah mahattawa yang ditulis oleh Al-Allamah al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim.
Pada paragraf pertama Al-Habib menyeru kepada kita agar tidak lemah dan bermalas-malasan dalam menyelenggarakan halaqoh ta'lim baik untuk anak-anak, remaja maupun orang-orang tua. Dalam hal ini beliau mengambil sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairoh :
((من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا))

Artinya kurang lebih : "barang siapa mengajak (orang lain) menuju hidayah, maka ia berhak mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun".
Beliau juga menyebutkan hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abdullah bin Umar yang artinya kurang lebih : sampaikanlah (kepada orang lain) dariku walaupun satu ayat. Dan beberapa hadits lain yang senada dengan kedua hadits diatas.
Sekarang mari kita coba bersama-sama menelaah pembukaan al-Habib diatas.
Pertama, kita tidak boleh lemah ataupun malas dalam menyelenggarakan halaqoh ta'lim. Mungkin yang dimaksud Al-Habib dengan kata jangan lemah adalah jangan merasa bahwa kamu adalah orang yang lemah sehingga tidak pantas untuk membuka majlis ta'lim. Dan hal ini memang benar-benar terjadi. Sebagian dari santri (tholibul ilmi) enggan membuka majlis taklim di kampungnya dengan dalih ia merasa belum mumpuni untuk membuka halaqoh karena ia merasa hanya baru belajar di pondok tiga tahun dan hanya tahu safinah atau matan taqrib saja. Dia takut ditanya permasalahan-permasalahan yang belum ia ketahui. Dan itu pernah terjadi pada penulis ketika diminta sebaian masyarakat untuk mengisi di mushola di kampungnya. Sebenarnya jika santri yang baru mengetahui sedikit itu mendengar hadits ballighu anni walau ayat, niscaya dia akan memiliki rasa percaya diri untuk membuka halaqoh ta'lim. Karena dengan mengetahui safinatunnajah sebenarnya sang santri itu sudah mengetahui lebih dari satu ayat. Karena hukum-hukum yang ada di safinah tersusun dari banyak ayat yang akhirnya disingkat keterangannya dalam kitab matan safinah agar mudah dihapal dan diterapkan. Diantara perasaan lemah lain yang harus dihilangkan adalah perasaan takut kepada manusia. Ada sebagian santri yang enggan menyelenggarakan halaqoh ta'lim karena takut disakiti masyarakat atau dijauhi golongan tertentu. Kemungkinan lain dari perasaan lemah adalah lemah finansial. Sebagian santri merasa dirinya lemah dalam ekonomi sehingga ia enggan menyelenggarakan halaqoh ta'lim karena takut tidak makan. Padahal waktu untuk halaqoh tidak harus sehari semalam penuh. Bisa seminggu sekali atau dua kali. Dan itupun tidak harus tiga jam. Karena halaqoh ta'lim selama setengah jam sudah lumayan untuk menerangkan satu rukun wudhu. Jadi sebenarnya perasaan lemah ilmu, lemah jasad dan lemah ekonomi bukan alasan untuk meninggalkan kewajiban menyelenggarakan halaqoh ta'lim.
Adapun untuk kata "malas" yang dimaksud oleh Al-Habib adalah isyaroh kepada orang-orang yang sebenarnya tidak merasa dirinya lemah dalam hal pengetahuan, jasad atapun ekonomi. Akan tetapi ia merasa enggan menyelenggarakan halaqoh ta'lim karena ia masih malas. Biasanya orang seperti ini memiliki dalih yang banyak untuk menutupi kemalasannya. Diantaranya adalah dalih bahwa ia belum mengamalkan . Dalih ini menunjukan ketidak pahaman santri tersebut. Karena hal itu adalah kesalahan besar yang harus dihindari seperti yang insya Allah swt akan diterangkan oleh Al-Habib melalui penjelasan Habib Abdullah bin Alawy Al-Haddad. Contoh dalih lain adalah ia merasa dirinya maih muda sehingga tidak pantas mengajari orang tua. Atau dia merasa masih banyak ulama yang menyelenggarakan majlis ta'lim.
Kedua, adalah tentang hadits-hadits yang disebutkan oleh Al-Habib. Sebenarnya saya bukan ahli hadits jadi kurang paham tentang seluk beluk hadits. Saya hanya akan mencoba menerangkan makna dhohirnya saja. Jika nanti ada yang salah mohon koreksi.
Hadits pertama memberikan informasi pada kita tentang pahala orang yang mengajak menuju hidayah (huda). Apa yang dimaksud dengan huda dalam hadits tersebut? Huda yang dimaksud dalam hadits ini adalah ilmu yang bermanfaat dan amal sholeh . Dan makna mengajak menuju huda adalah menyeru orang lain menuju sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk (huda) dalam hal ini adalah amal sholeh . Orang yang menyelenggarakan halaqoh ta'lim dan mengajarkan ilmu agama –tidak diragukan lagi semua yang diajarkan dalam islam adalah amal sholeh- di dalamnya, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala yang didapatkan murid-muridnya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan pahala ini tidak akan terputus meskipun orang itu sudah meninggal. Sesuai dengan hadits Nabi saw tentang terputusnya amal anak adam kecuali tiga perkara, salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat. Alangkah mulianya orang yang menyelenggarakan halaqoh ta'lim.
Hadits kedua berisikan perintah dari Nabi saw untuk menyampaikan apa yang telah kita ketahui tentang ilmu yang dibawa Nabi saw walaupun yang kita ketahui adalah hal yang sangat sedikit. Jika kita melihat dari kata perintah yang ada dalam hadits tersebut kita dapat mengatakan bahwa menyampaikan apa yang kita ketahui tentang agama islam hukumnya wajib. Sesuai dengan kaidah ushul bahwa kata perintah menunjukan makna wajib. wallahu a'lam

(Bersambung insya Allah swt).

Selengkapnya....

PENANGANAN TERORISME, TAK CUKUP DENSUS 88

Oleh: Najih Becq
Para gembong teroris memang sudah mati, namun cita-cita mereka masih hidup. Noor din M Top cs memang sudah tewas, namun kita mesti waspada, karena mereka tentunya punya pengikut yang akan terus memperjuangkan cita teror mereka. Jadi jangan berharap aksi teror akan lenyap dari bumi pertiwi kalau cuma mengandalkan hard power, sebab tampaknya mereka lebih senang dengan hard power yang diperankan oleh polisi dan pemerintah,

karena mereka akan menganggap diri mereka mati syahid kalau dibunuh. Terbukti setelah terjadi penggerebekan di Solo yang menewaskan Noordin M Top cs, isu teror semakin menjadi. Seperti yang dilakukan oleh anak buah Noor din M Top, Syaifudin Zuhri, yang dikabarkan akan membunuh para pejabat negara termasuk Presiden SBY. Tapi teror itu berhasil dikandaskan karena Syaifuddin keburu tewas (jumat, 9-10-2009) dalam penggerebekan yang dilakukan oleh densus 88 di tempat kosnya. Fakta ini membuktikan bahwa pendekatan represif atau hard power hanya akan menyuburkan aksi terorisme. Oleh sebab itu, diperlukan peranan seluruh elemen masyarakat untuk menumpaskan aksi terorisme, salah satunya adalah peran ulama dan cendekiawan.
Patut kita ketahui bahwa motivasi para aksi teror itu bersembunyi dibalik ajaran agama, semisal mengira bahwa indonesia adalah negara kafir. Karenanya, peran ulama sangat urgent dalam penanganan terorisme, untuk meluruskan anggapan salah mereka. Peran mereka juga lebih efektif karena lansung ke masyarakat. Sehingga diharapkan masyarakat indonesia tidak tertular dengan ajaran radikal yang mereka pahami, juga memungkinkan untuk menyadarkan sisa-sisa pengikut Noor din M Top agar tidak mengulangi aksi teror yang merugikan bangsa dan agama ini. Sebab, soft power yang dimiliki oleh ulama inilah yang berpeluang melumpuhkan cita-cita dan ideologi radikal yang mereka pahami. Kalau usaha hard power dan soft power sudah berpadu maka akan berimbang dan lebih berpeluang untuk melenyapkan aksi teror di bumi indonesis tercinta, insyallah.
Kalau kita balik ke sejarah, Islam masuk ke indonesia dengan kelembutan dakwah, sehingga tak ada gesekan kekerasan dengan agama lama seperti Hindu dan Budha, artinya tolersansi sudah terwujud sejak dulu. Kalau sekarang muncul ajaran radikal, berarti itu suatu hal baru. Oleh sebab itu, sebelum ideologi radikal yang mereka pahami benar-benar menyebar, maka peran ulama sangat dibutuhkan untuk membentengi masyarakat dari ajaran keras mereka. Diharapkan ulama dan cendekiawan nanti, bisa duduk berdialog dengan orang-orang yang tampaknya mempunyai pemikiran radikal, lantas menjelaskan pada mereka bahwa teori–teori jihad yang diterapkan oleh teroris itu salah, mestinya dipakai dipalestina, sebab disitulah medan pertempuran, kalau dilakukan dibumi nusantara ini jelas salah sasaran.
Dalam berjihad, islam sendiri juga telah mengajarkan etika dan tidak asal ngebom sana sini. Salah satunya adalah seperti apa yang pernah disabdakan oleh Rasul saw ketika menyiapkan bala tentara muslim, beliau lantas berpesan pada mereka : “ Berangkatlah atas nama Allah dan berkah rasulnya, ingat jangan bunuh orang jompo, anak kecil dan perempuan. Jangan melakukan penganiayaan, berbuat baiklah karena Allah mencintai orang yang berbuat baik”. Pesan yang disampaikan oleh rasul kepada tentara muslim ini menunjukan bahwa Islam pengasih dan suka damai, bahkan seharusnya berada di garda terdepan untuk mewujudkan perdamaian dunia, bukankah islam itu rahmah lil alamin.
Alhamdulillah , sebagian ulama dan cendekiawan indonesia telah turun tangan untuk membendung ajaran terorisme. Seperti yang disitir dalam situs NU online, bahwa Maarif NU Jateng telah mewajibkan materi antiterorisme kepada seluruh satuan pendidikan di bawah naunganya. Langkah cemerlang Maarif NU jateng ini patut diacungi jempol, mengingat korban-korban doktrin radikal kebanyakan adalah pelajar dan kaum akademikus. Lha, dengan adanya obligasi materi antiterorisme dalam sebuah lembaga pendidikan, diharapkan pelajar dan mahasiswa dapat membedakan arti jihad sesungguhnya dengan jihad yang disalah artikan oleh para teroris. Oleh sebab itu, langkah ini mesti diikuti oleh ormas-ormas islam lainya dan kalau perlu juga lembaga-lembaga pendidikan milik negara, agar tak ada ruang bagi para teroris untuk menularkan ajaran radikal mereka. Semoga harapan kita ini terwujud, amin.

Selengkapnya....

Filosofi Ibadah Haji

Oleh: M. Robi Uz
“ Mereka datang dari segenap penjuru yang jauh * Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka” (QS al-Hajj; 27-28).
Ibadah haji merupakan Anugrah Besar sekaligus pamungkas Rukun Islam. Ibadah yang hanya diwajibkan sekali dalam sepanjang hidup bagi orang-orang Islam yang mampu atau dalam Al-Qur'an disebut "man istatho’a".
Sayangnya, tafsir atas kalimat man istatho’a ini seringkali diidentikkan dengan uang. Padahal, sesungguhnya tidaklah demikian. Sama sekali tidak ada kaitan antara haji dengan uang. Nyatanya, banyak orang kaya yang tidak naik haji. Sebaliknya, banyak orang miskin yang berhaji. Bahkan, tidak sedikit yang beranggapan; tanpa haji, Islam seseorang belumlah sempurna. Sampai Rosulullah pernah bersabda, “Siapa yang wafat tapi belum pernah haji, maka mati saja dengan beragama yahudi atau nashroni”. Tentu orang yang dikecam Beliau adalah orang yang sudah mampu haji tapi masih enggan melaksanakan hingga ajal menjemput. Na’udzubillah…

Ibadah Haji dikumandangkan untuk kali pertama oleh Nabi Ibrahim a.s. sekitar 3.600 tahun lalu. Sedangkan Nabi Muhammad saw. melaksanakan haji bersama kaum muslimin pada tahun sepuluh hijriah. Ibadah Haji inilah salah satu bukti tali penghubung antara dakwah Nabi Ibarahim a.s dan Nabi Muhammad saw meski prektek-praktek Haji yang telah diajarkan Nabi Ibrahim sedikit demi sedikit telah mengalami perubahan dan penyelewengan, seperti thowaf dalam keadaan telanjang dan penyembahan berhala di depan Ka’bah. Namun kemudian diluruskan kembali oleh Nabi Muhammad saw.
Di antara lima fondasi Islam, mungkin hanya hajilah rukun Islam yang sangat sulit dinalar bahkan bisa saja irrasional. Memang Allah sengaja bahkan sering menguji para hambaNya, diantaranya dengan memerintahkan iman terhadap sesuatu yang tidak terjangkau rasio. Kita harus rela mengorbankan harta, waktu, bahkan nyawa demi memenuhi panggilan Allah SWT ini. Dan Dalam Haji, kita melakukan aktivitas-aktivitas yang boleh dikatakan aneh, tak bisa dicerna logika kita seperti melempar batu, keliling ka’bah tujuh kali, bolak-balik jogging antara bukit Shafa dan Marwa, dan masih banyak lagi. Dengan segala pengorbanan dan aktivitas-aktivitas semacam inilah, kehambaan dan keimanan kita akan semakin tampak dan teruji karena tidak mungkin kita bersedia melaksanakan hal-hal seperti ini dengan tulus selama akal dijadikan ‘Hakim nomor Wahid’ dengan mengesampingkan ajaran Ilahy. Nabi Muhammad pun mengakui Ibadah Haji bukan sesuatu yang rasioanal. Beliau bersabda, “Labbaik Bihajjah Haqqon Ta’abbudan wa Riqqon”. Dengan kegiatan-kegiatan haji ini, Iman dan Penghambaan kita bisa bertambah sempurna.
Namun demikian, banyak sekali hikmah dan makna-makna yang tercermin dalam pelaksanaan haji, baik dalam acara-acara ritual atau dalam tuntutan nonritualnya, dalam bentuk kewajiban atau larangan, dan dalam bentuk real atau simbolik. Kesemuanya itu pada akhirnya mengantarkan jamaah haji semakin meyakini akan keesaan Tuhan, semakin mengingatkan tentang adanya neraca keadilan Tuhan dalam kehidupan ini yang akan dirasakan setiap makhluk pada hari kebangkitan kelak, serta para jamaah haji akan semakin mengerti makna kemanusiaan yang universal tanpa perbedaan antara satu dengan yang lain.
Semua itu akan terasa begitu dahsyat dalam hati seorang yang haji ketika dia berupaya benar-benar menghayati makna-makna yang ada di balik ibadah haji. Berikut ini akan dikemukakan secara sepintas kilas beberapa hal yang berkaitan dengannya:
1) Ibadah Haji dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihrom.
Niat merupakan landasan moral, dasar, dan bentuk bagi sebuah perbuatan. Niat tidak hanya sekadar melafalkan kata-kata tapi upaya menghadirkan kesadaran jiwa dan pikiran dalam ibadah haji maupun yang lainnya. Bila kesadaran sudah tertanam dengan kuat, seorang dapat menampilkan kualitas ibadah haji secara optimal dan mampu meningkatkan wawasan wisata spiritualnya.
Pada umumnya, perbedaan pakaian juga menunjukkan perbedaan status social, ekonomi, atau profesi. Bahkan pakaian juga dapat memberi pengaruh psikologis kepada pemakainya. Di Miqot Makaniy, tempat memulai haji, perbedaan dan pembedaan pakaian tersebut harus ditinggalkan. Semuanya berpakaian sama. semuanya mengenakan dua helai pakaian berwarna putih-putih sebagaiman kain kafan yang akan membalut dirinya saat mengakhiri perjalanan hidup di dunia ini.
Seorang yang melaksanakan ibadah haji secara langsung atau tidak akan dipengaruhi oleh pakaian ini. Seharusnya ia merasakan kelemahan dan keterbatasannya serta pertanggungjawabannya kelak di hadapan Tuhan.
Saat Ihram, Ia pun disunnahkan terus memperbanyak bacaan talbiyah; menyeru bahwa tiada sekutu bagi-Nya, segala puji, kenikmatan, dan kerajaan hanya milik-Nya.
2) Dengan dikenakannya pakaian ihram, maka sejumlah larangan harus dihindari oleh pelaku ibadah haji.
Dilarang membunuh, Jangan menumpahkan darah, tidak boleh mencabuti pepohonan. Mengapa? Karena manusia berperan memelihara makhluk-makhluk Allah serta memeberinya kesempatan seluas mungkin untuk mencapai tujuan penciptaanNya.
Dilarang juga memakai wangian, bersetubuh dan permulaannya, serta berhias. Mengapa pula? Supaya setiap pelaksana haji menyadari betul bahwa manusia bukan materi semata-mata, bukan pula birahi. Dan bahwa hiasan yang dipandang Tuhan adalah hiasan ruhani.
Sedang hikmah dari larangan menggunting rambut dan kuku adalah kesadaran akan jati dirinya dan menghadap Tuhan sebagaimana adanya.
3) Ka’bah yang dikunjungi mengandung pelajaran yang amat berharga dari segi kemanusiaan.
Disana, misalnya, ada Hijr Isma’il yang arti harfiahnya “pangkuan Isma’il”. Al-kisah, disanalah Isma’il putra Ibrahim pernah berada dalam pangkuan ibunya bernama Hajar, seoarang wanita hitam, budak, yang konon kuburannya pun di tempat itu. Dari Siti Hajar yang demikian ini, seorang pelaksana haji lebih bisa merenungi bahwa Allah SWT memberi kedudukan untuk seseorang bukan karena nasab atau status sosialnya, tetapi karena kedekatannya kepada Allah SWT dan geliatnya untuk berhijrah dari kejahatan munuju kebaikan, dari keterbelakangan menuju berperadaban.
4) Thawaf menjadikan pelaku-pelakunya larut dan berbaur bersama manusia-manusia lain, serta memberi kesan kekompakan menuju satu tujuan yang sama yakni berada dalam lingkungan Allah.
5) Setelah thawaf, dilakukanlan Sa’i.
Disini, pelaku Haji hendaknya mengenang dengan penuh penghayatan akan sosok Siti Hajar lagi. Keyakinan wanita mulia ini akan kemahakuasaan Allah -yang sedemikian kokoh dengan bukti dia bersama anaknya rela ditinggal di suatu lembah yang tandus- tidak menjadikannya berpangku tangan dengan hanya menunggu turunnya hujan dari langit. Tetapi ia berusaha dan terus berupaya mondar-mandir berkali kali demi mencari air untuk kelanjutan hidup putranya.
Hajar memulai usahanya dari bukit Shafa yang arti harfiahnya adalah kesucian dan ketegaran, sebagai lambang bahwa untuk mencapai hidup harus dengan usaha yang dimulai dengan kesucian dan ketegaran dan harus diakhiri di Marwa yang berarti “sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan orang lain”.
Hasil usaha pasti akan diperoleh baik sebagaimana yang dialami oleh Siti Hajar bersama putranya, Isma’il a.s dengan ditemukannya air zamzam itu.
6) Di tanah ‘Arafah, padang yang luas lagi gersang itu, seluruh jamaah haji wuquf (berhenti) sampai matahari terbenam.
Berkumpulnya para jamaah di satu tempat memberi kesan bahwa ibadah haji sebagai media “ibadah sosial”, yakni terbangunnya relasi sosial yang kokoh dilandasi sikap saling mengenal, mengasihi dan menyanyangi diantara sesama manusia.
Di sanalah, mereka selayaknya menemukan ma’rifah pengetahuan sejati tentang jati dirinya, akhir perjalanan hidupnya, serta di sana pula mereka seharusnya menyadari langkah-langkahnya selama ini. Di ‘Arafah pula, seharusnya mereka menyadari betapa agung Allah yang kepada-Nya bersembah seluruh makhluk, sebagaimana diperagakan secara miniature di padang tersebut. Kesadaran-kesadaran itulah yang mengantarkannya di Padang ‘Arafah menjadi ‘Arif (sadar) dan mengetahui.
7) Dari ‘Arafah, para jamaah ke Muzdalifah untuk mengumpulkan senjata dalam menghadapi musuh utama yaitu setan. Kemudian selanjutnya ke Mina dan disanalah para jamaah haji melampiaskan kebencian dan amarahnya masing-masing terhadap musuh yang selama ini menjadi penyebab segala kegetiran yang dialaminya. Batu dikumpulkan di tengah malam sebagai simbol bahwa musuh tidak boleh mengetahui siasat dan senjata kita.
Demikianlah, ibadah haji merupakan himpunan simbol-simbol yang begitu indah. Apabila dihayati dan diamalkan secara baik dan benar, maka pasti akan mengantarkan setiap pelakunya ke dalam lingkungan Ilahi dan kemanusiaan yang hak sesuai yang dikehendaki oleh Sang Penciptanya, Allah SWT… Wallahu A’lam

Refrensi :
1. Ihya’ Ulumuddin, karya Imam Ghazaly ra.
2. Al-Hajj wa Fadlluhu wa Fawa’iduhu, karya Syekh Abdul Muhsin al-Badr
3. Membumikan Al-Qur’an, karya Bapak Quraish Shihab
4. www.GusMus.net


Selengkapnya....

TERUS MELANGKAH DALAM BERSERAH

(ibnu Atho'illah)
Jangan berkawan dengan orang yang keadaannya tidak membangkitkan semangatmu dan pembicaraanya tidak membimbing kejalan Allah.




Boleh jadi engkau berbuat buruk tetapi tampak olehmu sebagai kebaikan lantaran engkau berkawan dengan orang yang tingkah lakunya lebih buruk darimu

Selengkapnya....

Beda mereka

Ketika…
Sang surya menapak
Jengkal demi jengkal
Seundak perundak
Tangga tahta kekuasaan sang Raja


Ketika …
Melenggang sombong
Diarak jalanan langit yang gemawan
Tampaknya ia akan semakin bengis
Semakin ganas tatapnya menyayat ari
Menancapkan imperial kuasanya
Atas orang-orang bumi

Aku masih nyantai
Tepekur di pojok ruangan ini
Menikmati syahdu ayat qurani
Dilantun mulut sendiri
Tapi, aku harus pergi

Kuangkatlayangkan kaki ini
Menerobos kejam terik siang matahari
Panas…
Angin datang melabrak
Ah cuek saja, Aku tak peduli

Tiba-tiba!
Pandangan ajib mengganjal mata
Bocah-bocah itu, masih kecil lagi
Lusuh pula pakaian mereka
Hampir camping
Berjejar berdiri disana
Di samping rindang pohon semak
Di pinggir jalanan ini

Allahu akbar…!
Sayup kudengar mulut mungil bersua
Menggemakan lontas keagungan-Mu
Aku tertegun…
Aku terdiam …
Aku heran …
Aku ingin bertanya.
Seribu tanya: siapa dan bagaimana

Aku menerawang
Bocah-bocah seumur mereka
Tapak tanpa alas seperti mereka
Compang pakaian seperti mereka
Di jalanan Jakarta
Adakah mereka seperti mereka?


Faqihmuqaddam, PaginyaJum`at, 24 R. Tsani 1430.


Selengkapnya....

Mengasah Keindahan Seni Berinteraksi

AM Saputra
lebih kurang sepuluh tahun yang lalu tepatnya ketika saya masih duduk di bangku madrasah, saya sering mendapatkan wejangan dari Pak Miftah guru kaligrafi untuk sering berlatih dan berlatih dalam menekuni suatu bidang tertentu. Ketika mendapatkan pelajaran dasar menulis kaligrafi di kelas, beliau bilang lebih baik latihan menulis satu kalimat sebanyak 100 kali dari pada menulis 100 kalimat tetapi cuman sekali (1x100 lebih baik dari 100x1).

Apalagi bagi pemula, kaedah-kaedah menulis kaligrafi "khot naskhi" yang merupakan khat wajib dalam seni kaligrafi membutuhkan ketelitian dan ketelatenan tersendiri dimana kehalusan menulis tidak akan dihasilkan kecuali dengan terus menerus berlatih. Saya yang tulisannya tidak lebih baik dari batik ceker ayam merasa mendapatkan support, setelah sekian lama alhadulillah usaha itu mendatangkan hasil yang tidak sia-sia, tulisan arab saya sudah dapat dibaca dengan nyaman meski tidak sebagus guru saya.
Kaitannya dengan seni berinteraksi antar sesama manusia (fan ta'amul ma'a an-naas), dalam kehidupan sehari-hari sering sekali kita mendapati orang yang sangat disayang oleh keluarga, teman, sahabat dan sanak familinya. Keberadaannya benar-benar memberikan kesejukan dan keteduhan, tutur katanya bak air segar menyirami padang hati yang gersang, sikapnya santun dan tidak pernah menyakiti atau mengecewakan, subhanallah kita sampai bergumam betapa beruntungnya dia. Keberadaanya menenangkan sementara kepergiannya senantiasa dinantikan. Sementara di sisi kehidupan yang lain, kita juga kerap kali menemukan orang yang sama sekali tidak disukai, sikapnya keras, perkataannya tajam bak sembilu menyayat kulit dan qolbu, keberadaanya tidak diharapkan serta keperginya sentiasa dinantikan, masayaAllah!? Betapa sulitnya kehidupan tipe orang yang kedua ini dalam bergaul dengan masyarakat.
Melihat kenyataan itu, tentunya kita sangat berharap untuk dapat menjadi orang yang pertama bukan. Siapa sich yang tidak ingin mempunya kawan banyak, dikasihi dan disayangi, kehadiran kita selalu diharapkan dan seterusnya. Adakah hal itu bisa kita lakukan? Ataukah bakat itu hanya bisa dimiliki oleh orang-orang pilihan saja? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita rujuk kembali as-Sunnah sumber falsafah hidup seorang muslim, bagaimana Rasulullah menyampaikan misi diutusnya ke dunia ini seraya berkata: "hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak." Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa bagaimanapun rupa dan bahasanya, selagi itu manusia maka ia pasti bisa mendapatkan bakat seni berinteraksi. Apa lagi ditambah dukungan wahyu yang membuat kita lebih optimis untuk dapat mengasah kemampuan seni berinteraksi, karena jika itu diniatkan untuk mendapatkan ridho-Nya maka ia akan mendapatkan hitungan pahala tersendiri. Bukankah Rasulullah mengajarkan bahwa senyuman itu sedekah? Bukan kita diajarkan Rasulullah untuk selalu memberikan kedamaian pada sesama apa lagi kepada saudara kita seiman.
Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, selagi ada niat dan kemaun insyaAllah semuanya akan dimudahkan. Melatih senyum misalnya, mungkin bagi sebagian kita amatlah sulit dilakuin, tapi jika terus menerus dibiasakan lama-lama akan jadi mudah, malahan kalau gak senyum rasanya ada yang hilang dari kita. Yah gak apa, asal jangan jadi senyum-senyum sendiri tar malah dikira gak waras kan repot juga.
Dari sini marilah kita coba niatkan untuk dapat meniru suri tauladan kita, junjugan kita Sayyidana Muhammad Saw. Sungguh betapa berharganya hidup ini jika hanya untuk disia-siakan, betapa mahalnya nilai hidup ini jika digunakan hanya untuk bermusuhan dan sering mengecewakan orang, terlebih orang-orang yang kita sayangi. Sudah saatnya kita sematkan niat untuk merubah sikap agar lebih dapat diterima orang lain sekaligus menjadi pribadi yang menyenangkan demi meraih ridho-Nya. Kita rawat bersama niat ini ditambah usaha untuk mewujudkannya sehingga pada saatnya nanti Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk mewarisi "uswah" yang terkejewantahkan dalam kehidupan Rasulullah, Amin.

Selengkapnya....

Segera Bangkit Untuk Memperbaiki Diri Kita!

Oleh: Cakiconk
Seorang guru wanita sedang mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya dengan penuh semangat. Ia duduk menghadap para muridnya. Tangan kirinya memegang kapur dan tangan kanannya memegang penghapus. Guru itu berkata: "Anak-anak, Saya punya satu permainan... Caranya begini: di tangan kiri saya ada kapur, dan di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka kalian bilang "Kapur!", jika saya angkat penghapus ini, maka kalian bilang "Penghapus!" setuju?". Para murid menjawab: "setuju!!!".

Murid-muridnya pun paham dan mengikuti perintah sang guru. Si Guru bergantian mengangkat antara tangan kanan dan tangan kirinya, semakin lama semakin cepat. Beberapa saat kemudian, guru kembali berkata: "Baik, sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka kalian bilang "Penghapus!", dan jika saya angkat penghapus, maka kalian katakan "Kapur!", oke?". Setelah mereka setuju maka diulang-ulanglah cara kedua ini seperti sebelumnya, tentu saja para murid tadi awalnya keliru dan merasa kaku serta sangat kesulitan untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka menjadi biasa dan tidak lagi kaku. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. "Anak-anakku, begitulah kita, umat Islam. Mula-mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas dapat membedakannya. Namun kemudian, musuh-musuh kita memaksakan kepada kita dengan berbagai cara, untuk menukarkan sesuatu, dari yang haq menjadi bathil dan begitu juga sebaliknya. Awalnya, mungkin terasa sulit bagi kita untuk menerima hal tersebut, tapi karena hal tersebut terus-menerus disosialisasikan oleh mereka dengan cara-cara yang menarik, akhirnya lambat laun kita pun terbiasa dengan hal itu Dan selanjutnya kita mulai mau menerima dan mengikutinya. Musuh-musuh kita tidak pernah berhenti memutar-balikkan dan menukar nilai dan etika islam. "Keluar berduaan, pacar-pacaran bukan lagi suatu yang aneh, Zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi sudah jadi hal yang lumrah tanpa rasa malu, sex sebelum nikah sudah menjadi suatu kebiasaan dan trend, dugem, hiburan yang asyik nan panjang sehingga melupakan yang wajib adalah biasa, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup (life style) baru, meninggalkan shalat, puasa sudah jadi doyanan tanpa penyesalan sedikit pun dan lain-lainnya. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, sedikit demi sedikit kita menerimanya tanpa merasa bahwa hal itu adalah suatu kesalahan dan kemaksiatan besar. Paham?" tanya Guru kepada murid-muridnya. "Paham bu guru..."

"Baik, permainan kedua..." sang Guru melanjutkan. "Ibu Guru punya mushaf al-Qur'an, Ibu Guru akan metakkan mushaf ini di tengah karpet. Sekarang, kalian berdiri di luar sisi karpet tanpa menginjaknya. Aturan mainnya adalah, bagaimana cara mengambil mushaf al-Qur'an yang ada di tengah itu tanpa menginjak karpet?" para murid pun berpikir. Ada yang mencoba alternatif memakai bantuan tongkat dan lain-lain. Namun sang guru menganggap itu kurang tepat. Akhirnya Guru memberitahukan jalan keluarnya, digulungnya karpet itu, lalu dia ambil mushaf al-Qur'an yang ada di tengahnya. Ia memenuhi syarat, yaitu tidak menginjak karpet. "Anak-anakku, begitulah gambaran umat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak islam kita dengan terang-terangan. Karena tentu kita akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasa pun tidak akan rela kalau Islam dihina di hadapan mereka. Melainkan langkah yang mereka ambil adalah mereka akan menggulung kita perlahan-lahan dari pinggir, sedikit demi sedikit agar kita tidak sadar bahwa kita sedang di serang".

"Jika seseorang ingin membangun sebuah rumah yang kuat dan kokoh, maka harus dibuat pondasi yang kokoh pula. Sama halnya dengan Islam, jika kita ingin islam tegak dengan kuat dan kokoh, maka kita harus membangun aqidah yang kuat pada diri kita sebagai pondasinya dan syari'ah yang kokoh sebagai pilar-pilarnya. Begitu juga sebaliknya, jika seseorang ingin membongkar sebuah rumah, tentu akan kesulitan kalau pembongkaran dimulai dari pondasinya, untuk itu tentu saja mereka akan menurunkan hiasan-hiasan dinding terlebih dahulu, kursi-kursi dan meja dikeluarkan, lemari dan lain-lainnya dikeluarkan satu persatu, setelah itu baru rumah dihancurkan. Begitulah musuh-musuh Islam dalam menghancurkan islam. mereka tidak akan menyerang kita terang-terangan, melainkan mereka akan perlahan-lahan mengerogoti nilai-nilai keislaman dari para pemeluknya. Mulai dari akhlak/perangai kita, cara hidup, cara berfikir, berpakaian, makanan dan lain sebagainya, sehingga meskipun kita muslim, tapi kita telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang diam-diam mereka masukkan sebagai pengganti nilai-nilai keislaman. Dan seperti itulah yang mereka inginkan. Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran). Dan inilah yang sedang dijalankan oleh musuh-musuh kita". "Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak islam, bu Guru?" tanya seorang murid. "Memang dulunya mereka terang-terangan menyerang islam, seperti peristiwa Perang Salib, Perang Tartar dan lain sebagainya. Tapi serangan semacam itu mudah diketahui dan mudah diatasi. Dan sekarang sudah tidak lagi. Karena mereka sudah tahu akibatnya. Ya, Begitulah Islam. kalau diserang serentak secara terang-terangan, maka semua akan bangkit secara serentak, melawan dan memberontak. mereka akan sadar kalo agamanya sedang diserang musuh dan mereka pun akan bergegas membelanya. Tapi kalau diserang perlahan-lahan dari dalam maka mereka, umat islam, tidak akan sadar kalo agamanya tengah dirongrong. Sedikit demi sedikit nilai-nilainya pudar dan pada akhirnya mereka hancur lebur". Dengan intonasi laun, Sambil menutup buku dan memasukkannya kedalam tas, sang guru pun mengakhiri jam pelajarannya.

"Kalau begitu, mari kita akhiri pelajaran kita kali ini, dan sebelumnya mari kita berdoa terlebih dahulu sebelum pulang...." Matahari bersinar dengan teriknya tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

RENUNGILAH SOBAT!
SEMOGA ALLAH MEMBERI TAUFIQ DAN HIDAYAH PADA KITA DAN KELUARGA KITA... MARILAH KITA SAMA-SAMA SADAR BAHWA AGAMA, BANGSA DAN TANAH AIR KITA SEMAKIN TERANCAM, UMAT ISLAM SEMAKIN MUDAH DIBELI DENGAN UANG, DILALAIKAN DENGAN KEINDAHAN DAN KESERAKAHAN HIDUP, HINGGA HILANG MARTABAT DAN HARGA DIRINYA!! INI LEBIH PENTING BAGI KITA UNTUK BERSATU DARIPADA NGELADENI SAUDARA-SAUDARA KITA YANG TIDAK SEPAHAM. Wabillahit taufiq wal hidayah.


Selengkapnya....

Kisah Seekor Anak Singa*

Oleh: Cakiconk*

Alkisah, di sebuah hutan belantara ada seekor induk singa yang mati setelah melahirkan anaknya. Bayi singa yang lemah itu hidup tanpa perlindungan induknya. Beberapa waktu kemudian serombongan kambing datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu menggerak-gerakkan tubuhnya yang lemah. Seekor induk kambing tergerak hatinya. Ia merasa iba melihat anak singa yang lemah dan hidup sebatang kara. Dan terbitlah nalurinya untuk merawat dan melindungi bayi singa itu.

Sang induk kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan membelai dengan penuh kehangatan dan kasih sayang. Merasakan hangatnya kasih sayang seperti itu, si bayi singa tidak mau berpisah dengan sang induk kambing. Ia terus mengikuti ke mana saja induk kambing pergi. Jadilah ia bagian dari keluarga besar rombongan kambing itu.
Hari berganti hari, anak singa tumbuh dan besar dalam asuhan induk kambing dan hidup dalam komunitas kambing. Ia menyusu, makan, minum, bermain bersama anak-anak kambing lainnya. Tingkah lakunya juga layaknya kambing. Bahkan anak singa yang mulai berani dan besar itu pun mengeluarkan suara layaknya kambing yaitu mengembik, bukan mengaum!. la merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda dengan kambing-kambing lainnya. Ia sama sekali tidak pernah merasa bahwa dirinya adalah seekor singa.
Suatu hari, terjadi kegaduhan luar biasa. Seekor serigala buas datang memburu kambing untuk dimangsa. Kambing-kambing berlarian panik. Semua ketakutan. Induk kambing yang juga ketakutan meminta anak singa itu untuk menghadapi serigala:
”Kamu singa!, cepat hadapi serigala itu!, cukup keluarkan aumanmu yang keras dan serigala itu pasti lari ketakutan!.” Kata induk kambing pada anak singa yang sudah tampak besar dan kekar.
Tapi, anak singa yang sejak kecil hidup di tengah-tengah komunitas kambing itu justru ikut ketakutan dan malah berlindung di balik tubuh induk kambing. Ia berteriak sekeras-kerasnya dan yang keluar dari mulutnya adalah suara embikan, sama seperti kambing yang lain, bukan auman. Anak singa itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika salah satu anak kambing yang tak lain adalah saudara sesusuannya diterkam dan dibawa lari serigala.
Induk kambing sedih karena salah satu anaknya tewas dimakan serigala. Ia menatap anak singa dengan perasaan nanar dan marah.
”Seharusnya kamu bisa membela kami!, seharusnya kamu bisa menyelamatkan saudaramu!, seharusnya kamu bisa mengusir serigala yang jahat itu!”.
Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak paham dengan maksud perkataan induk kambing. Ia sendiri merasa takut pada serigala sebagaimana kambing-kambing lain. Anak singa itu merasa sangat sedih karena ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Hari berikutnya, serigala ganas itu datang lagi. Kembali memburu kambing-kambing untuk disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing tidak ada yang berani menolong. Anak singa itu tidak kuasa melihat induk kambing yang telah ia anggap sebagai ibunya dicengkeram serigala. Dengan nekat ia lari dan menyeruduk serigala itu. Serigala kaget bukan kepalang melihat ada seekor singa di hadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya. Serigala itu gemetar ketakutan!, nyalinya habis!. Ia pasrah, ia merasa hari itu adalah akhir hidupnya!. Dengan kemarahan yang luar biasa anak singa itu berteriak keras, ”Emmbeeek!” Lalu ia mundur ke belakang, mengambil ancang-ancang untuk menyeruduk lagi. Melihat tingkah anak singa itu, serigala yang ganas dan licik itu langsung tahu bahwa yang ada di hadapannya adalah singa yang bermental kambing. Tak ada bedanya dengan kambing. Seketika itu juga ketakutannya hilang. Ia menggeram marah dan siap memangsa kambing bertubuh singa itu atau singa bermental kambing itu. Saat anak singa itu menerjang dengan menyerudukkan kepalanya layaknya kambing, sang serigala telah siap dengan kuda-kudanya yang kuat. Dengan sedikit berkelit, serigala itu merobek wajah anak singa itu dengan cakarnya. Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti kambing mengaduh. Sementara induk kambing menyaksikan peristiwa itu dengan rasa cemas yang luar biasa. Induk kambing itu heran, kenapa singa yang kekar itu kalah dengan serigala. Bukankah singa adalah raja hutan?. Tanpa memberi ampun sedikitpun serigala itu menyerang anak singa yang masih mengaduh itu. Serigala itu siap menghabisi nyawa anak singa itu. Di saat yang kritis itu, induk kambing yang tidak tega, dengan sekuat tenaga menerjang sang serigala. Sang serigala terpelanting. Anak singa bangun. Dan pada saat itu, seekor singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat!. Semua kambing ketakutan dan merapat!. Anak singa itu juga ikut takut dan ikut merapat. Sementara sang serigala langsung lari terbirit-birit. Saat singa dewasa hendak menerkam kawanan kambing itu, ia terkejut di tengah-tengah kawanan kambing itu ada seekor anak singa. Beberapa ekor kambing lari, yang lain langsung lari. Anak singa itu langsung ikut lari. Singa itu masih tertegun. Ia heran kenapa anak singa itu ikut lari mengikuti kambing?. Ia mengejar anak singa itu dan berkata:
”Hai kamu jangan lari!, kamu anak singa, bukan kambing!, aku tak akan memangsa anak singa!.”
Namun anak singa itu terus berlari dan berlari. Singa dewasa itu terus mengejar. Ia tidak jadi mengejar kawanan kambing, tapi malah mengejar anak singa. Akhirnya anak singa itu tertangkap. Anak singa itu ketakutan:
”Jangan bunuh aku, ammpuun!.”
”Kau anak singa, bukan anak kambing!, aku tidak membunuh anak singa!.”
Dengan meronta-ronta anak singa itu berkata, ”Tidak!!, aku anak kambing!, tolong lepaskan aku!”. Anak singa itu meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi suara embikan, persis seperti suara kambing.
Sang singa dewasa heran bukan main. Bagaimana mungkin ada anak singa bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram ia menyeret anak singa itu ke danau. Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya anak singa itu. Begitu sampai di danau yang jernih airnya, ia meminta anak singa itu melihat bayangan dirinya sendiri, lalu membandingkan dirinya dengan singa dewasa.
Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut:
”Oh, rupa dan bentukku sama dengan kamu, sama dengan singa, si raja hutan!.”
”Ya, karena kamu sebenarnya anak singa. Bukan anak kambing!”. Tegas singa dewasa.
”Jadi aku bukan kambing?, aku adalah seekor singa!.”
”Ya kamu adalah seekor singa, raja hutan yang berwibawa dan ditakuti oleh seluruh isi hutan!. Ayo aku ajari bagaimana menjadi seekor raja hutan!.” Kata sang singa dewasa.
Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya dengan penuh wibawa dan mengaum dengan keras. Anak singa itu lalu menirukan, dan mengaum dengan keras. Ya, mengaum, menggetarkan seantero hutan.
Tak jauh dari situ serigala ganas tadi lari semakin kencang. Ia ketakutan mendengar auman anak singa itu. Anak singa itu kembali berteriak penuh kemenangan:
”Aku adalah seekor singa!, raja hutan yang gagah perkasa!”.
Singa dewasa tersenyum bahagia mendengarnya.
Penulis tersentak oleh kisah anak singa di atas. Jangan-jangan kondisi kita (umat islam secara umum, bangsa Indonesia secara khusus dan warga FORMIL lebih khususnya lagi) mirip dengan anak singa di atas. Sekian lama hidup tanpa mengetahui jati diri dan potensi terbaik yang dimilikinya.
Betapa banyak manusia yang menjalani hidup apa adanya, biasa-biasa saja, ala kadarnya. Hidup dalam keadaan terbelenggu oleh "siapa dirinya sebenarnya". Hidup dalam tawanan rasa malas, langkah yang penuh keraguan dan kegamangan. Hidup tanpa semangat hidup yang seharusnya. Hidup tanpa kekuatan nyawa terbaik yang dimilikinya.
Kalau kita amati orang-orang di sekitar kita. Di antara mereka ada yang telah menemukan jati dirinya. Hidup dinamis dan prestatif. Sangat faham "untuk apa ia hidup" dan "bagaimana ia harus hidup". Hari demi hari ia lalui dengan penuh semangat dan optimis serta penuh tujuan pasti. Detik demi detik yang dilaluinya adalah kumpulan prestasi dan rasa bahagia. Semakin besar rintangan menghadang, semakin besar pula semangatnya untuk menaklukkannya.
Namun, tidak sedikit yang hidup apa adanya. Mereka hidup apa adanya karena tidak memiliki arah yang jelas. Tidak faham "untuk apa dia hidup", dan "bagaimana ia harus hidup". Kita sering mendengar orang-orang yang ketika ditanya:
”Bagaimana Anda menjalani hidup Anda?,” atau ”Apa prinsip hidup Anda?,” mereka menjawab dengan jawaban yang filosofis:
”Saya menjalani hidup ini mengalir bagaikan air, santai saja.”
Tapi sayangnya mereka tidak benar-benar tahu filosofi "mengalir bagaikan air". Mereka memahami hidup mengalir bagaikan air itu, ya hidup santai. Sebenarnya, jawaban itu mencerminkan bahwa mereka tidak tahu bagaimana mengisi hidup ini. Bagaimana cara hidup yang berkualitas. Sebab, mereka tidak tahu siapa sebenarnya diri mereka?, potensi terbaik apa yang telah dikaruniakan oleh Tuhan kepada mereka. Bisa jadi mereka sebenarnya adalah "seekor singa" tapi tidak tahu kalau dirinya "seekor singa". Mereka menganggap dirinya adalah "seekor kambing", sebab selama ini, mereka hidup dalam kawanan kambing. Entah, mungkin kita termasuk di dalamnya.
Filosofi menjalani hidup mengalir bagaikan air yang dimaknai dengan hidup santai saja, atau hidup apa adanya bisa dibilang prototipe; gaya hidup sebagian besar kita di kuliah syariah khususnya (yang tidak mau muroja`ah kalau tidak dekat ujian, ikut muhadloroh yang penting hadir meski tidur atau chating-an, ujian yang penting tidak rosib meski nilai cuma maqbul, dst.) dan di Indonesia umumnya. Bahkan, bisa jadi itu adalah gaya hidup sebagian besar masyarakat dunia Islam saat ini.
Tidak jarang kita mendapatkan kondisi di sekitar kita yang dari waktu ke waktu tidak mengalami perubahan berarti. Cara berpikirnya masih sama. Cara hidupnya masih begitu-begitu saja. Bahkan mengalami penurunan. Si Anu yang saat awal kuliah belum mampu berbahasa arab, sekarang masih berada dalam kondisi yang sama. Atau sudah mampu, tapi orang yang mendengarkan masih harus berfikir untuk memahami maksudnya. Bahkan, tak jarang terjadi salah paham. Si Dia yang pada hari-hari pertama studinya, belajarnya giat dan rajin bangun malam; kini, kalau tidak ujian tidak mau belajar. Bahkan, malam ujian pun masih sempat main-main dengan hp, komputer dll; solat malamnya sudah libur, shalat Subuh tidak berjamaah dan lebih parah lagi; shalat Subuh sudah biasa dia jamak dengan shalat Dluha, dan segudang contoh lainnya. Kita yang dulu datang dengan kondisi "nol" ternyata sampai sekarang kita masih mendapat poin nol koma sekian atau poin satu saja. Sungguh perubahan yang tak berarti jika dibandingkan dengan lamanya kita berada disini. Tegasnya, kita belum berubah.
Kenapa tidak berubah?.
Jawabannya adalah karena kita tidak mau berubah.
Kenapa tidak mau berubah?.
Jawabannya adalah karena kita belum mengetahui bahwa kita harus berubah. Bahkan, kalaupun kita mengetahui keniscayaan sebuah perubahan, kita masih belum mengetahui bagaimana caranya mewujudkan perubahan itu. Sebab, kita telah terbiasa dengan kehidupan yang pasrah dan santai. Hidup tanpa rasa berdaya dalam keluh kesah. Hidup tanpa semangat hijrah. Dan cara hidup seperti inilah yang telah tertanam dan terus tumbuh dalam diri kita.
Ada seorang sastrawan terkemuka, yang demi melihat kondisi bangsa yang sedemikian akut rasa ketidak berdayaanya sampai dia mengatakan, ”Aku malu jadi orang Indonesia!.”
Di mana-mana; di Indonesia atau lainnya, kita lebih banyak menemukan orang orang bermental lemah, hidup apa adanya dan tidak terarah. Orang-orang yang tidak tahu potensi terbaik yang diberikan oleh Allah kepadanya. Orang-orang yang rela ditindas dan dijajah oleh kesengsaraan, kesantaian dan kehinaan. Padahal sebenarnya; jika mau, pastilah mereka bisa hidup merdeka, maju, jaya, berwibawa dan sejahtera. Di Indonesia saja, tak terhitung berapa jumlah masyarakat negeri kita yang bermental kambing. Meskipun sebenarnya mereka adalah singa!. Banyak yang minder dengan bangsa lain. Seperti mindernya anak singa bermental kambing pada serigala dalam kisah di atas. Padahal sebenarnya, kita adalah bangsa besar!, kita adalah umat yang besar!, kita sebenarnya adalah singa dewasa yang sebenarnya memiliki kekuatan dahsyat. Bukan komunitas sekawanan kambing. Sekali rasa berdaya itu muncul dalam jiwa anak kita, maka ia akan menunjukkan pada dunia bahwa ia adalah singa yang tidak boleh diremehkan sedikitpun.
Kita (umat Islam di Indonesia), sebenarnya adalah Sriwijaya yang perkasa menguasai Nusantara. Juga sebenarnya adalah Majapahit yang digjaya dan adikuasa. Lebih dari itu, kita sebenarnya, -dan ini tidak mungkin disangkal- adalah umat Islam terbesar di dunia. Ada sekitar 200.000.000 (dua ratus juta) umat Islam di negeri tercinta kita Indonesia. Banyak yang tidak menyadari apa makna dari "dua ratus juta" jumlah umat Islam Indonesia. Banyak yang tidak sadar dan menganggapnya biasa saja. Sama sekali tidak menyadari jati diri sesungguhnya. Dua ratus juta umat Islam di Indonesia, maknanya adalah dua ratus juta singa. Penguasa belantara dunia; itulah yang sebenarnya. Sayang, dua ratus juta yang sebenarnya adalah singa, justru bermental kambing dan berperilaku layaknya kambing, bukan layaknya singa. Baik saudara-saudara kita di sana maupun kita sendiri di sini. Lebih memprihatinkan lagi, ada yang sudah menyadari dirinya sesungguhnya singa tapi memilih untuk tetap menjadi kambing. Karena telah terbiasa menjadi kambing, maka ia malu menjadi singa!. Malu untuk maju dan berprestasi!. Yang lebih memprihatinkan lagi, mereka yang memilih tetap menjadi kambing itu menginginkan yang lain juga tetap menjadi kambing. Mereka ingin tetap jadi kambing sebab merasa tidak mampu jadi singa dan merasa nyaman jadi kambing. Yang menyedihkan, mereka tidak ingin orang lain jadi singa. Bahkan mereka ingin orang lain jadi kambing yang lebih bodoh!.
Marilah!, kita sadari diri kita (sebagai umat Islam) sebagai seekor singa yang betul-betul singa. Allah telah memberi predikat kepada kita sebagai umat terbaik di muka bumi ini, ”Kalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuruh berbuat yang makruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah!”.
Marilah kita bermental umat terbaik. Jangan bermental umat yang terbelakang. Kita mulai langkah maju dan perubahan itu dari diri kita sebagai warga FORMIL, untuk Indonesia kita khususnya dan Islam pada umumnya. Wallahu a'lam.

* Di kutip dari Novel "Ketika Cinta Bertasbih 2" disertai beberapa perubahan
** Penuis adalah mahasiswa tingkat II Univ. Al-Ahgaff


Selengkapnya....

ular goblok

Suatu hari ada dua ekor ular sedang menyusuri sawah mencari mangsa.
Ular A: hei.. kita ini ular jenis apa yach?
Ular B: Manaketehe'..

Ular A: kita ini termasuk jenis ular berbisa ngga'?"
Ular B: "emangnya kenapa, kok pake Tanya-tanya berbisa atau ngga'nya?"
Ular A: "nggak.. soalnya tadi tak sengaja bibir saya tergigit".
Ular B: "hahaha.. awas loeh.. bisa-bisa kita ini ular berbisa".
Ular A: Ha…#@_*&$#!!



Selengkapnya....

sahabat setia

Indahnya, saat bersama
Ku tersenyum, kaupun tertawa
Sahabat setia, pelipur lara
Dimanakah dia?

Meski telah tiada
Kau tetap abadi dalam jiwa
Hanya maaf yang akan terucap
Ketika ada kata tersilap
Hanya senyum bahagia saat bersama
Canda tawa dalam cerita
Kan abadi selamanya

Tarim, 02 okt 2009
By: The Hunter


Selengkapnya....

IDEALISME KRITIK DEMOKRATIK

Oleh : Amir Faqih Ahgaffy*
“Aku Cinta Demokrasi-Q”. Pernyataan ini mungkin sudah cukup untuk mewakili warga Ahgaff sebagai rasa kecintaan kepada demokrasinya. Bahwa mereka cinta terhadap FORMIL. Meskipun cinta itu tidak cukup hanya dengan kata-kata, namun juga perlu bukti nyata. Dan bukti nyata itu sudah kami buktikan dengan memberikan masukan saran dan kritik yang -Insya Allah- konstruktif, legal, dan prosedural melalui media yang tersedia.


Kalau ada yang tidak cinta terhadap FORMIL, maka mereka adalah orang-orang yang tidak tahu diuntung karena FORMIL tempat deking yang mengasuh dan mengayomi kita selama ini.
Tulisan ini kami buat sesederhana mungkin, dekralatif, kategoris, taktis cerdas tapi lugas, tepat sasaran, mengena, tanpa harus melupakan substansi. Dan bukan berarti penulis tidak mampu untuk membuat tulisan ini selebar mungkin, Insya Allah sangat mungkin melihat fenomena-fenomena dan problem sosial yang mengembang, kami berharap tulisan ini dapatabel admisibel di tengah gejolak para aktor.
Kami menyambut baik tanggapan tulisan Kakak kelas tanpa mengurangi rasa hormat dan kewibaannya sebagai panutan yang harus digugu dan ditiru. Namun demikian, tulisan ini bukan pembangkangan dari kami yang berujung ke hostilitas. Alhamdulillah, dengan adanya tanggapan dari tulisan kami, berarti kita sudah saling mengoreksi plus intropeksi yang berbuah kepada kesadaran. Dan kami akan tetap mandiri independen serta kritis terhadap problem, namun sikap kritis itu akan disertai dengan solusi alternatif bagi kebijakan-kebijakan yang diambil. Inilah yang dinamakan kritik akuntabel dengan idealisme kritik.
Apa yang kami lakukan ini adalah sebuah konfigurasi rasa filantropi sesama, lebih-lebih kepada organisasi yang mengayomi pelajar Indonesia. Kausa finansial ini muncul dari kausalitas yang terjadi. Ini bukan gerakan separatis konspirasi yang ingin memperpecah integritas apalagi mengklaim sentimen kapiran. Dalam demokrasi, sepatutnya rakyat juga ikut mengawasi langsung demokrasinya. Dengan begitu, rakyat sudah mulai beranjak memahami paradigma yang berkembang. Rakyat mulai memahami demokrasinya sendiri dan ini merupakan bagian dari pelajaran politik.
Kritikan tidak harus membuat kita paranoid. Hemat kami, tindakan yang kami lakukan konstruktif dengan tetap menjaga integritas. Walaupun disana-sini masih terjadi perdebatan yang sangat alot. Wrong mekanisme seharusnya ada teguran dari pihak-pihak tertentu. Ini untuk meminimalisasi kita agar lebih berhati-hati untuk yang kedua kalinya. Dengan begitu, roda demokrasi akan lebih efektif. Bagi kami, kritikan adalah sebuah wadah yang harus ditampung, dijaga, dan dijamin haknya. Kritikan adalah sebuah motivator untuk menuju tangga keberhasilan. Muhaimin Iskandar , Mentri KIB jilid II, pernah berkata, "silahkan kritisi kami kalau itu awal dari sebuah prestasi". Kalau kritikan itu merupakan awal dari prestasi, kenapa kita harus ciut ? Sangat salah jika kami mengajak untuk berdebat ataupun mengungkit masa lalu kembali. Kita hanya belajar dari sejarah dengan mengambil hikmahnya. Ini yang kami wanti-wanti dari tulisan yang pertama. Orang yang tidak mau belajar dari sejarah kemungkinan besar sejarah yang pahit akan menerpa kembali. Demokrasi mengajarkan kita untuk berproses. Dan proses adalah sesuatu yang alamiah, tidak statis dan stagnan. Dari proses dan perubahan ini, kita berharap lebih baik dari sebelumnya.
Dalam demokrasi ada beberapa kebebasan yang dilindungi oleh payung hukum karena merupakan hak setiap warga. Yang diantaranya adalah kebebasan berpendapat, baik lisan maupun tulisan. Sekarang zaman demokrasi, Reformasi telah bergulir dan Rezim Otoriter anti-demokrasi telah tumbang. Pada zaman ORBA, segala tulisan yang berbau kritikan dan nasionalisme dibredel, bahkan penulisnya dijebloskan ke penjara. Kalau kita lihat koran-koran Indonesia seperti Jawa Pos, Republika, kompas, dan lain-lain. Di ruang Opini Artikel atau Berita, kita akan menemukan beberapa tekanan kata yang mengandung unsur disilusi, kecaman, makian dan cacian. Seperti Ketua KPU dan antek-anteknya yang dinilai tidak becus, acuh tak acuh dalam menyelenggarakan pemilu. Kecaman pun datang dari berbagai arah, DPR, Pengamat dan Pakar untuk segera melengserkan KPU dan antik-aktiknya. Dan akhir-akhir ini yang menjadi sorotan media diulang-ulang oleh stasiun TV, bahkan di facebook Ketua MPR RI, Taufik Kiemas dikatakan “baru keluar SD” lantaran dalam pelantikan Presiden & Wakil Presiden banyak kesalahan lek lak lik luk, tidak ada penghormatan kepada JK yang masih berstatus Wapres, penyebutan gelar SBY yang salah dari “Doktor menjadi Dokter”. Dan masih banyak yang lain. Kecaman, cacian, makian ,dan pujian datang dari berbagai penjuru membanjiri media massa. Dan itu harus ditampung sebagai check and balance biar mereka lebih berhati-hati sebagai Wakil Rakyat bahwa segala tingkah laku maupun ucapan mereka, tidak akan dapat lari dari kejelian tangan para jurnalis.
Kami pun juga seperti itu. Kami harus meletakkan kata-kata yang menekan dengan tetap memberikan solusi. Sebenarnya, masih banyak kata-kata yang lebih sangar. Meski tak menutup diri memang ada etika jurnalistik. Kenapa kami memilih media massa? Karena media lebih ampuh, mengena dan tajam setajam silet. Seorang pemimpin seharusnya mempunyai transparansi dialogis sosialis kapabelis dengan jurus andalan komunikatif, jangan terkesan Redialogis/Rekomunikatif, berbaurlah sedikit dengan rakyatnya, dengarkan keluhan mereka. Jangan seperti Pribahasa “bagai menara gading” yang terpisah atau malah memisahkan diri dari rakyat. Adapun anggapan antipacasila itu sangat jauh meleset dari sasaran, meskipun sila keempat menerangkan Kerakyatan Yang Dipimpin …….. kami pun juga bisa balik bertanya. Adakah AD/ART di PLENOKAN atau di Amendemen? Tidak kan, Kalau begitu tetap jadi rujukan. Kalau kita memang pancasilais, kenapa kita harus keluar dari koridor konsessus.
Judul “Tanda Demokrai Masih Muda” muncul dari realita yang ada. Kami pun harus pintar-pintar menempatkan realita dalam teks. Kalau Gus Dur mengklaim DPR RI tak ubahnya taman Kanak-Kanak lantaran keributan dan pertengakaran, itu sangat pantas. Tapi sebaliknya, Adakah pertengkaran dalam PEMILU Formil ? tidak, berarti sesuai dengan realita. Demokrasi sangat berhubungan erat dengan Adab/Perilaku, Demokrasi adalah sebuah system Pemerintahan/birokrasi, sedangkan birokrasi dijalankan oleh Para Aktor/Pejabat, jika para aktor birokrat berakhlak mulia, InsyaAllah, demokrasi yang dibawa akan menuai keberhasilan tapi juga sebaliknya. Jika amoral, maka hanya akan mencemarkan lembaga yang bersangkutan. Contoh, tentu masih ingat Mantan Legislator Yahya Zeini yang tersandung sekandal Seks dengan Maria Eva, Al_Amin Nasution sang Koruptor dll. Kehadirannya pun akan jadi bomerang bagi lembaga itu. Makanya dalam alenia terakhir dari tulisan Mading yang pertama penulis menyinggung “mulailah dari aktor Demokrasi dan seterusnya”, kami pun juga akan mulai tanpa harus menunggu.
Dari tulisan mading yang pertama tertulis. ”Seharusnya kita tidak mengeluarkan statemen yang memperkeruh suasana dan memperpecah integritas, apalagi kita berasal dari ibu pertiwi yang sama "INDONESIA". Seharusnya kita berada dalam ikatan tali persatuan, boleh kita berbeda tapi tetap dalam Bhineka Tunggal Ika”, begitulah kira bunyinya. Tapi fakta bicara lain, What ever will be will be. Meskipun begitu, kami bersyukur dan berterimakasih atas keberaniannya menegur kami, itu merupakan Dobrakan yang patut diapresiasi. Dan bagi kami itu merupakan cobaan. Sesuai dengan Pribahasa “Pohon Yang Besar Akan Lebih Kencang Di Terpa Badai&Angin, semoga kami akan menjadi orang yang lebih berbiogenesis.
Inilah mungkin yang dinamakan dengan “Dunia Politik”, kalau tidak ramai, bukan politik namanya. Meskipun begitu bukan berarti kita menciptakan keramaian. Dan ini tidak harus membuat kita bermusuhan karena dalam politik sejatinya tidak ada musuh, yang ada hanyalah kompetitor, jika pun dianggap musuh, jelas tidak ada musuh yang abadi, mengabadikan musuh adalah tradisi dendam yang selayaknya dijauhkan dalam kehidupan demokrasi. Dari sini akan muncul suasana baru yang konstruktif, ini tentunya menjanjikan pola relasi baru yang lebih bersahabat untuk Membangun Kesepahaman dalam demokrasi.
Akhirnya, tulisan ini dapat di inferensialkan. Karakterbuilding plus vorming, kualifier, koperatif harus kita tanam demi terciptanya konsiliasi koeksistensif yang plural/multi komunitas. Dan bagi Kakak-kakak yang lebih banyak makan garam, kami tetap mengharapkan masukan dari kalian bagaimanapun caranya. Terimakasih atas teguran dan tanggapannya. Kami senang mempunyai Kakak yang peduli akan nasib adik-adiknya dan maaf jika ada yang kurang berkenan dari kami, baik Aqwal, Af’al & Ahwal. Salam Hormat. Sukses Semua and Go FORMIL.

* Penulis adalah aktivis sekaligus jurnalis dan sudah tingkat II di Universitas Al-Ahgaff

Selengkapnya....

IDEALISME KRITIK DEMOKRATIK

Oleh : Amir Faqih Ahgaffy*
“Aku Cinta Demokrasi-Q”. Pernyataan ini mungkin sudah cukup untuk mewakili warga Ahgaff sebagai rasa kecintaan kepada demokrasinya. Bahwa mereka cinta terhadap FORMIL. Meskipun cinta itu tidak cukup hanya dengan kata-kata, namun juga perlu bukti nyata. Dan bukti nyata itu sudah kami buktikan dengan memberikan masukan saran dan kritik yang -Insya Allah- konstruktif, legal, dan prosedural melalui media yang tersedia.


Kalau ada yang tidak cinta terhadap FORMIL, maka mereka adalah orang-orang yang tidak tahu diuntung karena FORMIL tempat deking yang mengasuh dan mengayomi kita selama ini.
Tulisan ini kami buat sesederhana mungkin, dekralatif, kategoris, taktis cerdas tapi lugas, tepat sasaran, mengena, tanpa harus melupakan substansi. Dan bukan berarti penulis tidak mampu untuk membuat tulisan ini selebar mungkin, Insya Allah sangat mungkin melihat fenomena-fenomena dan problem sosial yang mengembang, kami berharap tulisan ini dapatabel admisibel di tengah gejolak para aktor.
Kami menyambut baik tanggapan tulisan Kakak kelas tanpa mengurangi rasa hormat dan kewibaannya sebagai panutan yang harus digugu dan ditiru. Namun demikian, tulisan ini bukan pembangkangan dari kami yang berujung ke hostilitas. Alhamdulillah, dengan adanya tanggapan dari tulisan kami, berarti kita sudah saling mengoreksi plus intropeksi yang berbuah kepada kesadaran. Dan kami akan tetap mandiri independen serta kritis terhadap problem, namun sikap kritis itu akan disertai dengan solusi alternatif bagi kebijakan-kebijakan yang diambil. Inilah yang dinamakan kritik akuntabel dengan idealisme kritik.
Apa yang kami lakukan ini adalah sebuah konfigurasi rasa filantropi sesama, lebih-lebih kepada organisasi yang mengayomi pelajar Indonesia. Kausa finansial ini muncul dari kausalitas yang terjadi. Ini bukan gerakan separatis konspirasi yang ingin memperpecah integritas apalagi mengklaim sentimen kapiran. Dalam demokrasi, sepatutnya rakyat juga ikut mengawasi langsung demokrasinya. Dengan begitu, rakyat sudah mulai beranjak memahami paradigma yang berkembang. Rakyat mulai memahami demokrasinya sendiri dan ini merupakan bagian dari pelajaran politik.
Kritikan tidak harus membuat kita paranoid. Hemat kami, tindakan yang kami lakukan konstruktif dengan tetap menjaga integritas. Walaupun disana-sini masih terjadi perdebatan yang sangat alot. Wrong mekanisme seharusnya ada teguran dari pihak-pihak tertentu. Ini untuk meminimalisasi kita agar lebih berhati-hati untuk yang kedua kalinya. Dengan begitu, roda demokrasi akan lebih efektif. Bagi kami, kritikan adalah sebuah wadah yang harus ditampung, dijaga, dan dijamin haknya. Kritikan adalah sebuah motivator untuk menuju tangga keberhasilan. Muhaimin Iskandar , Mentri KIB jilid II, pernah berkata, "silahkan kritisi kami kalau itu awal dari sebuah prestasi". Kalau kritikan itu merupakan awal dari prestasi, kenapa kita harus ciut ? Sangat salah jika kami mengajak untuk berdebat ataupun mengungkit masa lalu kembali. Kita hanya belajar dari sejarah dengan mengambil hikmahnya. Ini yang kami wanti-wanti dari tulisan yang pertama. Orang yang tidak mau belajar dari sejarah kemungkinan besar sejarah yang pahit akan menerpa kembali. Demokrasi mengajarkan kita untuk berproses. Dan proses adalah sesuatu yang alamiah, tidak statis dan stagnan. Dari proses dan perubahan ini, kita berharap lebih baik dari sebelumnya.
Dalam demokrasi ada beberapa kebebasan yang dilindungi oleh payung hukum karena merupakan hak setiap warga. Yang diantaranya adalah kebebasan berpendapat, baik lisan maupun tulisan. Sekarang zaman demokrasi, Reformasi telah bergulir dan Rezim Otoriter anti-demokrasi telah tumbang. Pada zaman ORBA, segala tulisan yang berbau kritikan dan nasionalisme dibredel, bahkan penulisnya dijebloskan ke penjara. Kalau kita lihat koran-koran Indonesia seperti Jawa Pos, Republika, kompas, dan lain-lain. Di ruang Opini Artikel atau Berita, kita akan menemukan beberapa tekanan kata yang mengandung unsur disilusi, kecaman, makian dan cacian. Seperti Ketua KPU dan antek-anteknya yang dinilai tidak becus, acuh tak acuh dalam menyelenggarakan pemilu. Kecaman pun datang dari berbagai arah, DPR, Pengamat dan Pakar untuk segera melengserkan KPU dan antik-aktiknya. Dan akhir-akhir ini yang menjadi sorotan media diulang-ulang oleh stasiun TV, bahkan di facebook Ketua MPR RI, Taufik Kiemas dikatakan “baru keluar SD” lantaran dalam pelantikan Presiden & Wakil Presiden banyak kesalahan lek lak lik luk, tidak ada penghormatan kepada JK yang masih berstatus Wapres, penyebutan gelar SBY yang salah dari “Doktor menjadi Dokter”. Dan masih banyak yang lain. Kecaman, cacian, makian ,dan pujian datang dari berbagai penjuru membanjiri media massa. Dan itu harus ditampung sebagai check and balance biar mereka lebih berhati-hati sebagai Wakil Rakyat bahwa segala tingkah laku maupun ucapan mereka, tidak akan dapat lari dari kejelian tangan para jurnalis.
Kami pun juga seperti itu. Kami harus meletakkan kata-kata yang menekan dengan tetap memberikan solusi. Sebenarnya, masih banyak kata-kata yang lebih sangar. Meski tak menutup diri memang ada etika jurnalistik. Kenapa kami memilih media massa? Karena media lebih ampuh, mengena dan tajam setajam silet. Seorang pemimpin seharusnya mempunyai transparansi dialogis sosialis kapabelis dengan jurus andalan komunikatif, jangan terkesan Redialogis/Rekomunikatif, berbaurlah sedikit dengan rakyatnya, dengarkan keluhan mereka. Jangan seperti Pribahasa “bagai menara gading” yang terpisah atau malah memisahkan diri dari rakyat. Adapun anggapan antipacasila itu sangat jauh meleset dari sasaran, meskipun sila keempat menerangkan Kerakyatan Yang Dipimpin …….. kami pun juga bisa balik bertanya. Adakah AD/ART di PLENOKAN atau di Amendemen? Tidak kan, Kalau begitu tetap jadi rujukan. Kalau kita memang pancasilais, kenapa kita harus keluar dari koridor konsessus.
Judul “Tanda Demokrai Masih Muda” muncul dari realita yang ada. Kami pun harus pintar-pintar menempatkan realita dalam teks. Kalau Gus Dur mengklaim DPR RI tak ubahnya taman Kanak-Kanak lantaran keributan dan pertengakaran, itu sangat pantas. Tapi sebaliknya, Adakah pertengkaran dalam PEMILU Formil ? tidak, berarti sesuai dengan realita. Demokrasi sangat berhubungan erat dengan Adab/Perilaku, Demokrasi adalah sebuah system Pemerintahan/birokrasi, sedangkan birokrasi dijalankan oleh Para Aktor/Pejabat, jika para aktor birokrat berakhlak mulia, InsyaAllah, demokrasi yang dibawa akan menuai keberhasilan tapi juga sebaliknya. Jika amoral, maka hanya akan mencemarkan lembaga yang bersangkutan. Contoh, tentu masih ingat Mantan Legislator Yahya Zeini yang tersandung sekandal Seks dengan Maria Eva, Al_Amin Nasution sang Koruptor dll. Kehadirannya pun akan jadi bomerang bagi lembaga itu. Makanya dalam alenia terakhir dari tulisan Mading yang pertama penulis menyinggung “mulailah dari aktor Demokrasi dan seterusnya”, kami pun juga akan mulai tanpa harus menunggu.
Dari tulisan mading yang pertama tertulis. ”Seharusnya kita tidak mengeluarkan statemen yang memperkeruh suasana dan memperpecah integritas, apalagi kita berasal dari ibu pertiwi yang sama "INDONESIA". Seharusnya kita berada dalam ikatan tali persatuan, boleh kita berbeda tapi tetap dalam Bhineka Tunggal Ika”, begitulah kira bunyinya. Tapi fakta bicara lain, What ever will be will be. Meskipun begitu, kami bersyukur dan berterimakasih atas keberaniannya menegur kami, itu merupakan Dobrakan yang patut diapresiasi. Dan bagi kami itu merupakan cobaan. Sesuai dengan Pribahasa “Pohon Yang Besar Akan Lebih Kencang Di Terpa Badai&Angin, semoga kami akan menjadi orang yang lebih berbiogenesis.
Inilah mungkin yang dinamakan dengan “Dunia Politik”, kalau tidak ramai, bukan politik namanya. Meskipun begitu bukan berarti kita menciptakan keramaian. Dan ini tidak harus membuat kita bermusuhan karena dalam politik sejatinya tidak ada musuh, yang ada hanyalah kompetitor, jika pun dianggap musuh, jelas tidak ada musuh yang abadi, mengabadikan musuh adalah tradisi dendam yang selayaknya dijauhkan dalam kehidupan demokrasi. Dari sini akan muncul suasana baru yang konstruktif, ini tentunya menjanjikan pola relasi baru yang lebih bersahabat untuk Membangun Kesepahaman dalam demokrasi.
Akhirnya, tulisan ini dapat di inferensialkan. Karakterbuilding plus vorming, kualifier, koperatif harus kita tanam demi terciptanya konsiliasi koeksistensif yang plural/multi komunitas. Dan bagi Kakak-kakak yang lebih banyak makan garam, kami tetap mengharapkan masukan dari kalian bagaimanapun caranya. Terimakasih atas teguran dan tanggapannya. Kami senang mempunyai Kakak yang peduli akan nasib adik-adiknya dan maaf jika ada yang kurang berkenan dari kami, baik Aqwal, Af’al & Ahwal. Salam Hormat. Sukses Semua and Go FORMIL.

Penulis adalah aktivis sekaligus jurnalis dan sudah tingkat II di Universitas Al-Ahgaff

Selengkapnya....

MENGGAGAS FIQIH YANG AKOMODATIF

Oleh : abdolmoeez ***
Munculnya wajah Islam dalam kehidupan sosial yang berimplikasi pada sosialisasi fiqih, selalu menimbulkan pro-kontra para cendekiawan muslim dunia. Hal ini dipicu oleh kontrasnya panorama realitas sosial masyarakat muslim yang modern, plural dan heterogen dengan realitas sosial masyarakat muslim lainnya yang terkesan klasik, ortodok dan mu'tazil.
Pemandangan ini bisa ditelisik dari sejarah Islam yang pada jaman dahulu hanya berkembang di Jazirah Arab, Timur Tengah, dan sebagian Afrika. Namun setelah Islam berkembang pesat di Asia Tenggara, Eropa dan Amerika, sangat dirasakan adanya perbedaan realitas yang menuntut munculnya wacana fiqih baru yang bisa bersahabat dan mampu mengakomodir kemaslahatan seluruh umatnya yang tersebar di berbagai benua.
Khazanah fiqih adalah kawasan liberalis intelektual para mujtahid dalam mentafsirkan atau menggali hukum dari sumber-sumbernya, hanya saja dengan kode etik dan dlawâbit yang telah ditetapkan oleh para cendekiawan dalam ushûl al fiqhnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya hukum-hukum fiqih yang hanya bertendensikan 'urf atau adat, mashlahah al-mursalah, dlarurat, sadd al-dzarai' dan lain sebagainya yang termasuk dalam dalil-dalil yang mukhtalaf fîh, sehingga berimplikasi pada ketidakmenentuan dan fleksibelitas fatwa atau hukum fiqih. Perubahan itu didasarkan pada perubahan kondisi atau realitas yang terjadi dalam masyarakat sekitar sehingga menuntut terjadinya perubahan hukum yang oleh para ulama diistilahkan dengan taghayyurul hukm yang merupakan reaksi dari taghayyur al-zamân wa al-makân.
Bertolak dari prolog di atas, fiqih yang merupakan pengetahuan atau ilmu tentang hukum-hukum Islam yang dideduksi dari sumber-sumbernya yang partikular dan bersifat dzanni yang sudah barang tentu masih bisa diamandemen atau direkonstruksi sesuai dengan realitas masyarakat setempat -namun, bukan semua hukum bisa direkonstruksi dan tidak disesuaikan dengan keinginan atau kepentingan individu, golongan, kelompok bahkan negara. Maka seyogyanya fiqih harus bisa mengakomodir dan tampil kooperatif terhadap wacana atau realitas sosial yang baru-baru ini mengemuka di panggung publik. Langkah akomodir dan kooperatif ini tidak lantas hanya diwacanakan dengan munculnya fatâwâ al-mu'âshirah atau wacana yang seringkali diistilahkan dengan fiqh al-nawâzil, namun butuh langkah-langkah praktis dan dinamis dalam mensosialisasikan bahwa Islam adalah agama yang rahmah lil'âlamîn dan murûnah selaras dengan realitas sosial masyarakat setempat (shâlih fî kull zamân wa makân).
Fiqih Islam juga tidak lepas dari wacana pro-kontra baik dalam mazhab atau antar madzhab lainanya. Dari perbedaan pendapat antar ulama ini, berimplikasi terhadap lahirnya khilaf yang cukup tajam sehingga dengan perbedaan itu bukanlah menjadi sebuah wacana atau khazanah keragaman Islam (ikhtilâf ummatî rahmah) tetapi justru menjadikan pengikutnya terjerumus kedalam fanatisme bermadzhab ('ashabiyyah), sehingga tidak menerima dengan perbedaan dan pandangan atau pendapat madzhab lain. Di sini para cendikiawan muslim dituntut untuk mensosialisasikan arti sebenarnya tentang madzhab atau sekte, sehingga masyarakat mampu membuka pandangannya mengenai keberagaman hukum yang ada dalam fiqih Islam.
Fiqih akomodatif dan kooperatif, akhir-akhir ini banyak diusung dan disosialisasikan oleh kalangan mu'âshirîn demi menjaga univikasi dan menjauhi perpecahan yang sampai menyentuh sakralitas beridiologi, yakni saling menyematkan label sesat dan kufur sesama muslim. Abu Bakar ibn Ali Al'adni dalam menyatakan pentingnya wacana responsif sebagai langkah apresiasi dan koreksi terhadap perkembangan jaman dan realitas masyarakat yang berbeda dengan realitas jaman dulu. Dalam bukunya, fiqh al-tahawwulât dia mengusung univikasi umat Islam di berbagai belahan dunia dengan mengedepankan wacana rukun iman yang kelima, iman kepada hari kiamat. Hal serupa telah dilakukan oleh Abdullah ibn Mahfudz ibn Bayyah dengan mengangkat fiqih minoritasnya walau masih menjadi wacana pro dan kontra antar ulama. Ia dalam fatwa-fatwanya cenderung melakukan langkah simplifikasi dan melakukan survei dan mewacanakan khilaf para ulama sebagai responsifitas dan selektifitas jawaban yang sesuai dengan realitas sosial.
Menurut penulis, gagasan fiqih akomodatif juga dapat disosialisasikan sebagai langkah awal yang praktis dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Memahami hadits "man qâl lâ ilâh illallâh dakhal al-jannah". Hadits ini sebagai inspirasi untuk mewujudkan univikasi umat Islam (wihdah al-ummah) di berbagai belahan dunia dan menghilangkan manhaj takfir antar sesama umat Muhammad saw. Pemahaman ini merupakan catatan penting demi menghilangkan sekat atau dikotomi aliran atau madzhab tertentu sehingga antar umat Islam berbaur dan bernaung dibawah payung Islam yang rahmat lil'âlamîn.
2. Sosialisasi tunggalisasi syari'at. Syari'at Islam yang luas dan mencakup tiga sendi penting dalam sendi-sendi Islam; iman, islam dan ihsan sangat berbeda dengan makna fiqih yang cakupannya lebih sempit dan kajiannya hanya berkaitan dengan aktifitas keseharian muslim mukallaf dalam tataran sah dan tidaknya ibadah atau muamalah seseorang. Fiqih yang sempit kadang berdampak pada kesalahfahaman sesorang dalam mengartikannya, sehingga bisa disetarakan dengan syari'at yang menurut sebagian golongan, ketika sudah berbeda dalam hukum fiqih yang dianutnya maka secara spontanitas disematkan label sesat dan tidak sesyari'at.
3. Mereinterpretasi hadits "man ijtahad fa`ashâb falah `ajrâni, wa man ijtahad fa`akhtha` falah `ajr wâhid" sebagai bentuk sosialisasi atas legalitas madzhab-madzhab lain yang telah diakui oleh para cendikiawan muslim. Tahapan ini mengajak masyarakat luas untuk tidak saling lempar kata sesat antar satu sekte dengan yang lainnya dan menghormati perbedaan-perbedaan madzhab lain.
4. Memahami kembali makna madzhab fiqih. Wacana ini sebagai penjelasan atas absurditas pemaknaan madzhab sehingga wawasan madzhab lebih luas dan masyarakat bisa memilih dan mengamalkan madzhab lain baik dalam darurat atau tidak agar tidak terjebak dalam hukum-hukum haram yang kadang memberatkan pengikutnya. Hal ini tentunya dengan aturan atau dlawâbit yang jelas agar tidak terjerumus dalam talfîq dan tatabbu' al-rukhash (mengamalkan pendapat-pendapat yang ringan dari berbagai madzhab).
5. Mengenalkan fiqih muqâran (perbandingan madzhab) sebagai awal langkah mensosialisasikan wacana khilâfiyah madzhabiyah. Wawasan perbedaan pendapat antar para ulama sangatlah penting sebagai barometer keyakinan seseorang terhadap madzhab yang dianutnya dan mengetahui dalil dan hujjah dari madzhab lain dalam memandang permasalahan yang berbeda hukum.
6. Mengumpulkan dan memungut kembali pendapat para ulama baik satu madzhab atau antar madzhab dan meninjau ulang pendapat mereka yang telah lama dibuang dan dicampakkan begitu saja sebagai langkah mengakomodir dan mencari pendapat para ulama yang sesuai dengan daerah atau realitas masyarakat tertentu. Dari kumpulan hukum tadi bisa disosialisasikan dan diaplikasikan dalam lingkungan yang sesuai dengan hukum yang ada, sehingga tidak memberatkan penganutnya dalam menjalankan aktifitas ibadah dan muamalahnya.
7. Menghormati pendapat orang lain dan tenggang rasa antar sesama. Hal ini sebagai wujud aplikasi sosial antar sesama, dimana rasa ini harus dipupuk sehingga dapat meminimalisir terjadinya konflik antar madzhab.
Secara global dan kesimpulan dari langkah-langkah alternatif ini bertujuan menghilangkan atau meminimalisir fanatisme bermadzhab yang berimplikasi pada musibah besar; saling melempar kata sesat dan takfir antar umat Islam. Ini merupakan langkah awal untuk mengakomodir semua pendapat ulama yang terkumpul dalam karya-karya mereka yang terdokumentasikan sejak awal munculnya Islam, sehingga bisa muncul fiqih yang akomodatif. Langkah selanjutnya dengan meninjau kembali pendapat-pendapat para ulama, terhitung dari jaman sahabat sebagai bentuk selektifitas pendapat yang bisa diaplikasikan dan dikondisikan dengan keadaan yang ada. Dan langkah terahir adalah dengan memunculkan fatâwâ mu'âshir dan fiqh al-nawâzil. Wallâh a'lam.

***) Penulis adalah Mahasiswa Univ. Al-Ahgaff tingkat III sekaligus menjabat sebagai ketua FORMIL 2009-2010 .


Selengkapnya....

SAMA-SAMA STRESS

Sarmidin adalah seorang suami yang galak terhadap istrinya, fatime istrinya sekarang sudah jadi orang stress gara2 sering mendapat perlakuan keras suaminya.
Suatu hari sarmidin pulang kerja, dia mencari istrinya dirumah, tapi tidak ada, keadaan rumahnya kosong dan akhirnya fatime sang itri di temukan di tengah lapangan bola di bawah terik matahari panazz.



Kemudian di panggillah si fatime oleh sarmidin.
Sarmidin: "fatime.. cepet pulang.."
Fatime: "jangan ganggu aku.. aku lagi mendayung perahu nih.."
Sarmidin: "hooo.. "(sarmidin bingun mendengar jawaban istinya, dia berfikir, masak di tengah lapangan gini ada perahu???).
Sarmidin: "ayo pulang.."
Fatime: "aku bilang jangan ganggu.. aku lagi asyik mancing nih."
Sarmidin tambah bingung, ahirnya sarmidin kesal terhadap istrinya yang enggak mau pulang, lantas dipanggillah si fatime sekali lagi dengan nada mengancam.
Sarmidin: "fatime.. cepet pulang.. kalu enggak, entar tak gaplok gaplok loh.."
Fatime: "siapa takut.. sini kalau berani.."
Sarmidin: "selamet sekarang lo yah.. kebetulan saya nggak bisa berenang????????"

By : Tamjo

Selengkapnya....

MELUKIS PELANGI

Awan selembut kapas
Putih, tanpa cacat sedikitpun
Air hujan yang baru saja turun
Meninggalkan suasana cerah

Matahari di ufuk barat
Mulai beradu kepangkuan bumi
Menyisakan sepercik sinar
Menambah indahnya suasana





Pelangi, dengan warna warni indah
Menampakkan wajahnya

Tetaplah kau disana
Biarlah sejenak kulukis
Kugambar dengan tatapan mata sayu
Berkanfaskan hati
Dan kuwarnai dengan senyuman

Aku yakin, dunia belum berakhir
Bumi masih akan beredar pada porosnya
Meskipun menusia banyak terlupa
Terlupa akan sang pencipta

Maafkan aku tuhan
Aku hanyalah insan yang tercipta
Tercipta tuk menghamba

Hanya kepada engkau ku bersyukur
Menikmati ciptaanmu yang begitu indah

Pelangi, dengan warna warni indah
Penghias warna dunia
Memberi warna cerah
Secerah pelangi surga

Aidid, 02 Okt 2009
By: The Hunter
Pribadi yang sudah mustawa III di Univ. Al-Ahgaff

Selengkapnya....

MELUKIS PELANGI

Awan selembut kapas
Putih, tanpa cacat sedikitpun
Air hujan yang baru saja turun
Meninggalkan suasana cerah

Matahari di ufuk barat
Mulai beradu kepangkuan bumi
Menyisakan sepercik sinar
Menambah indahnya suasana





Pelangi, dengan warna warni indah
Menampakkan wajahnya

Tetaplah kau disana
Biarlah sejenak kulukis
Kugambar dengan tatapan mata sayu
Berkanfaskan hati
Dan kuwarnai dengan senyuman

Aku yakin, dunia belum berakhir
Bumi masih akan beredar pada porosnya
Meskipun menusia banyak terlupa
Terlupa akan sang pencipta

Maafkan aku tuhan
Aku hanyalah insan yang tercipta
Tercipta tuk menghamba

Hanya kepada engkau ku bersyukur
Menikmati ciptaanmu yang begitu indah

Pelangi, dengan warna warni indah
Penghias warna dunia
Memberi warna cerah
Secerah pelangi surga

Aidid, 02 Okt 2009
By: The Hunter
Pribadi yang sudah mustawa III di Univ. Al-Ahgaff

Selengkapnya....

PUTRI BISU

Terlalu tega..
Terlalu kejam..
Terlalu menikam..
Kau sungguh tak berperasaan!!
Kau bisu seribu batu..
Kau belenggu batu emasmu..
Membakarku dengan bara api diammu..
Adakah kau putri bisu??


Tak berbicara karna takut dosa!!
Ataukah hatimu telah hangus??
Seiring kecantikan yang terhunus!!
Terlalu indah..
Terlalu elok..
Terlalu cantik..
Lukisan wajahmu tuk lakukan itu!!
Mengapa senyum manis penuh harapan
Selalu mengembang di pipimu??
Mengapa tak kau lumuri saja wajahmu??
Kau lumuri dengan arang kegarangan!!
Kau adalah api!!
Menyinari tapi harus dijauhi!!
Kau beertabur keindahan
Namun berlumur kehinaan

To: Putri bisu di Makasar sana
By: Taura Hadromi

Selengkapnya....

RENUNGAN SEJENAK

Oleh: Ali Candra ***

Saya begitu terharu dan takjub ketika mendengarkan cerita seorang muallaf dari Inggris tentang awal keidupannya setelah dia masuk Islam. Dalam seminggu setelah keislamannya Allah telah menguji keimanannya dengan berbagai cobaan yang begitu berat.



Orang tuanya tidak mengakui lagi dirinya sebagai anaknya, istri dan anak-anaknya sudah tidak mempedulikan dirinya lagi, dia tinggalkan perusahaan yang dia pimpin, padahal pendapatan yang dia peroleh dari perusahaannya tersebut mencapai ribuan dolar; Dan yang terakhir ketika dia ingin berangkat ke Hadramaut untuk belajar agama disana orang tuanya mengancam akan memutuskan tali kekeluargaan dengan dirinya kalau dia nekat akan meneruskan niatnya tersebut. Dia akan kembali ke Inggris tanpa menemukan satupun kerabat atau saudara.
Imannya telah teruji, dia telah bertekad untuk meneruskan rencananya pergi ke Hadramaut untuk belajar agama, apapun resikonya. Dia tinggalkan keluarga, harta dan negaranya untuk mencari dan menemukan kebenaran sejati, dia telah mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

"فإن الله يضل من يشاء و يهدى من يشاء"
Ketika hidayah telah didapat, tidak ada satupun yang bisa mencegahnya. Begitupun sebaliknya, kita tidak akan dapat memberi hidayah kepada seseorang jika Allah tidak menghendakinya. Bahkan rasulullah pun tidak bisa mengajak pamannya untuk masuk islam karena memang Allah tidak menginginkannya:

"إنّك لا تهدى من أحببت ولكن الله يهدى من يشاء"
Saya kemudian berpikir.. Bagaimanakah dengan saya sendiri?
Saya yang sejak lahir sudah menjadi seorang muslim, saya yang sejak kecil sudah mengenal dan mengetahui rukun islam dan rukun iman, saya yang sejak kecil sudah diajari cara berwudlu dan sholat yang benar, saya yang sejak kecil diajari membaca huruf-huruf arab. Apakah saya benar-benar sudah memiliki keimanan sekuat dan setebal seorang muallaf yang baru seminggu sudah diuji sebegitu berat oleh Allah? Bagaimana seandainya suatu saat Allah menguji dan mencoba saya dengan cobaan berat, apakah saya akan kuat untuk menghadapinya? Atau apakah saya akan lari begitu saja meninggalkan Allah karena saya menganggap Allah sudah tidak adil lagi kepada saya dengan memberikan cobaan yang saya merasa tidak mampu untuk menanggungnya.
Lalu bagaimanakah dengan sholat saya selama ini? Bagaimanakah dengan bacaan Al- quran saya tiap hari? Mengapa sholat dan ibadah saya setiap hari belum juga mampu untuk menguatkan keimanan saya kepada Allah?
Wallahu a'lam, saya sendiri belum menemukan jawabannya sampai saat ini. Saya maasih terus mencari hakikat keimanan yang ada dalam diri saya sendiri, saya tidak ingin kalah hanya dengan seorang muallaf, saya ingin menjadi seperti yang dijanjikan Allah :

" ألآ إن أوليآء الله لا خوف عليهم و لا هم يحزنون"
Saya ingin masuk golongannya :

" فأولئك مع الذين أنعم الله عليهم من النبيين و الصديقين و الشهداء و الصالحين "
Saya ingin mendapatkan janji Allah :

" أما الذين أمنوا و عملوا الصالحات فلهم جنات المأوى نزلا بما كانوا يعملون "
يا مقلب القلوب و الأبصار ثبّت قلبي على دينك.

***) Penulis adalah Mahasiswa Tingkat IV, semester VIII.

Selengkapnya....

KADO BUAT FORMIL

Oleh: Hamidi Haris*

Formil, begitulah sapaan sebuah organisasi yang sudah tidak asing lagi didengar, dari namanya sudah kerap kali dipahami kalau organisasi ini merupakan suatu badan yang mayoritas dan bahkan semua anggotanya adalah pelajar yang berasal dari indonesia yang berada di Universitas Al-Ahgaff Yaman.



Melihat dari sudut pandang motif organisasi ini adalah untuk memberikan khidmat (pelayanan) kepada semua mahasiswa yang berasal dari Indonesia khususnya baik dari segi mentalitas, wawasan akademis dan transformasi keilmuan seniornya kepada semua anggotanya, terlebih bagi mahasiswa yang baru menginjakkan kakinya di bumi Ahgaff. Hal ini sudah dialami oleh penulis sendiri semejak tiba di Universitas Al-Ahgaff satu tahun yang silam (Tahun Akademik 2008/2009) sampai detik ini.
Mengingat dari tujuan inilah formil sendiri memberikan banyak pelayanan kepada seluruh anggotanya, hal ini terbukti dengan dibentuknya badan khusus dibidangnya seperti: Departemen Pendidikan, Seni dan Budaya, Dakwah dan lain sebagainya yang tentunya dari setiap departemen sudah ditangani oleh tenaga yang cukup proforsional bidangnya.
Dari sinilah organisasi ini diharapkan agar terus eksis, dari generasi ke generasi berikutnya. Penulis berharap kepengurusan formil priode 2009-2010 H agar lebih meningkatkan kinerjanya daripada tahun-tahun sebelumnya terutama pada masalah-masalah yang sifatnya sulukiyah, pengembangan wawasan anggotanya, terlebih kemampuan berbahasa arab karena sangatlah disayangkan seorang mahasiswa berlebel timur tengah tapi masih belum bisa berbahasa arab dengan baik.
Maka dari itu penulis berharap kepada FORMIL agar bisa memberikan tenaga khusus serta adanya motivasi dan uswah dari seniornya yang tentunya juga diharapkan kepada departemen yang bersentuhan langsung degan permasalahan ini agar melakukan langkah konkrit, paling tidak bisa memberikan rangsangan dan sentuhan untuk lebih bisa efektif dalam pengembangan bahasa arab.
Kemudian melihat dari tindak tanduk mahasiswa indonesia di Universitas Al-Ahgaff khususnya, Formil diharapkan agar bisa memberikan arahan-arahan terutama kepada mahasiswa yang baru tiba di Universitas Al-Ahgaff sebelum terjadinya masalah-masalah krusial yang hal ini sudah dialami penulis setengah tahun terakhir.
Karena penulis tidak ingin sampai mendengar bahasa yang kurang sedap terulang kedua kalinya dan yang paling penting, Formil bisa selalu ada kontak dengan semua anggotanya serta ada tekat untuk menjadi Formil yang betul-betul Formil, begitulah penulis berharap. Wallahu A'lam…!!!

*Penulis adalah Mahasiswa tingkat II kuliah Syari'ah wal-Qonun Univ. Al-Ahgaff

Selengkapnya....

KOMITMEN SEORANG MUSLIM TERHADAP ISLAM

Oleh: Ibnu R*

Kalau kita membaca juz Amma tentu kita akan menjumpai surat Al Asr. Surat pendek ini biasanya dibaca oleh orang muslim ketika selesai dari perkumpulan atau majlis khoir. Didalam surat pendek ini ternyata mempunyai makna yang cukup besar dan asasi bagi kehidupan manusia, sampai-sampai Imam Syafi"i rodiyallahu anhu berkomentar "Andaikata allah menurunkan satu surat ini saja kepada manusia, niscaya cukuplah untuk dijadikan pegangan hidupnya" ( Tafsir Al-Wasit).


Kalau kita bertanya dan memberi pilihan antara beruntung dan merugi terhadap orang-orang disekitar kita baik itu seorang pedagang, pengusaha, kontraktor dan lain sebagainya tentang kehidupan dunia maka mereka tentu akan memilih untuk hidup beruntung, apalagi kalau di tawari kehidupan dunia dan akhirat tentu juga mereka akan memilih hidup beruntung di dunia dan akhirat dari pada merugi sekalipun itu orang kafir, kalau kita melihat di dalam surat tersebut bahwa Allah SWT bersabda ; Demi masa Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Masa disini adalah zaman yang disitu ada aktifitas anak cucu Adam dari aktifitas baik ataupun buruk (Tafsir Ibnu Katsir).
Di dalam ayat kedua tersebut Allah menjelaskan secara jelas bahwa setiap manusia berada dalam kerugian, lalu bagaimana dengan orang-orang yang menginginkan dirinya hidup beruntung didunia dan akhirat, sedangkan di dalam ayat itu Allah mengatakan bahwa manusia benar-benar berada dalam kerugian..??
Ternyata didalam surat itu pula Allah memberi pengecualian, dalam artian bahwa seluruh manusia itu berada dalam kerugian dan mengecualikan orang-orang yang mempunyai empat kometmen yang terikat kepada Allah.

Empat kometmen tersebut adalah:

A. Mengimani Islam

Secara konsepsional seorang muslim wajib mengimani islam sebagai Manhajul Hayah (pedoman hidup) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dimuka bumi ini. Iman dalam artian sebenarnya bukan hanya sekedar percaya seperti yang di artikan oleh banyak orang selama ini, tapi iman yang berangkat dari sebuah keyakiaan hati dan ikrar lewat pernyatan beserta realisasi dalam bentuk tingkah laku. Bukan mengimani islam secara akal atau karena hal itu dianggap masuk akal.
Mengimani islam berarti iman kepada Allah Swt, para malaikat, kitab-kitab, para utusan, hari kiamat dan iman terhadap qodha' dan qodar yang baik maupun yang buruk yang dibarengi dengan pengorbanan termasuk harta dan jiwa.

B. Mengamalkan Islam

Sebagai metode kehidupan islam tidak cukup hanya sekedar diyakini saja, tapi harus diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan keseharian yang berpedoman terhadap al-qur'an dan sunnah rosul secara kaffah.
Islam dihadirkan ditengaah umat manusia dengan maksud direalisir. Ia muncul selaras dengan fitrah manusia, maka tidak ada satu persoaalan yang tidak di atur oleh islam, mulai dari persoaalan kecil sebagaimana ketika kita beretika makan sampai sampai kepada soal bagaimana mengatur sistem masyarakat atau kenegaraan, semua itu harus direalisasikan dalam bentuk amal shalih yang berkesinambungan dan perlu diketahu amal shalih tidak hanya sesuatu pekerjaan yang nampak secara dhohir dalam kehidupan kita, tapi ia juga meliputi pekerjaan yang samar yang kadang-kadang kebanyakan orang tidak menganggapnya.

C. Mendakwahkan Islam

Jika islam sudah diyakini kemudiaan di amalkan dalam tindakan kesehariaan maka berikutnya seorang muslim wajib mendakwahkan islam, dakwah berarti menyebarkan islam mengajak seluruh manusia untuk masuk islam dan mentaati kebenaran dengan cara-cara yang baik dan lembut (serulah manusia kepada jalan rabmu dengan hikmah yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik) bukan dengan kekerasan yang dewasa ini, dakwah banyak disalah artikan oleh orang hingga akhirnya kebanyakan orang yang tidak suka terhadap islam, mengecam dan menuduh bahwa islam itu agama yang keras dan brutal, oleh karena itu mari kita ajak mereka dengan lembut dan penuh hikmah seperti apa yang di jelaskan di dalam al-qur'an yang kemudian di praktekkan oleh Rosululah SAW supaya nantinya mereka mau meangabdikan dirinya semata-mata hanya karena Allah Swt.

D. Sabar Dalam Berislam

Bagi siapa saja yang telah mengimani, mengamalkan islam sebagai pedoman hidup utuh maka sangat tidak mustahil jika ia berhadapan dengan berbagai hambatan, tantangan maupun ancaman yang setiap kali harus di hadapi dalam hidup.
Ini merupakan sunnatullah, seperti yang dialami oleh Rosulullah SAW manakala islam ditegakkan sebagai metode kehidupan sampai-sampai suatu kali pernah Rosullah bercucuran darah ketika dilempari batu oleh kafir quraisy saat berdakwah di Thaif.
Semua ini sudah menjadi konsekwensi bagi penganut islam yang setia, oleh karena itu Allah SAW menganjurkan terhadap orang islam supaya bersabar atas segala cobaan dan musibah yang menimpanya, karena itu merupakan sebuah cobaan dari-Nya dan Ia pun akan membalasnya.

* Penulis adalah Mahasiswa tingkat III kuliah Syari'ah wal-Qonun Univ. Al-Ahgaff

Selengkapnya....

KOMITMEN SEORANG MUSLIM TERHADAP ISLAM

Oleh: Ibnu R*

Kalau kita membaca juz Amma tentu kita akan menjumpai surat Al Asr. Surat pendek ini biasanya dibaca oleh orang muslim ketika selesai dari perkumpulan atau majlis khoir. Didalam surat pendek ini ternyata mempunyai makna yang cukup besar dan asasi bagi kehidupan manusia, sampai-sampai Imam Syafi"i rodiyallahu anhu berkomentar "Andaikata allah menurunkan satu surat ini saja kepada manusia, niscaya cukuplah untuk dijadikan pegangan hidupnya" ( Tafsir Al-Wasit).


Kalau kita bertanya dan memberi pilihan antara beruntung dan merugi terhadap orang-orang disekitar kita baik itu seorang pedagang, pengusaha, kontraktor dan lain sebagainya tentang kehidupan dunia maka mereka tentu akan memilih untuk hidup beruntung, apalagi kalau di tawari kehidupan dunia dan akhirat tentu juga mereka akan memilih hidup beruntung di dunia dan akhirat dari pada merugi sekalipun itu orang kafir, kalau kita melihat di dalam surat tersebut bahwa Allah SWT bersabda ; Demi masa Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Masa disini adalah zaman yang disitu ada aktifitas anak cucu Adam dari aktifitas baik ataupun buruk (Tafsir Ibnu Katsir).
Di dalam ayat kedua tersebut Allah menjelaskan secara jelas bahwa setiap manusia berada dalam kerugian, lalu bagaimana dengan orang-orang yang menginginkan dirinya hidup beruntung didunia dan akhirat, sedangkan di dalam ayat itu Allah mengatakan bahwa manusia benar-benar berada dalam kerugian..??
Ternyata didalam surat itu pula Allah memberi pengecualian, dalam artian bahwa seluruh manusia itu berada dalam kerugian dan mengecualikan orang-orang yang mempunyai empat kometmen yang terikat kepada Allah.

Empat kometmen tersebut adalah:

A. Mengimani Islam

Secara konsepsional seorang muslim wajib mengimani islam sebagai Manhajul Hayah (pedoman hidup) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dimuka bumi ini. Iman dalam artian sebenarnya bukan hanya sekedar percaya seperti yang di artikan oleh banyak orang selama ini, tapi iman yang berangkat dari sebuah keyakiaan hati dan ikrar lewat pernyatan beserta realisasi dalam bentuk tingkah laku. Bukan mengimani islam secara akal atau karena hal itu dianggap masuk akal.
Mengimani islam berarti iman kepada Allah Swt, para malaikat, kitab-kitab, para utusan, hari kiamat dan iman terhadap qodha' dan qodar yang baik maupun yang buruk yang dibarengi dengan pengorbanan termasuk harta dan jiwa.

B. Mengamalkan Islam

Sebagai metode kehidupan islam tidak cukup hanya sekedar diyakini saja, tapi harus diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan keseharian yang berpedoman terhadap al-qur'an dan sunnah rosul secara kaffah.
Islam dihadirkan ditengaah umat manusia dengan maksud direalisir. Ia muncul selaras dengan fitrah manusia, maka tidak ada satu persoaalan yang tidak di atur oleh islam, mulai dari persoaalan kecil sebagaimana ketika kita beretika makan sampai sampai kepada soal bagaimana mengatur sistem masyarakat atau kenegaraan, semua itu harus direalisasikan dalam bentuk amal shalih yang berkesinambungan dan perlu diketahu amal shalih tidak hanya sesuatu pekerjaan yang nampak secara dhohir dalam kehidupan kita, tapi ia juga meliputi pekerjaan yang samar yang kadang-kadang kebanyakan orang tidak menganggapnya.

C. Mendakwahkan Islam

Jika islam sudah diyakini kemudiaan di amalkan dalam tindakan kesehariaan maka berikutnya seorang muslim wajib mendakwahkan islam, dakwah berarti menyebarkan islam mengajak seluruh manusia untuk masuk islam dan mentaati kebenaran dengan cara-cara yang baik dan lembut (serulah manusia kepada jalan rabmu dengan hikmah yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik) bukan dengan kekerasan yang dewasa ini, dakwah banyak disalah artikan oleh orang hingga akhirnya kebanyakan orang yang tidak suka terhadap islam, mengecam dan menuduh bahwa islam itu agama yang keras dan brutal, oleh karena itu mari kita ajak mereka dengan lembut dan penuh hikmah seperti apa yang di jelaskan di dalam al-qur'an yang kemudian di praktekkan oleh Rosululah SAW supaya nantinya mereka mau meangabdikan dirinya semata-mata hanya karena Allah Swt.

D. Sabar Dalam Berislam

Bagi siapa saja yang telah mengimani, mengamalkan islam sebagai pedoman hidup utuh maka sangat tidak mustahil jika ia berhadapan dengan berbagai hambatan, tantangan maupun ancaman yang setiap kali harus di hadapi dalam hidup.
Ini merupakan sunnatullah, seperti yang dialami oleh Rosulullah SAW manakala islam ditegakkan sebagai metode kehidupan sampai-sampai suatu kali pernah Rosullah bercucuran darah ketika dilempari batu oleh kafir quraisy saat berdakwah di Thaif.
Semua ini sudah menjadi konsekwensi bagi penganut islam yang setia, oleh karena itu Allah SAW menganjurkan terhadap orang islam supaya bersabar atas segala cobaan dan musibah yang menimpanya, karena itu merupakan sebuah cobaan dari-Nya dan Ia pun akan membalasnya.

* Penulis adalah Mahasiswa tingkat III kuliah Syari'ah wal-Qonun Univ. Al-Ahgaff

Selengkapnya....

KOMITMEN SEORANG MUSLIM TERHADAP ISLAM

Oleh: Ibnu R*

Kalau kita membaca juz Amma tentu kita akan menjumpai surat Al Asr. Surat pendek ini biasanya dibaca oleh orang muslim ketika selesai dari perkumpulan atau majlis khoir. Didalam surat pendek ini ternyata mempunyai makna yang cukup besar dan asasi bagi kehidupan manusia, sampai-sampai Imam Syafi"i rodiyallahu anhu berkomentar "Andaikata allah menurunkan satu surat ini saja kepada manusia, niscaya cukuplah untuk dijadikan pegangan hidupnya" ( Tafsir Al-Wasit).


Kalau kita bertanya dan memberi pilihan antara beruntung dan merugi terhadap orang-orang disekitar kita baik itu seorang pedagang, pengusaha, kontraktor dan lain sebagainya tentang kehidupan dunia maka mereka tentu akan memilih untuk hidup beruntung, apalagi kalau di tawari kehidupan dunia dan akhirat tentu juga mereka akan memilih hidup beruntung di dunia dan akhirat dari pada merugi sekalipun itu orang kafir, kalau kita melihat di dalam surat tersebut bahwa Allah SWT bersabda ; Demi masa Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Masa disini adalah zaman yang disitu ada aktifitas anak cucu Adam dari aktifitas baik ataupun buruk (Tafsir Ibnu Katsir).
Di dalam ayat kedua tersebut Allah menjelaskan secara jelas bahwa setiap manusia berada dalam kerugian, lalu bagaimana dengan orang-orang yang menginginkan dirinya hidup beruntung didunia dan akhirat, sedangkan di dalam ayat itu Allah mengatakan bahwa manusia benar-benar berada dalam kerugian..??
Ternyata didalam surat itu pula Allah memberi pengecualian, dalam artian bahwa seluruh manusia itu berada dalam kerugian dan mengecualikan orang-orang yang mempunyai empat kometmen yang terikat kepada Allah.

Empat kometmen tersebut adalah:

A. Mengimani Islam

Secara konsepsional seorang muslim wajib mengimani islam sebagai Manhajul Hayah (pedoman hidup) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dimuka bumi ini. Iman dalam artian sebenarnya bukan hanya sekedar percaya seperti yang di artikan oleh banyak orang selama ini, tapi iman yang berangkat dari sebuah keyakiaan hati dan ikrar lewat pernyatan beserta realisasi dalam bentuk tingkah laku. Bukan mengimani islam secara akal atau karena hal itu dianggap masuk akal.
Mengimani islam berarti iman kepada Allah Swt, para malaikat, kitab-kitab, para utusan, hari kiamat dan iman terhadap qodha' dan qodar yang baik maupun yang buruk yang dibarengi dengan pengorbanan termasuk harta dan jiwa.

B. Mengamalkan Islam

Sebagai metode kehidupan islam tidak cukup hanya sekedar diyakini saja, tapi harus diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan keseharian yang berpedoman terhadap al-qur'an dan sunnah rosul secara kaffah.
Islam dihadirkan ditengaah umat manusia dengan maksud direalisir. Ia muncul selaras dengan fitrah manusia, maka tidak ada satu persoaalan yang tidak di atur oleh islam, mulai dari persoaalan kecil sebagaimana ketika kita beretika makan sampai sampai kepada soal bagaimana mengatur sistem masyarakat atau kenegaraan, semua itu harus direalisasikan dalam bentuk amal shalih yang berkesinambungan dan perlu diketahu amal shalih tidak hanya sesuatu pekerjaan yang nampak secara dhohir dalam kehidupan kita, tapi ia juga meliputi pekerjaan yang samar yang kadang-kadang kebanyakan orang tidak menganggapnya.

C. Mendakwahkan Islam

Jika islam sudah diyakini kemudiaan di amalkan dalam tindakan kesehariaan maka berikutnya seorang muslim wajib mendakwahkan islam, dakwah berarti menyebarkan islam mengajak seluruh manusia untuk masuk islam dan mentaati kebenaran dengan cara-cara yang baik dan lembut (serulah manusia kepada jalan rabmu dengan hikmah yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik) bukan dengan kekerasan yang dewasa ini, dakwah banyak disalah artikan oleh orang hingga akhirnya kebanyakan orang yang tidak suka terhadap islam, mengecam dan menuduh bahwa islam itu agama yang keras dan brutal, oleh karena itu mari kita ajak mereka dengan lembut dan penuh hikmah seperti apa yang di jelaskan di dalam al-qur'an yang kemudian di praktekkan oleh Rosululah SAW supaya nantinya mereka mau meangabdikan dirinya semata-mata hanya karena Allah Swt.

D. Sabar Dalam Berislam

Bagi siapa saja yang telah mengimani, mengamalkan islam sebagai pedoman hidup utuh maka sangat tidak mustahil jika ia berhadapan dengan berbagai hambatan, tantangan maupun ancaman yang setiap kali harus di hadapi dalam hidup.
Ini merupakan sunnatullah, seperti yang dialami oleh Rosulullah SAW manakala islam ditegakkan sebagai metode kehidupan sampai-sampai suatu kali pernah Rosullah bercucuran darah ketika dilempari batu oleh kafir quraisy saat berdakwah di Thaif.
Semua ini sudah menjadi konsekwensi bagi penganut islam yang setia, oleh karena itu Allah SAW menganjurkan terhadap orang islam supaya bersabar atas segala cobaan dan musibah yang menimpanya, karena itu merupakan sebuah cobaan dari-Nya dan Ia pun akan membalasnya.

* Penulis adalah Mahasiswa tingkat III kuliah Syari'ah wal-Qonun Univ. Al-Ahgaff


Selengkapnya....