SIAPA YANG SALAH ?

Oleh: Em. Istova*

Setiap orang yang merasa dirugikan, kalah dan lain sebagainya pasti akan bertanya dan mencari-cari apa penyebab dari ini semua. Jika memang ada yang salah, siapa dan apa yang salah?. Dari sinilah Allah SWT. sering mengingatkan hamba-Nya dengan beragam bencana dan kesengsaraan bukan agar hamba itu binasa namun supaya hamba tersebut intropeksi diri tentang perbuatan yang telah telah dikerjakan.

Esensi dari beruntunnya ujian dan cobaan adalah intropeksi, muhasabah al-nafs untuk menuju sebuah kehidupan baru yang lebih baik, namun hal itu semua harus disikapi dengan bijak agar kita dapat menempatkan sesuatu pada porsinya masing-masing.

Saat ini, Islam dan umat Islam berada dalam keterpurukan dan keterbelakangan dalam segala bidang, baik dalam bidang ekonomi, social, politik, pendidikan, tekhnologi dan lain sebagainya. Islam dan umat Islam tidak mampu menyaingi hegemoni Barat yang merambah masuk dalam sendi-sendi Islam itu sendiri dan mencoba merongrong eksistensi Islam. Banyak sudah hal-hal buruk yang kita saksikan yang menimpa umat Islam saat ini, yang paling mencolok adalah ketidakmampuan umat Islam untuk menerapkan hukum yang telah diturunkan oleh Allah SWT. di indonesia saja contohnya, banyak sekali hal yang sudah di-nash dalam al-Qur’an dan al-Hadits namun masih saja menjadi perdebatan dalam penerapannya, seperti RUU pornografi dan pornoaksi, terlebih lagi tentang UU zakat nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, disebutkan di sana bahwa pembayarannya hanya diserahkan atas dasar kesadaran dan tidak ada sanksi. Tentu kita tahu, apa dampak dari penerapan undang undang ini, mulai dari disahkannya undang-undang tersebut sampai saat ini pengelolaan zakat mulai dari pengumpulan dan pendistribusian menjadi tidak maksimal. Akibatnya kita tidak usah heran jika beberapa waktu lalu di Pasuruan ada orang yang mati akibat berdesak-desakan mendapatkan zakat. Andai saja dalam hal ini pemerintah benar-benar mengatur masalah zakat, saya yakin hal ini tidak akan terjadi. Ini merupakan salah satu kelemahan dan kekalahan kita sebagai umat Islam. Sudah jelas dalam kitab-kitab fikh yang kita pelajari, bahwa setiap ibadah yang mengandung nilai-nilai sosial-masyarakat tentu penerapannya tidak akan bisa maksimal kecuali dengan adanya intervensi dari pemerintah sehingga kita perlu adanya apa itu fikh daulah, namun agaknya hal ini selalu ditentang oleh kelompok yang mengatasnamakan dirinya sebagai pejuang demokrasi dan pembela hak-hak rakyat kecil yang selalu berdalih agar urusan agama biarlah menjadi hak dan privasi individu tanpa ada paksaan dan campur tangan Negara. Padahal sahabat Abu Bakar Al Shiddieq RA. sewaktu menjabat sebagai khalifah saja memerangi orang yang tidak mau membayar zakat lantas mengapa pemerintah tidak menerapkan hal yang sama? Kira-kira di mana letak perbedaan yang substansial antara sekarang dan zaman dulu dalam hal ini? Mata hati mereka telah buta dan tertutup untuk melihat kebenaran yang benar-benar terang seterang matahari yang bersinar di siang bolong.
Di Indonesia sering kita dengar bahwa telah diterapkan syari’at Islam, buktinya memang tidak pernah ada peraturan yang melarang sholat, zakat, puasa dan haji, namun di Indonesia juga tidak ada tindakan tegas bagi orang yang melanggar norma-norma yang telah menjadi keyakinan mereka. Selama ini, kita tidak pernah melihat ada orang yang dihukum gara-gara tidak mau membayar zakat, padahal dengan hal ini, secara langsung negara telah menggugurkan hak-hak rakyat miskin yang mestinya mereka dapatkan. Namun kita tidak bisa berbuat lebih untuk memperjuangkan nasib mereka yang miskin karena masyarakat Indonesia memang memilih hal ini.
Inilah yang saya sebut sebagai bentuk kekalahan kita, Islam, sebagai sebuah potret buram umat Islam Indonesia khususnya. Dampak dari tidak adanya ”pedang” di negara kita, masyarakat kita setiap harinya selalu mendapatkan pemahaman liberal dan toleransi yang menjadikan mereka banci dan serba salah dalam mengambil sikap, yang menjadikan mereka tidak berdaya bahkan untuk menerapkan apa yang telah menjadi kewajiban mereka.
Dari sini Allah SWT. sedang mengajak berbicara pada masyarakat Indonesia tentang apa itu arti taat kepada Allah SWT, apa itu arti penghambaan diri dan apa itu arti Islam secara total (kaaffah).
Apa yang akan kita lakukan dalam mengatasi keterpurukan ini? Apakah kita akan mencari-cari kesalahan orang lain? Apa kita akan menuding kelompok non-Muslim sebagai penyebab keterpurukan kita? Dan apakah menuding tersebut memang diajarkan oleh Islam? Menurut saya jawabannya adalah langkah pasti dan tidak menyalahkan siapapun kecuali diri sendiri.
Siapapun yang hanya berandai-andai saja untuk keluar dari keterpurukan maka selamanya dia tidak akan pernah keluar dari keterpurukan itu, karena sesuatu itu didapat tidak hanya dengan berpangku tangan, langkah pasti kita sebagai umat Islam sangat fariatif menyesuaikan dengan kemampuan kita. Jika kita menjadi pedagang, maka kita bisa melakukan langkah pasti itu dengan menerapkan apa yang telah diajarkan Islam yang tertuang dalam fikh perdagangan, jika kita seorang negarawan atau politikus, maka kita bisa melakukan langkah pasti dengan mengupayakan diterapkannya apa yang telah menajdi ketentuan kita untuk menerapkannya dan begitulah seterusnya. Point yang paling penting yang saya tekankan di sini adalah bukan berpangku tangan menunggu keajaiban datang.
Islam dari dulu sampai sekarang tidak pernah mengajarkan kepada kita untuk mengkambinghitamkan orang lain, baik itu Muslim maupun non-Muslim, siapa pun yang menuduh bahwa umat Islam dulu maupun sekarang sukanya menyalahkan orang lain atau non-Muslim maka hal ini adalah --meminjam istilahnya Habib Salim—"wahm". Sedangkan wahm bukan hakikat, berarti penuduh tersebut tidak mengetahui hakikat, tidak memahami sejarah yang terjadi dalam umat Islam dan tidak pernah paham dengan ajaran Islam. Dalam banyak kesempatan di al-Qur’an baik secara tegas maupun kiasan Allah SWT. telah menyinggung hal ini, seperti tidak diperbolehkannya menganggap baik pada diri sendiri dan lain-lain. Pada kesempatan ini saya kembali menegaskan bahwa salah itu adalah salah kita sendiri, mengapa hanya mlongo saja hak-hak kita dirampas, bahkan fatalnya lagi tidak sedikit dari kita yang malah mendukung hal ini baik secara langsung atau tidak langsung. Semoga Allah menyadarkan mereka sehingga kembali pada jalan yang lurus.
Jika kita kembali pada fakta sejarah perang Uhud, dalam perang ini kaum Muslimin melalui dua fase, fase pertama konsistennya kaum Muslimin dengan perintah Nabi SAW. yang membuahkan kemenangan, hal ini seperti yang diabadikan Allah SWT. dalam firmannya:
ولقد صدقكم الله إذ تحسونهم بإذنه. (آل عمران 3\152)

Fase kedua, yaitu insubordinasi kaum Muslimin terhadap apa yang telah ditetapkan dan diatur oleh Rasulullah SAW, hal inilah yang kemudian membuahkan kemunduran dan keterpurukan kaum Muslimin, tak terkecuali Nabi sekalipun ikut terkena dampak atas kelalaian ini sebagaimana yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an:
حتى إذا فشلتم وتنازعتم في الأمر, وعصيتم من بعد ما أراكم ما تحبون, منكم من يريد الدنيا ومنكم من يريد الآخرة ثم صرفكم عنهم ليبتليكم ولقد عفا عنكم. (آل عمران 3\152)

Kemunduran demi kemunduran akan dituai oleh kaum Muslimin sebagai efek atas pelanggaran terhadap kebenaran yang telah diturunkan oleh Allah SWT. melalui utusannya, dan kemenangan demi kemenangan akan diraih dengan kembali pada apa yang dibawa dan diajarkan oleh Rasulullah SAW. dari Allah SWT. Wallahu a’lam bisshowab.

*Penikmat Syariah dan Qonun semester IV


0 komentar:

Posting Komentar