Tujuan Mendirikan Halaqoh Taklim

(bagian 1 : Mukadimah)
Oleh : Musa
Halaqoh ta'lim merupakan salah satu metode belajar-mengajar classic yang masih eksis hingga sekarang. metode ini merupakan merupakan warisan kebudayaan yang sudah seharusnya kita jaga karena alasan tertentu. Diantaranya adalah efektifitas metode ini. Kenyataan membuktikan bahwa metode belajar mengajar dengan cara halaqoh mampu menghasilkan ilmuwan-ilmuwan yang kompeten di bidangnya. Semisal Imam Syafi'i RA yang merupakan lulusan halaqoh ta'lim Imam Malik, Imam Ahmad lulusan halaqoh Imam Syafi'i dan lain sebagainya.

Dengan metode ini seorang guru dapat lebih akrab dengan muridnya karena posisi mereka yang berhadapan langsung dengan jarak yang dekat. Kedekatan jarak ini yang dapat membantu seorang murid untuk mendengar keterangan guru lebih jelas. Juga dapat membantu guru dalam memperhatikan gerak-gerik murid antara yang memperhatikan dan tidak memperhatikan. Seorang murid juga dapat dengan mudah memaparkan kesulitan-kesulitan yang tidak ia pahami dari penjelasan guru. Ia juga dapat mengusulkan pendapat-pendapatnya dengan leluasa. Dan masih banyak lagi keunggulan halaqoh ta'lim.
Kemudian apa sih yang dimaksud dengan halaqoh ta'lim? Dan apa pula tujuan dari pendirian halaqoh ta'lim? bagaimana cara mencapai tujuan-tujuan tersebut?
Untuk menjawab itu semua, saya –dengan izin Allah swt- akan mencoba menerangkan buku "maqoshid halaqot ta'lim wa wasa'iluha" yang ditulis oleh beberapa peserta dauroh di ribath Al-Musthofa tahun 1416 H yang dibimbing langsung oleh Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidh. Bagi Anda yang telah memiliki bukunya bisa dibaca sendiri dan memberikan masukan jika nanti keterangan saya ada yang tidak sesuai dengan maksud yang ada dalam buku tersebut.
Karena pembahasannya agak panjang maka –insya Allah swt- tulisan ini akan bersambung dari edisi ke edisi. Semoga Allah swt memanjangkan umur kita serta memberikan keberkahan waktu pada kita untuk bersama-sama mencoba mengaiz ilmu demi mendapatkan ridho-Nya. Amin.
Baiklah, sebelum kita mulai membahas tentang buku "maqoshid halaqot ta'lim wa wasa'iluha" (selanjutnya kami singkat mahattawa) mari kita mengenali definisi halaqoh ta'lim.
Dalam kamus kata alhalaqoh digunakan untuk menyebut segala sesuatu yang melingkar, kemudian digunakan juga untuk menyebut orang-orang yang duduk melingkar dalam sebuah majlis, yang mana termasuk di dalamnya adalah sekelompok murid yang duduk melingkar mengitari gurunya . Sedangkan kata ta'lim adalah mashdar dari fi'il allama yang mana dalam konteks (علم المدرس التلميذ العلم) artinya adalah guru menjadikan sang murid mempelajari sebuah ilmu.
Lebih mudahnya, halaqoh ta'lim adalah kumpulan murid-murid yang duduk mengitari guru yang sedang mengajarkan ilmu dengan metode talaqqi yang bersambung dari guru ke guru . Dalam mahattawa dicontohkan seperti halaqoh-halaqoh yang ada di Darul Musthofa.
Selanjutnya mari kita mulai memasuki mukadimah mahattawa yang ditulis oleh Al-Allamah al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim.
Pada paragraf pertama Al-Habib menyeru kepada kita agar tidak lemah dan bermalas-malasan dalam menyelenggarakan halaqoh ta'lim baik untuk anak-anak, remaja maupun orang-orang tua. Dalam hal ini beliau mengambil sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairoh :
((من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا))

Artinya kurang lebih : "barang siapa mengajak (orang lain) menuju hidayah, maka ia berhak mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun".
Beliau juga menyebutkan hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abdullah bin Umar yang artinya kurang lebih : sampaikanlah (kepada orang lain) dariku walaupun satu ayat. Dan beberapa hadits lain yang senada dengan kedua hadits diatas.
Sekarang mari kita coba bersama-sama menelaah pembukaan al-Habib diatas.
Pertama, kita tidak boleh lemah ataupun malas dalam menyelenggarakan halaqoh ta'lim. Mungkin yang dimaksud Al-Habib dengan kata jangan lemah adalah jangan merasa bahwa kamu adalah orang yang lemah sehingga tidak pantas untuk membuka majlis ta'lim. Dan hal ini memang benar-benar terjadi. Sebagian dari santri (tholibul ilmi) enggan membuka majlis taklim di kampungnya dengan dalih ia merasa belum mumpuni untuk membuka halaqoh karena ia merasa hanya baru belajar di pondok tiga tahun dan hanya tahu safinah atau matan taqrib saja. Dia takut ditanya permasalahan-permasalahan yang belum ia ketahui. Dan itu pernah terjadi pada penulis ketika diminta sebaian masyarakat untuk mengisi di mushola di kampungnya. Sebenarnya jika santri yang baru mengetahui sedikit itu mendengar hadits ballighu anni walau ayat, niscaya dia akan memiliki rasa percaya diri untuk membuka halaqoh ta'lim. Karena dengan mengetahui safinatunnajah sebenarnya sang santri itu sudah mengetahui lebih dari satu ayat. Karena hukum-hukum yang ada di safinah tersusun dari banyak ayat yang akhirnya disingkat keterangannya dalam kitab matan safinah agar mudah dihapal dan diterapkan. Diantara perasaan lemah lain yang harus dihilangkan adalah perasaan takut kepada manusia. Ada sebagian santri yang enggan menyelenggarakan halaqoh ta'lim karena takut disakiti masyarakat atau dijauhi golongan tertentu. Kemungkinan lain dari perasaan lemah adalah lemah finansial. Sebagian santri merasa dirinya lemah dalam ekonomi sehingga ia enggan menyelenggarakan halaqoh ta'lim karena takut tidak makan. Padahal waktu untuk halaqoh tidak harus sehari semalam penuh. Bisa seminggu sekali atau dua kali. Dan itupun tidak harus tiga jam. Karena halaqoh ta'lim selama setengah jam sudah lumayan untuk menerangkan satu rukun wudhu. Jadi sebenarnya perasaan lemah ilmu, lemah jasad dan lemah ekonomi bukan alasan untuk meninggalkan kewajiban menyelenggarakan halaqoh ta'lim.
Adapun untuk kata "malas" yang dimaksud oleh Al-Habib adalah isyaroh kepada orang-orang yang sebenarnya tidak merasa dirinya lemah dalam hal pengetahuan, jasad atapun ekonomi. Akan tetapi ia merasa enggan menyelenggarakan halaqoh ta'lim karena ia masih malas. Biasanya orang seperti ini memiliki dalih yang banyak untuk menutupi kemalasannya. Diantaranya adalah dalih bahwa ia belum mengamalkan . Dalih ini menunjukan ketidak pahaman santri tersebut. Karena hal itu adalah kesalahan besar yang harus dihindari seperti yang insya Allah swt akan diterangkan oleh Al-Habib melalui penjelasan Habib Abdullah bin Alawy Al-Haddad. Contoh dalih lain adalah ia merasa dirinya maih muda sehingga tidak pantas mengajari orang tua. Atau dia merasa masih banyak ulama yang menyelenggarakan majlis ta'lim.
Kedua, adalah tentang hadits-hadits yang disebutkan oleh Al-Habib. Sebenarnya saya bukan ahli hadits jadi kurang paham tentang seluk beluk hadits. Saya hanya akan mencoba menerangkan makna dhohirnya saja. Jika nanti ada yang salah mohon koreksi.
Hadits pertama memberikan informasi pada kita tentang pahala orang yang mengajak menuju hidayah (huda). Apa yang dimaksud dengan huda dalam hadits tersebut? Huda yang dimaksud dalam hadits ini adalah ilmu yang bermanfaat dan amal sholeh . Dan makna mengajak menuju huda adalah menyeru orang lain menuju sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk (huda) dalam hal ini adalah amal sholeh . Orang yang menyelenggarakan halaqoh ta'lim dan mengajarkan ilmu agama –tidak diragukan lagi semua yang diajarkan dalam islam adalah amal sholeh- di dalamnya, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala yang didapatkan murid-muridnya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan pahala ini tidak akan terputus meskipun orang itu sudah meninggal. Sesuai dengan hadits Nabi saw tentang terputusnya amal anak adam kecuali tiga perkara, salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat. Alangkah mulianya orang yang menyelenggarakan halaqoh ta'lim.
Hadits kedua berisikan perintah dari Nabi saw untuk menyampaikan apa yang telah kita ketahui tentang ilmu yang dibawa Nabi saw walaupun yang kita ketahui adalah hal yang sangat sedikit. Jika kita melihat dari kata perintah yang ada dalam hadits tersebut kita dapat mengatakan bahwa menyampaikan apa yang kita ketahui tentang agama islam hukumnya wajib. Sesuai dengan kaidah ushul bahwa kata perintah menunjukan makna wajib. wallahu a'lam

(Bersambung insya Allah swt).

0 komentar:

Posting Komentar