PENANGANAN TERORISME, TAK CUKUP DENSUS 88

Oleh: Najih Becq
Para gembong teroris memang sudah mati, namun cita-cita mereka masih hidup. Noor din M Top cs memang sudah tewas, namun kita mesti waspada, karena mereka tentunya punya pengikut yang akan terus memperjuangkan cita teror mereka. Jadi jangan berharap aksi teror akan lenyap dari bumi pertiwi kalau cuma mengandalkan hard power, sebab tampaknya mereka lebih senang dengan hard power yang diperankan oleh polisi dan pemerintah,

karena mereka akan menganggap diri mereka mati syahid kalau dibunuh. Terbukti setelah terjadi penggerebekan di Solo yang menewaskan Noordin M Top cs, isu teror semakin menjadi. Seperti yang dilakukan oleh anak buah Noor din M Top, Syaifudin Zuhri, yang dikabarkan akan membunuh para pejabat negara termasuk Presiden SBY. Tapi teror itu berhasil dikandaskan karena Syaifuddin keburu tewas (jumat, 9-10-2009) dalam penggerebekan yang dilakukan oleh densus 88 di tempat kosnya. Fakta ini membuktikan bahwa pendekatan represif atau hard power hanya akan menyuburkan aksi terorisme. Oleh sebab itu, diperlukan peranan seluruh elemen masyarakat untuk menumpaskan aksi terorisme, salah satunya adalah peran ulama dan cendekiawan.
Patut kita ketahui bahwa motivasi para aksi teror itu bersembunyi dibalik ajaran agama, semisal mengira bahwa indonesia adalah negara kafir. Karenanya, peran ulama sangat urgent dalam penanganan terorisme, untuk meluruskan anggapan salah mereka. Peran mereka juga lebih efektif karena lansung ke masyarakat. Sehingga diharapkan masyarakat indonesia tidak tertular dengan ajaran radikal yang mereka pahami, juga memungkinkan untuk menyadarkan sisa-sisa pengikut Noor din M Top agar tidak mengulangi aksi teror yang merugikan bangsa dan agama ini. Sebab, soft power yang dimiliki oleh ulama inilah yang berpeluang melumpuhkan cita-cita dan ideologi radikal yang mereka pahami. Kalau usaha hard power dan soft power sudah berpadu maka akan berimbang dan lebih berpeluang untuk melenyapkan aksi teror di bumi indonesis tercinta, insyallah.
Kalau kita balik ke sejarah, Islam masuk ke indonesia dengan kelembutan dakwah, sehingga tak ada gesekan kekerasan dengan agama lama seperti Hindu dan Budha, artinya tolersansi sudah terwujud sejak dulu. Kalau sekarang muncul ajaran radikal, berarti itu suatu hal baru. Oleh sebab itu, sebelum ideologi radikal yang mereka pahami benar-benar menyebar, maka peran ulama sangat dibutuhkan untuk membentengi masyarakat dari ajaran keras mereka. Diharapkan ulama dan cendekiawan nanti, bisa duduk berdialog dengan orang-orang yang tampaknya mempunyai pemikiran radikal, lantas menjelaskan pada mereka bahwa teori–teori jihad yang diterapkan oleh teroris itu salah, mestinya dipakai dipalestina, sebab disitulah medan pertempuran, kalau dilakukan dibumi nusantara ini jelas salah sasaran.
Dalam berjihad, islam sendiri juga telah mengajarkan etika dan tidak asal ngebom sana sini. Salah satunya adalah seperti apa yang pernah disabdakan oleh Rasul saw ketika menyiapkan bala tentara muslim, beliau lantas berpesan pada mereka : “ Berangkatlah atas nama Allah dan berkah rasulnya, ingat jangan bunuh orang jompo, anak kecil dan perempuan. Jangan melakukan penganiayaan, berbuat baiklah karena Allah mencintai orang yang berbuat baik”. Pesan yang disampaikan oleh rasul kepada tentara muslim ini menunjukan bahwa Islam pengasih dan suka damai, bahkan seharusnya berada di garda terdepan untuk mewujudkan perdamaian dunia, bukankah islam itu rahmah lil alamin.
Alhamdulillah , sebagian ulama dan cendekiawan indonesia telah turun tangan untuk membendung ajaran terorisme. Seperti yang disitir dalam situs NU online, bahwa Maarif NU Jateng telah mewajibkan materi antiterorisme kepada seluruh satuan pendidikan di bawah naunganya. Langkah cemerlang Maarif NU jateng ini patut diacungi jempol, mengingat korban-korban doktrin radikal kebanyakan adalah pelajar dan kaum akademikus. Lha, dengan adanya obligasi materi antiterorisme dalam sebuah lembaga pendidikan, diharapkan pelajar dan mahasiswa dapat membedakan arti jihad sesungguhnya dengan jihad yang disalah artikan oleh para teroris. Oleh sebab itu, langkah ini mesti diikuti oleh ormas-ormas islam lainya dan kalau perlu juga lembaga-lembaga pendidikan milik negara, agar tak ada ruang bagi para teroris untuk menularkan ajaran radikal mereka. Semoga harapan kita ini terwujud, amin.

0 komentar:

Posting Komentar