MENYIMAK PER-FILM-AN INDONESIA

By: Chaery W.
Ada ribuan strategi yang dilakoni para orientalis dan misionaris barat untuk menghancurkan umat Islam dunia. Khususnya Indonesia yang notabenenya sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak di bumi, tak diragukan lagi merupakan sasaran utama yang memerlukan perhatian tersendiri. Setelah mereka tahu bahwa mengandalkan kekuatan fisik saja yang tanpa dibarengi dengan siasat otak itu tidak akan mampu membuat umat Islam bertekuk lutut; maka mereka berusaha keras menggunakan liberalisasi pemikiran, budaya dan life-style untuk mengubah corak pemikiran umat Islam yang sejak dahulu terkenal kuat dalam berpegang dengan ajaran agama, sehingga membuat mereka rela berkorban tanpa pamrih demi membela agama dan menjadikan agama sebagai patokan dan rujukan penuh dalam menyelesaikan berbagai problematika hidup.
Saperti apa yang disampaikan Habib Sholeh Al Jufri di auditorium kuliah pada bulan agustus kemarin, setidaknya ada empat poin yang diandalkan barat untuk membelokkan umat Islam dari jalan lurusnya: 1. Narkoba, 2. Olah raga, 3. Makanan, dan 4. Fashion yang dipromosikan lewat pakaian, musik dan film.

 Film
Seperti yang tertera pada judul, di sini penulis hanya akan mengurai seputar problem per-film-an saja. Kalau per-flim-an barat semua sudah tahu, tidak perlu ada tanda tanya lagi di situ. Tetapi sekarang yang mengusik pandangan mata kita adalah per-film-an kita sendiri yang katanya sudah lebih berani dan berhasil melaju pesat mengikuti perkembangan per-film-an barat. Kalau kita mau menyimak judul-judul film seperti: virgin, buruan cium gue, Jakarta under ground, XL (xtra large), DO (drop out), tali pocong perawan, bandung with love, coklat strowbery, arisan, ciuman pertama, selamanya, kawin kontrak, susahnya jadi perawan, inikah rasanya (sinetron), hantu jembatan ancol, basah, quickie xpress, dan seambrek judul semacamnya, setidaknya kita sudah bisa mengambil kesimpulan tentang tujuan inti dan misi utama mereka dalam penggarapan film-film tersebut. Seakan-akan musuh-musuh kita berteriak lantang di muka kita, "hai...tinggalkan tetekbengek ajaran Islam dan totokromo kebudayaan timur, sudah ratusan tahun kamu terjerat dalam ikatannya, terperosok dalam sekamnya, tetapi apa yang kamu peroleh selama itu selain keterbelakangan dan kelemahan dalam segala bidang? Islam sudah tidak relevan di zaman modern ini. Kalau kamu ingin maju dan berkembang ayo bangkit bersama kami, tanggalkan baju lamamu dan segera ganti dengan baju barumu, baju peradaban, pemikiran dan kebudayaan barat."
Sebagai contoh kecil, di sini penulis akan mengkritisi plotnya film DO yang diproduseri oleh Raam Punjabi. Lea yang diperankan oleh Titi Kamal adalah seorang perawan tua yang walaupun memiliki wajah dan tubuh yang lumayan caem, tetapi dia belum laku juga sampai di usianya yang ke-40. Pembaca tahu apa sebabnya? Tak lain adalah karena Lea mulai dari kecil sudah dituntut oleh orang tuanya untuk selalu menghiasi dirinya dengan unggah-ungguh kebudayan timur dan agama khususnya. "Belajar yang serius, jangan jalan bareng dengan cowok apalagi pacaran, jadilah contoh yang baik buat Asri, adik kamu dan masalah jodoh itu sudah ditentukan," begitu nasehat mamanya yang pada akhirnya sangat disesalkan oleh Lea. Di pihak lain Asri yang sudah beberapa tahun pacaran tak sanggup lagi menuggu kakaknya yang menjadi batu penghalang bagi perkawinannya. Menurut adat timur adik perempuan tidak boleh melangkahi kakak perempuannya, itu aib. Lalu untuk menyiasati hal itu Asri harus hamil di luar nikah agar segera dinikahkan oleh orang tuanya.
Di film ini anda juga akan merasakan bagaimana lumrah dan nikmatnya sek bebas yang dicontohkan oleh anak kost. "Asyik terus sampe mampus," begitu pesan Ketek yang akhirnya mati karena over dosis obat kuat. Selain itu anda juga akan melihat skandal perselingkuhan yang coba dilakukan oleh keluarga Pak Marjoko, adegan vulgar, penderitaan dan jungkir balik prinsip hidup Lea demi mendapatkan jodoh, dll.
Contoh lain, film ayat-ayat cinta, masih dengan produser yang sama yang katanya diangkat dari novel reliji karya Habiburrohman el-Shirozi. Di adegan terakhir, anda secara halus akan diceramahi tentang pahit dan sengsaranya hidup berpholigami, maka jangan pernah mencoba untuk berpholigami.
 Kalijaga Dua
Dari kampus ini, penulis mengamati bahwa baru ada satu film yang benar-benar reliji, yakni 'kun fa yakun' dengan produser H. Yusuf Mansur dan sutradara H. Guntur Novaris. Akan ada banyak kritikan yang dihadapi film ini, seperti film ini utopist, selamanya tidak akan bisa dipraktekkan dalam dunia riil, itu sangat sulit, asing dan hanya ada dalam dunia khayalan. Tetapi menurut penulis, jika hal itu memang haq dan benar maka tidak ada hal yang absurd dan mustahil untuk diaplikasikan ke alam praktis, lagi pula Islam muncul pertama kali dalam keadaan asing dan akan kembali asing seperti pada permulaaan.
Sekarang ini Indonesia butuh kepada budayawan-budayawan Islam, kepada Sunan Kalijaga dua, Buya HAMKA dua, Omar Kayam dua, dll. yang siap mendakwahkan Islam lewat pendekatan persuasif mode dan budaya, yang memerangi seminar dengan seminar, buku dengan buku, film dengan film dan budaya dengan budaya. Jika dulu Indonesia pernah mengalahkan basoka Jepang dengan bambu runcing; maka sekarang sangat mungkin untuk kembali mengalahkan budaya negatif barat dengan budaya ketimuran bangsa. Hanya saja, masalah yang kini dipikul Indonesia adalah jumlah para budayawan Islam itu sangat minim, tanah air sedang menunggu kelahiran mereka. Terus pertanyaannya, apakah mereka itu akan muncul dari Mesir sebagai hasil didikan Syaikh Muhamad Abduh?, atau dari Saudi Arabia sebagai didikan Syaikh Al Albani?, atau dari Iran sebagai didikan Syaikh Ayatullah Khumaini?, atau malah mereka itu hanya akan muncul sebagai hasil didikan Sayyidina Al Faqih Al Muqodam dari Hadromaut?!, sebuah kota legendaris yang diyakini oleh sebagian orang sebagai cikal bakal munculnya para wali songo tempo dulu. Wallahu a'lam.


Penulis adalah mahasiswa Univ. Al Ahgaff tingkat II


.

0 komentar:

Posting Komentar